Rabu, 05 Juni 2013

Kanonisasi Alkitab

Oleh: Bob Weiner, pendiri Gereja-Gereja Campus Maranatha Gainesville, FL


Bab 1  —  Bagaimana Sebuah Buku Dapat Menjadi Bagian Dari Alkitab?

A. KANONISASI

Buku-buku mana yang termasuk di dalam Alkitab? Bagaimana hal itu diputuskan?

Kanonisasi adalah suatu proses bagaimana buku-buku dari Alkitab itu menerima persetujuan untuk diterima oleh pemimpin-pemimpin sidang. Bagaimana buku-buku dalam Alkitab itu bisa diterima sebagai suatu bagian yang dianggap kanon dari Alkitab?


Bagaimana seorang dapat mengatakan bahwa sebuah buku itu adalah buku yang didapat dari ilham Roh ketika dia melihatnya?

Tanda-tanda apakah yang membedakan pernyataan itu suci atau pernyataan yang murni berasal dari manusia? Beberapa kriteria akan diceritakan dalam proses ini. Untuk itu umat Allah harus melihat adanya tanda-tanda kepemilikan dari Allah dengan otoritas yang kudus.

1. Prinsip-Prinsip Untuk Menemukan Kemurnian.

Buku-buku yang palsu dan tulisan-tulisan yang palsu bukannya jarang didapatkan. Buku-buku itu selalu ada dan merupakan suatu ancaman, karena itu sangat penting bagi umat Allah untuk dengan sangat hati-hati memilih buku-buku pilihannya yang kudus.

a. Dua Kategori Dari Tulisan Yang Suci. Tulisan-tulisan yang suci harus diperiksa dengan dua kategori ini:

1.Buku-buku yang hanya dapat diterima oleh beberapa orang beriman, tapi tidak oleh orang beriman yang lain; dan

2.Tulisan-tulisan yang pernah diterima tetapi yang kemudian diragukan.

(Dalam abad-abad yang terdahulu, buku itu dikira merupakan inspirasi dari Allah atau merupakan wahyu dari Allah, tetapi sekarang dipertanyakan/diragukan)

Tulisan-tulisan dengan kedua kategori ini diperiksa oleh majelis gereja untuk dipastikan (diteguhkan) apakah mereka itu termasuk bagian dari Alkitab atau tidak.

b. Lima Kriteria Dasar.

1.Mempunyai Kekuasaan Otoritas. Apakah buku ini mempunyai kekuasaan otoritas? Apakah buku itu dapat dikatakan merupakan buku yang berasal dari Allah?

2.Mengandung Nubuatan. Apakah mengandung nubuatan? Apakah ditulis oleh hamba Allah?

3.Otentik. Apakah buku itu otentik? Apakah buku itu menceritakan kebenaran tentang Allah, manusia dan sebagainya?

4.Dinamis. Apakah buku ini dinamis? Artinya mempunyai kuasa mengubahkan hidup?

5.Diterima. Apakah buku ini dapat diterima oleh orang-orang yang pada mereka buku itu pertama kali ditulisnya? Apakah buku itu dapat dikatakan berasal dari Allah?

2. Lima Kriteria Dasar Secara Terperinci.

a. Kuasa Otoritas Dari Sebuah Buku. Setiap buku di dalam Alkitab dapat dikatakan mempunyai otoritas yang kudus. Sering kali pernyataan ‘Demikianlah Firman Tuhan’ tertulis di sana. Kadang-kadang nada dan peringatan-peringatan menunjukkan bahwa kitab itu murni dan bersifat ilahi. Dalam kepustakaan atau kitab-kitab yang mengandung pengajaran ada pernyataan-pernyataan yang kudus mengajarkan apa yang harus dilakukan oleh orang-orang beriman.

Dalam buku-buku sejarah peringatan-peringatan itu lebih disinggung dan pernyataan-pernyataan yang mempunyai kuasa otoritas lebih menyatakan tentang apa yang Allah lakukan dalam sejarah umatNya. Apabila sebuah buku kurang menceritakan tentang otoritas Allah, maka buku itu dapat dikatakan tidak murni dan ditolak menjadi buku yang termasuk dalam Alkitab.

Marilah kita menggambarkan prinsip dari otoritas sebagaimana hubungannya dengan kemurnian. Di dalam buku-buku dari para nabi, kita dengan mudah dapat melihat adanya prinsip otoritas ini.

Kata-kata yang sering diulang adalah ‘Dan Tuhan berkata kepadaku’ atau Firman Tuhan datang kepadaku’. Seringnya kata-kata ini diulang, memberikan bukti yang begitu nyata bahwa kata-kata ini berasal dari wewenang yang kudus.

Beberapa buku tidak mempunyai kata-kata yang dapat dianggap suci dan karena itu ditolak serta dinyatakan sebagai buku yang tidak murni.

Mungkin inilah yang terjadi dengan buku dari ‘Yaser’ dan buku ‘Peperangan dari Tuhan’. Masih ada lagi buku-buku lain yang diragukan dan dipertanyakan tentang kemurnian otoritasnya tetapi yang akhirnya dapat diterima sebagai buku yang murni seperti halnya dengan Kitab Ester.

Kitab Ester ini disetujui dan dimasukkan sebagai buku yang murni dari orang Yahudi, karena di dalamnya jelas diceritakan tentang perlindungan dan kemudian pernyataan dari Allah atas umatNya sebagai suatu fakta yang tidak dapat dibantah lagi. Sungguh, fakta-fakta yang menunjukkan bahwa buku-buku yang suci harus lebih dulu dipertanyakan, menunjukkan bahwa orang-orang beriman itu selalu memilih-milih yang terbaik atau menyaring buku-buku yang baik. Apabila mereka tidak benar-benar diyakinkan bahwa buku itu mempunyai otoritas yang suci, maka buku itu ditolak.

b. Buku Yang Mempunyai Kuasa Nubuatan. Buku-buku yang mengandung wahyu ditulis hanya karena gerakan Roh Kudus oleh orang-orang yang dikenal sebagai nabi-nabi (2Ptr 1:20-21). Firman Allah diberikan kepada umatNya hanya melalui nabi-nabiNya. Setiap pengarang buku alkitabiah mempunyai karunia nubuatan atau fungsi nubuatan, sekalipun pekerjaan mereka bukan sebagai seorang nabi (Ibr 1:1).

Di dalam kitab Galatia, rasul Paulus membantah bahwa tulisan dan pengajarannya harus diterima karena ia adalah seorang rasul, ’ bukan karena manusia juga bukan oleh manusia, melainkan oleh Yesus Kristus dan Allah Bapa’. (Gal 1:1) Bukunya harus diterima karena buku bersifat pengajaran kerasulan, yaitu berasal dari seorang pembicara atau seorang nabi yang ditentukan oleh Allah.

Buku-buku harus ditolak apabila buku-buku tersebut tidak berasal dari nabi-nabi Allah yang secara jelas diperingatkan oleh rasul Paulus, untuk tidak menerima buku dari seseorang yang dengan palsu menegaskan dirinya sebagai seorang rasul (2Tes 2:2) dan juga diperingatkan oleh rasul Paulus pada sidang di Korintus tentang rasul-rasul yang palsu (2Kor 11:13).

Peringatan Yohanes tentang Mesias palsu dan untuk menguji roh juga menyatakan kategori yang sama (1Yoh 2:18,19 4:1-3).

Karena prinsip perbuatan inilah maka surat 2 Petrus suatu saat pernah juga disisihkan oleh beberapa orang pada zaman Gereja pertama. Buku ini sempat tidak dimasukkan ke dalam buku-buku yang permanen dari buku suci orang Kristen, sehingga nenek moyang kita atau bapak-bapak dari zaman dahulu benar-benar diyakinkan bahwa buku ini bukanlah suatu pemalsuan, tetapi benar-benar ditulis oleh rasul Petrus seperti disebutkan dalam 2Ptr 1:1.

c. Otentiknya Sebuah Buku. Tanda kemurnian yang lain dari suatu inspirasi atau suatu wahyu adalah otentiknya buku itu. Buku apapun yang mempunyai kesalahan fakta atau kesalahan doktrin (dapat dinilai dari wahyu-wahyu sebelumnya) tidak mungkin merupakan inspirasi dari Allah. Allah tidak dapat berdusta; FirmanNya pasti benar dan konsisten.

Berdasarkan pada prinsip-prinsip itu, maka orang-orang Berea menerima pengajaran rasul Paulus dan menyelidikinya dalam Alkitab untuk melihat apakah yang diajarkan oleh Paulus itu benar-benar sesuai dengan wahyu Allah dalam Perjanjian Lama (Kis 17:11). Suatu Pengajaran yang tampaknya cocok dengan wahyu sebelumnya, belum dapat dipastikan bahwa pengajaran itu merupakan wahyu yang benar, jelas menunjukkan bahwa suatu pengajaran itu bukan merupakan wahyu yang benar.

Banyak dari buku-buku yang dinyatakan bukan merupakan ilham roh (Apocrypha) ditolak karena prinsip otentik ini. Keganjilan-keganjilan yang terjadi dalam sejarah dan pengajaran agama mereka yang salah, buku-buku tersebut tidak mungkin diterima sebagai sesuatu yang dari Allah walaupun format dari tulisan itu tampaknya mempunyai kuasa. Tulisan itu tidak mungkin berasal dari Allah dan sekaligus tulisan itu mengandung banyak kesalahan.

Beberapa buku-buku yang murni juga diperiksa dengan dasar dan prinsip yang sama. Dapatkah surat dari Yakobus merupakan inspirasi apabila berlawanan dengan pelajaran Paulus tentang pembenaran oleh iman dan tidak oleh pekerjaan? Sebelum tampak persesuaian yang penting itu, maka buku Yohanes masih diragukan oleh beberapa orang.

Orang-orang lain mempertanyakan buku Yudas karena beberapa kutipannya dari buku-buku yang tidak otentik (lihat ayat-ayat 9 dan 14). Namun kemudian dapat dimengerti bahwa kutipan-kutipan dari Yudas itu tidak lagi menyatakan kebenaran dari buku-buku itu dan bahkan Paulus pun mengutip dari karangan yang bukan Kristen (lihat juga Kis 17:18 dan Tit 1:12), kemudian tak ada lagi alasan untuk menolak surat Yudas.

d. Keadaan Alamiah Yang Dinamis Dari Sebuah Buku. Penguji ke empat untuk kemurnian tak sejelas tiga yang lainnya. Ujian keempat adalah kemampuan (dinamika) dari tulisan itu untuk mengubah satu kehidupan.

’ Sebab firman Allah hidup dan kuat’ (Ibr 4:12). Sebagai hasilnya tulisan itu dapat dipakai untuk ’ mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran’ (2Tim 3:16-17).

Rasul Paulus menyatakan bahwa kemampuan mengubah kehidupan dari karya tulis itu menentukan semua tulisan-tulisan untuk dapat diterima atau tidak. 2Tim 3:16,17 menunjukkan hal ini. Paulus menulis surat pada Timotius, ’ Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus’(ayat 15 kjv). Petrus pun dalam suratnya mengatakan tentang pembangunan dan pemberitaan kekuasaan dari Firman (1Ptr 1:23 2:2).

Berita-berita dan buku-buku yang lain ditolak karena mereka mengemukakan harapan palsu (1Raj 22:6-8) atau membunyikan sebuah tanda bahaya yang salah. (2Tes 2:2) Karena itu, karya-karya tulis tersebut tak dapat membangun orang beriman dalam kebenaran dari Kristus. Yesus berkata: ’ Dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu’ (Yoh 8:32). Pengajaran yang palsu tak dapat memerdekakan; hanya kebenaranlah mempunyai kekuatan untuk beremansipasi.

Beberapa buku Alkitabiah seperti Kidung Agung dan Pengkhotbah dulunya diragukan karena beberapa orang menilai buku-buku tersebut kurang mempunyai kuasa membangun yang dinamis.

Sekali mereka diyakinkan bahwa Kidung Agung itu bukan hanya sensasi, tapi benar-benar rohani dan bahwa buku Pengkhotbah bukannya skeptis atau pesimis, tetapi positif dan membangun (umpamanya 12:9,10); maka kemurniannya tidak lagi begitu diragukan.

e. Penerimaan Dari Sebuah Buku. Tanda pengesahan yang terakhir dari tulisan yang penuh kuasa adalah pengakuan dari umat Allah yang sudah sejak semula ditentukan oleh Tuhan.

Firman Allah diberikan melalui nabiNya dan harus dapat diakui umatNya dengan kebenaran. Generasi-generasi orang beriman yang berikutnya berusaha untuk mendapat kepastian akan hal ini.

Karena bilamana buku itu diterima, dikumpulkan dan dipakai sebagai Firman Allah oleh mereka yang aslinya wahyu itu ditujukan, maka kemurnian buku itu dapat diteguhkan.

Karena sulitnya komunikasi dan transportasi pada zaman dahulu maka diperlukan cukup banyak waktu dan usaha dari bapak-bapak Gereja zaman dahulu untuk menetapkannya. Untuk alasan inilah pengakuan yang penuh dan yang terakhir akan kemurnian dari ke enam puluh enam buku itu oleh seluruh Gereja, memerlukan berabad-abad lamanya.

Buku-buku dari Musa secara langsung diterima oleh umat Allah. Buku-buku itu telah dikumpulkan, dikutip, disimpan dan bahkan diamankan bagi generasi-generasi yang akan datang.

Surat-surat Paulus juga dengan segera dapat diterima oleh gereja-gereja yang dituju (1Tes 2:13) dan bahkan juga oleh rasul-rasul yang lain. (2Ptr 3:16)

Beberapa tulisan dengan segera ditolak oleh umat Allah karena kurangnya otoritas rohani (2Tes 2:2). Nabi-nabi palsu (Mat 7:21-23) dan roh-roh penipu juga telah diuji dan ditolak (1Yoh 4:1-3) dimana contoh-contohnya telah banyak ditulis dalam Alkitab itu sendiri (Yer 5:2 14:14).

Prinsip tentang penerimaan buku-buku ini, telah membuat buku-buku seperti 2 dan 3 Yohanes masih dipertanyakan (dipertimbangkan).

Karena bentuk tulisan yang bersifat pribadi itu dan karena surat itu tidak begitu tersebar (hanya terbatas pada kalangan kecil saja), maka dapatlah dimengerti jika dapatnya diterima buku ini agak diragukan. Tetapi setelah mereka diyakinkan bahwa buku-buku tersebut telah diterima dalam abad pertama oleh umat Allah yang menerimanya langsung dari rasul Yohanes, maka kedua buku-buku itu akhirnya diterima.

Hampir tidak perlu seorangpun menambahkan sesuatu pada berita seorang nabi. Allah membenarkan nabi-nabiNya dan melawan mereka yang menolak nabi-nabi tersebut (contohnya, 1Raj 22:1-8) dan apabila ditantang, Allah benar-benar akan menghancurkan (merendahkan) umat tersebut. Ketika otoritas Musa ditantang oleh Korah dan lain-lainnya, bumi terbelah dan menelan mereka hidup-hidup. (Bil 16)

Peranan utama Allah sangat menentukan pengakuan Firman Allah ini. Allah menetapkan otoritas dari buku-buku yang murni itu, tetapi umat Allah dipanggil untuk menemukan buku-buku yang mana yang mengandung otoritas dan mana yang tidak. Untuk membantu mereka mengadakan penemuan ini ada lima uji coba kemurnian seperti yang digariskan di atas.

3. Proses Menemukan Kemurnian

Kita tak usah membayangkan adanya sebuah panitia dari bapak-bapak Gereja dengan tumpukan buku-buku dan lima pinsip bimbingan ini berada di hadapan mereka, apabila kita berbicara tentang proses pemurnian itu prosesnya jauh lebih alamiah dan dinamis.

Beberapa prinsip hanyalah melengkapi proses tersebut.

Sekalipun ke lima ciri-ciri tersebut ada dalam semua tulisan yang diwahyukan, tak semua syarat-syarat pengakuan itu tampak dalam tiap keputusan terhadap masing-masing buku yang dianggap murni. Umat Allah pada zaman dahulu tidak dapat selalu melihat dengan segera dan jelas bahwa buku-buku yang bersejarah itu punya ‘kekuatan dinamik’ atau punya ‘kuasa otoritas’. Bagi mereka yang lebih jelas adalah fakta dari beberapa buku yang bersifat ‘nubuatan’ dan ‘diterima’.

Seseorang dapat dengan mudah melihat bagaimana kata-kata ‘Demikianlah firman Tuhan’ telah memainkan peranan yang paling menyolok dalam penemuan kemurnian buku-buku yang menyatakan seluruh rencana keselamatan Allah.

Sebaliknya, kadang-kadang benar bahwa kuasa dan otoritas dari buku itu lebih nyata dibanding dengan penulisnya (umpamanya kitab Ibrani).

Dalam hal apapun, kelima ciri-ciri itu terlibat dalam menemukan kemurnian sebuah buku walaupun beberapa ciri itu hanya dipakai sebagai pelengkap saja.

Alasannya sederhana saja, karena buku yang diterima di suatu tempat oleh beberapa orang beriman itu, wahyunya sulit dibuktikan. Penerimaan yang pertama kali oleh umat Allah yang merupakan penguji yang terbaik dari otoritas buku tersebut, sangat penting dan dibutuhkan.

Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap tentang keadaan (situasi) saat wahyu itu diturunkan dari tiap-tiap lapisan generasi yang satu ke generasi yang lain, memerlukan waktu yang cukup lama. Begitulah, penerimaan sebuah buku itu penting; tetapi harus ada dukungan dari keadaan alamiah di sekitarnya.

Dasar yang paling penting dapat mengganti semua dasar yang lainnya. Di bawah semua proses pengakuan sebuah buku itu terletak sebuah prinsip dasar ialah keadaan alamiah dari buku yang bersifat nubuatan itu.

Apabila sebuah buku ditulis oleh seorang nabi Allah yang sudah diakui, yang sudah mengklaim bahwa ia telah menerima otoritas dari Allah untuk menyampaikan berita itu, maka buku itu tidak lagi perlu dipertanyakan.

Pertanyaan apakah tidak otentiknya sebuah buku itu dapat melemahkan kedudukan sebuah buku nubuatan adalah benar-benar diragukan. Tak sebuah bukupun yang diberikan oleh Allah dapat keliru. Apabila sebuah buku yang dikatakan mempunyai kuasa nubuatan itu tampaknya mengandung kepalsuan, maka kebenaran nubuatan-nubuatan itu harus diperiksa kembali. Allah tidak mungkin berdusta, dengan jalan ini ke empat prinsip yang lain itu merupakan penguji ciri-ciri nubuatan yang ada dalam sebuah buku yang dianggap murni.


Bab 2  —  Buku-buku Yang Tidak Termasuk Dalam Kanon Alkitab

A. APOKRIPA DAN PSEUDEPIGRAFA

Istilah Apokripa dipakai untuk sebutan sebuah koleksi tulisan-tulisan Yahudi kuno yang ditulis antara tahun 250 sebelum Kristus dan Abad-Abad Permulaan dari tahun Masehi. Buku-buku Apokripa ini telah dipandang sebagai tulisan wahyu Allah dalam theologi dari Gereja Katolik Romawi, tetapi dalam pandangan kelompok Protestan dan Yahudi menurut sejarah mereka, buku-buku tersebut tidak memberikan inspirasi yang nyata pada mereka.

1. Mengapa Kelompok Protestan Menolak Buku-Buku Tersebut?

Selama kalangan Protestan mempelajari tentang kebenaran buku-buku Apokripa, di mana mereka menuliskan tentang kehidupan dan cara berpikir orang Judaisme yang ada sebelum Kristus, buku-buku itu ditolak sebagai tulisan yang merupakan wahyu Allah karena alasan-alasan sebagai berikut:

a. Tidak Digunakan Oleh Yesus Atau Gereja Abad Pertama.

Buku-buku yang bersifat Apokripa bukanlah termasuk bagian dari Perjanjian Lama yang dipakai oleh Yesus dan Gereja abad pertama. Pembagian kelipatan tiga dari Perjanjian Lama: Hukum, Nabi-Nabi dan Tulisan-Tulisan yang masih digunakan dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama versi Yahudi, tak termasuk dan tak pernah termasuk buku-buku yang tergolong dalam buku Apokripa.

Yesus dan murid-muridNya sebenarnya tahu tentang buku Apokripa ini, tetapi mereka tidak pernah mengutipnya sebagai nats Alkitab yang berotoritas.

b. Tak Pernah Dipakai Sebagai Nast Alkitab. Penulis-penulis Yahudi kuno yang menggunakan Alkitab bahasa Ibrani, yang dikenal bernama Philo dan Josephus telah mengetahui Apokripa, tetapi tak pernah menggunakannya sebagai ayat Alkitab. Buku-buku Apokripa Esdras II mempunyai duapuluh empat buku-buku yang ada hubungannya dengan Alkitab bahasa Ibrani yang kita kenal sekarang, dan tujuh puluh tulisan lainnya yang isinya agak misterius (/RAPC 2Es 14:44-48).

Penting untuk diketahui bahwa buku Apokripa ini mendukung kemurnian Perjanjian Lama yang dipakai dalam kaabah-kaabah Yahudi dan dalam gereja-gereja Protestan.

c. Bapa-Bapa Gereja Melihat Adanya Satu Perbedaan. Bapa-bapa Gereja yang sudah mengenal kemurnian Ibrani dapat dengan jelas membedakan antara tulisan-tulisan yang murni Alkitabiah dengan tulisan-tulisan yang bersifat Apokrip. Tulisan-tulisan dari Melito dari Sardis, Cyril dari Yerusalem dan St. Yerome menunjukkan adanya perbedaan antara tulisan yang berasal dari wahyu dan yang Apokrip.

d. Tulisan-Tulisan Apokrip Dinyatakan Tidak Mempunyai Kuasa Hingga Abad Ke-16. Buku-buku Apokrip tak pernah dinyatakan sebagai tulisan yang mempunyai kuasa otoritas sebelumnya, dan baru diakui oleh Badan Musyawarah Umat Katolik (tahun 1546 Tarikh Masehi). Pada saat itu buku-buku Apokrip yang dinyatakan murni adalah: Tobit, Yudit, Kebesaran Salomo, Pengkhotbah, Barukh (termasuk surat dari Yeremia), I dan II Makabe, tambahan pada Kitab Esther dan tambahan pada Kitab Daniel (yaitu: Susana, nyanyian dari tiga orang pemuda dan Bel dan Naga).

Banyak orang-orang pandai di Katolik Romawi membedakan antara buku protokanonikal (murni Alkitab) dan deutero-kanonical (Apokripa).

e. Mengandung Banyak Hal Yang Tidak Tepat. Kebanyakan para ahli agama merasa bahwa buku-buku Apokrip mewakili buku-buku yang tingkatannya lebih rendah dibanding dengan tulisan-tulisan yang murni Alkitabiah. Buku-buku Apokrip tersebut jelas mengandung banyak ketidak tepatan dan ketidak sesuaian yang bersifat sejarah dan geografis, dan tidak bernafaskan roh nubuatan.

2. Tulisan-Tulisan Apokrip Jarang Digunakan Oleh Kalangan Protestan.

Pengakuan Westminster (Westminster Confession 1643) yang ditulis oleh kalangan pemimpin-pemimpin Protestan menyatakan bahwa ‘buku-buku yang umumnya disebut Apokripa yang tidak terjadi oleh inspirasi yang ilahi, tidak termasuk buku yang murni Alkitabiah, dan karena itu tak mempunyai kuasa otoritas dari Gereja Allah ataupun yang dapat diterima ataupun dipakai sebagai buku yang absah murni dari Allah; kecuali hanya sebagai buku-buku biasa yang ditulis oleh seorang manusia’.

Gereja-gereja Pembaharuan tidak menganjurkan pemakaian dari Apokripa ini, dan sebagai konsekwensinya buku tersebut sangat jarang digunakan dalam kalangan Protestan.

Gereja Anglikan (dari Inggris) dalam ke tiga puluh sembilan artikelnya mengambil posisi meditasi dan berpegang pada ‘Gereja memang membaca (Buku-buku Apokripa itu) sebagai teladan dan pegangan untuk hidup; namun hidup mereka tak menunjukkan bahwa mereka memegang satu doktrinpun’.

3. Pseudepigrafa

Sebagai tambahan buku-buku yang disebut Apokripa, ada bermacam-macam karya sastra kuno yang lain, baik dari Yahudi maupun dari kalangan Kristen yang sering disebut dengan nama Pseudepigrafa.

Apokrip, Pseudokrip dan karya tulis sektarian dari Gua-gua Qumran, dan beraneka ragam tulisan kuno lainnya telah banyak membantu untuk mengerti Perjanjian Baru dan Gereja-gereja Pertama. Walaupun tidak sama bobotnya dengan Alkitab yang diwahyukan, tulisan-tulisan itu memerlukan pemeriksaan.

B. BUKU-BUKU YANG BIASANYA DISEBUT APOKRIPA

1. I Esdras (Vulgate, III Esdras)

Buku pertama dari Esdras merupakan suatu seri dari episode-episode dari sejarah Perjanjian Lama yang dimulai dari Paskah yang dilaksanakan di Yerusalem oleh Yosiah (kurang lebih 621 sebelum masehi) dan diakhiri dengan pembacaan Hukum secara umum oleh Ezra (kurang lebih 444 sebelum Masehi).

Kisahnya menceritakan tentang Tiga Orang Pengawal. Tiga orang muda yang bertindak sebagai para pengawal pribadi Raja Darius yang berdebat (hingga tidak tidur) mengenai kekuatan yang terbesar yang ada di dunia ini. Seorang berkata anggur karena pengaruhnya yang aneh pada manusia; yang lain menyebutkan kekuatan itu adalah raja dengan kekuasaannya yang tak terbatas atas bawahan-bawahannya; dan yang ketiga (Zerubabel) yang dengan tegas mengatakan bahwa wanitalah, yang melahirkan seorang laki-laki merupakan terkuat, namun kebenaran adalah suatu kemenangan di atas semua perkara.

Adapun raja, yang diminta untuk menentukan siapa pemenangnya; memilih jawaban Zerubabel dan menawarkan hadiah apapun yang dipilihnya. Zerubabel meminta izin untuk kembali ke Yerusalem dan membangun kembali Kaabah.

Bagian ini berakhir dengan kisah berangkatnya orang Yahudi dalam perjalanan mereka dari Babilonia ke Yerusalem. Kebanyakan para cendekiawan menganggap bahwa I Esdras dikarang di Mesir beberapa saat setelah 150 sebelum Masehi.

2. II Esdras (Vulgate, IV Esdras)

Inti dari II Esdras (pasal 3-14) bermaksud untuk menggambarkan tujuh wahyu apocalyptic (Wahyu Nubuatan) yang didapat Ezra di Babilonia. Mereka prihatin dengan masalah dari penderitaan Israel dan berusaha ‘mengenal jalan Allah pada manusia’.

Pengarangnya jelas seorang Yahudi yang menantikan kedatangan Mesias Israel dan masa kelimpahan yang akan menyertainya. Kata pendahuluannya (pasal 1 dan 2) dan kesimpulannya (pasal 15,16) terisi tambahan-tambahan yang ditulis dari sudut pandang keKristenan.

Intinya kemungkinan tertulis dalam bahasa Aram hingga akhir dari abad pertama setelah Masehi. Pada kira-kira pertengahan abad kedua, kata pendahuluan dari buku itu ditambahkan (dalam bahasa Yunani) dan satu abad kemudian pasal-pasal kesimpulan ditulis. Versi-versi Oriental (daerah Timur) dan banyak naskah-naskah terbaik yang berbahasa Latin hanya mengandung inti buku itu saja.

3. Tobit

Tobit adalah sebuah buku dari fiksi yang bersifat keagamaan, kemungkinan ditulis dalam bahasa Aram selama abad kedua sebelum Kristus. Buku ini mengisahkan tentang seorang Yahudi yang saleh dari suku Naftali di Galilea yang bersama istrinya Anna dan putra mereka yang bernama Tobias, dibawa ke Niniwe oleh Shalmanaser (kurang lebih 721 sebelum Masehi 2Raj 18:9-12).

Dalam tempat pengasingan itu (pembuangan) mereka sangat menghormati dan mentaati Hukum Yahudi.

Ketika Tobit kehilangan penglihatannya, ia mengirimkan putranya ke Rages di Media untuk menagih hutangnya. Seorang malaikat memimpin dia ke Ekbatana dimana dia kemudian jatuh cinta pada seorang janda cantik yang ke tujuh suaminya secara berturut-turut terbunuh oleh roh jahat pada hari perkawinan mereka.

Tobias menikahi janda yang masih perawan ini dan lolos dari kematian dengan jalan membakar organ bagian dalam seekor ikan, asapnya dianggap dapat menerbangkan roh jahat tadi. Sebagai berkat tambahan, empedu yang ada pada ikan itu dipakai untuk menyembuhkan kebutaan Tobit yang sudah tua itu.

4. Yudit

Cerita tentang Yudit kemungkinan ditulis dalam bahasa Ibrani oleh seorang Yahudi Palestina menjelang revolusi Makaben. Cerita ini mengatakan bagaimana Yudit, seorang janda Yahudi membebaskan umatnya dari komandan Siria Holofernes yang sedang dalam perjalanan menuju Bethulia untuk mengepung kota itu.

Merelakan dirinya masuk dalam suatu bahaya yang besar, Yudit memasuki tenda orang-orang Holofernes dimana ia berhasil membujuk orang-orang Siria dengan daya tariknya. Yudit membuatnya mabuk, kemudian ia mengambil pedang Holofernes, memotong kepala Holofernes dan membawanya kembali ke Bethulia sebagai bukti bahwa Allah telah memberikan umatNya kemenangan atas bangsa Siria. Yudit mungkin dapat disamakan dengan Yoel di Alkitab yang membunuh jendral orang Kanaan, Sisera (Hak 4:17-22).

5. Tambahan Pada Kitab Ester.

Menjelang abad ke II atau abad ke I sebelum Kristus lahir, seorang Yahudi Mesir menterjemahkan buku dan kitab Ester yang telah dianggap murni dalam bahasa Yunani; dan pada saat yang sama ia memasukkan sejumlah 107 ayat ke dalam enam tempat yang dirasanya perlu diberi tambahan kutipan-kutipan rohani.

Sisipan-sisipan yang bernilai rohani itu menyebutkan Nama Allah dan doa-doa yang tidak ada dalam kitab Ester yang diterima (telah dianggap murni) untuk gereja.

Sisipan-sisipan yang bersifat apokrip ini menambahkan 10 ayat pada kitab Ester dan 6 pasal tambahan yaitu pasal 11-16.

Walaupun demikian, pada Perjanjian Lama versi Yunani, ayat-ayat sisipan tadi tersebar di seluruh bacaan tersebut hingga sepertinya membentuk suatu cerita yang berkesinambungan.

6. Hikmat Salomon.

Seorang Yahudi Alexandria yang hidup antara tahun 150-50 sebelum Masehi, mengarang sebuah buku tentang pelajaran moral yang dinamainya Hikmat Salomon dengan maksud agar buku itu lebih banyak dibaca orang. Ia berusaha melindungi orang-orang Yahudi di Mesir dari kejatuhan dalam skeptisisme, materialisme dan penyembahan berhala. Dia ingin mengajarkan pembaca-pembacanya yang atheis, kebenaran tentang Judaisme dan meyakinkan mereka tentang kesalahan-kesalahan yang ada pada ajaran kekafiran.

Buku ini dimulai dengan teguran bagi pemimpin-pemimpin dunia agar mereka mencari hikmat dan mengikuti kebenaran. Paham teologinya di dasarkan pada Perjanjian Lama, dengan modifikasi yang diambil dari gagasan-gagasan filosofis Yunani yang sedang berlaku di Alexandria pada waktu itu.

Tidak seperti Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang menghormati tubuh, Hikmat Salomon ini menganggap tubuh sebagai sesuatu yang ‘membebani jiwa’ tidak lebih baik daripada ‘kemah duniawi’ yang ‘membebani pikiran yang penuh perhatian’ (9:15).

Keadaan jiwa sebelum dilahirkan (8:19,20) dan kekekalan dari jiwa dipertahankan (3:1-5), walaupun dalam doktrin agama Kristen Ibrani tak diajarkan tentang kebangkitan tubuh jasmani.

7. Pengkhotbah

(Atau hikmat Yesus anak Sirakh).

Pengkhotbah, buku yang berisikan pelajaran moral yang meninggikan kebaikan-kebaikan hikmat ini ditulis dalam bahasa Ibrani antara 200-175 Sebelum Masehi oleh seorang pandai yang rohani dari Yerusalem, yaitu Yesus anak Sirakh.

Cucu dari pengarang ini, seorang Yahudi Alexandria menterjemahkan karya ini ke bahasa Yunani dan memberi tambahan pada pendahuluannya (kurang lebih tahun 132 sebelum Masehi). Kitab ini adalah kitab yang paling panjang dari semua kitab Apokripa dan hanya satu-satunya buku yang diketahui pengarangnya. Seperti kitab Amsal yang telah diakui kemurniannya, Pengkhotbah ini terisi dengan bermacam-macam pokok bahasan yang praktis dan luas, semuanya dari pantang makanan sampai hubungan domestik!

Bagian yang terpanjang yang dalam buku ini (bab 44-50) adalah pujian dari orang-orang yang terkenal yang dengan singkat menggambarkan ciri-ciri dari orang-orang Ibrani yang amat dihormati (dihargai) seperti Henokh, Nuh dan Abraham, kemudian ke Zerubabel dan Nehemia, akhirnya Imam Besar Simon seorang sahabat pada masa hidup penulis.

8. Barukh

Kitab Barukh yang ditulis secara rahasia oleh kawan dan sekretaris Yeremia (Yer 32:12 36:4 51:59) adalah karya yang bagian-bagiannya tidak lengkap sampai abad pertama sebelum Masehi atau lebih. Walaupun bagian terakhir kitab ini ditulis dalam bahasa Yunani, beberapa bagian dari kitab ini ditemukan bahwa aslinya adalah dalam bahasa Ibrani.

Kitab ini dimulai dengan sebuah doa penyesalan, yang menunjukkan suatu keadaan bahwa tragedi yang terjadi pada Yerusalem hanyalah akibat dosa-dosanya (3:8).

Bagian kedua yang puitis dari buku ini menjelaskan bahwa ketidak beruntungan Israel disebabkan karena ia mengabaikan hikmat (3:9 s/d 4:4). Hikmat ini, yang pujiannya dinyanyikan oleh penulis yang mempunyai pikiran filosofis, dapat disamakan dengan Hukum Allah (4:1-3).

Bagian ketiga dari buku ini yang juga bersifat puitis, adalah suatu pesan yang menghibur dan memberi harapan bagi Israel yang sedang tertekan. Musuh akan dihancurkan dan umat Israel akan kembali dalam kemenangan! Barukh adalah salah satu dari buku Apokripa yang bernafaskan semangat dari nabi-nabi Perjanjian Lama, walaupun padanya masih kurang dalam keasliannya.

9. Surat Yeremia

Kurang lebih tahun 300 Sebelum Masehi, seorang pengarang tidak dikenal menuliskan khotbah yang penuh semangat yang didasarkan pada Yer 11:10. Di dalamnya pengarang menunjukkan kelemahan ilah-ilah dari kayu, perak dan emas.

Khotbah ini dikenal sebagai surat Yeremia, yang aslinya ditulis dalam bahasa Ibrani (atau bahasa Aram) walaupun khotbah yang masih ada hanya dalam bahasa Yunani dan terjemahan-terjemahan ke bahasa lainnya juga dari bahasa Yunani.

Karena banyaknya tulisan-tulisan dalam bahasa Yunani dan Siria, sebanyak versi-versi Latin yang menghubungkan surat Yeremia dan kitab Barukh; dari kitab Apokripa, tampaknya pasal yang ke enam dari kitab Barukh itu yang sebagian besar diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Walaupun demikian, surat Yeremia tidak ada hubungannya dengan kitab Barukh dan beberapa pengamat kuno telah menempatkan surat Yeremia tersebut di belakang kitab Ratapan yang Alkitabiah.

10. Doa Azariah Dan Nyanyian Dari Tiga Orang Pemuda

(Ini adalah tambahan dari kitab Daniel, disisipkan antara Dan 3:23 Dan 3:24).

Beberapa saat menjelang abad ke II dan I sebelum Masehi, tiga ‘tambahan’ bagi kitab Daniel yang murni, asli yang merupakan kitab Apokripa yang terpisah, ditulis oleh pengarang-pengarang yang tidak dikenal.

Bagian pertama dari doa Azariah dan nyanyian dari tiga orang muda ini, kemungkinan ditulis dalam bahasa Ibrani oleh seorang Yahudi yang saleh pada masa kesengsaraan umatnya di tangan Antiokus Epipanes atau pada masa pemberontakan Makabean yang mengikutinya.

Menjelang ujian dari dapur api yang menyala-nyala, Azariah dilukiskan sedang memuji Allah, mengakui dosa-dosa umatnya dan berdoa untuk pembebasan bangsanya.

Kemudian malaikat Tuhan datang ke dalam dapur api dan menghentikan nyala api dan dalam dapur tersebut hingga tidak mencelakakan ketiga anak muda itu. Kemudian dari dapur api tadi mereka menyanyikan puji-pujian pada Allah dalam nyanyian yang isinya mengingatkan kita pada Mzm 148 dan bentuknya seperti Mzm 136.

11. Susanna

Tidak jelas apakah kitab Susanna yang asli ditulis dalam bahasa Ibrani atau Yunani. Pengarangnya tidak dikenal dan hidup antara abad I dan II sebelum Masehi, tetapi kita tak begitu mementingkan detail-detail lain tentang kehidupannya. Walaupun demikian buku ini dikenal sebagai satu dari cerita-cerita pendek yang terkenal/besar di dunia kesusasteraan.

Kitab ini menceritakan bagaimana dua orang tua-tua/pemimpin yang tidak bermoral mengancam untuk bersaksi bahwa mereka melihat Susanna, istri dari seorang Yahudi Babilonia yang berpengaruh, berada dalam pelukan seseorang, jika dia tidak menyerah pada mereka. Ketika dia menolak desakan mereka ini, mereka menuduhnya berzinah dan oleh kesaksian dua orang itu, ia kemudian dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati.

Tetapi kemudian seorang pemuda yang bernama Daniel memasuki pemeriksaan pengadilan dan memberi pertanyaan-pertanyaan kepada kedua saksi itu secara terpisah. Pada masing-masing dia bertanya untuk menunjukkan pohon dimana saksi-saksi itu telah melihat Susanna dan kekasihnya yang seperti mereka tuduhkan itu.

Oleh jawaban-jawaban mereka sendiri yang tidak konsisten itu pemimpin-pemimpin/ tua-tua yang bersalah itu dihukum mati dan Susana pun diselamatkan. Dalam Septuagin, buku Susana di tempatkan sebelum kitab Daniel; dalam Vulgate, kitab Susana berada setelah kitab Daniel.

12. Bel Dan Naga

Cerita tentang Bel dan Naga kemungkinan ditulis dalam bahasa Ibrani kurang lebih pada pertengahan abad I Sebelum Masehi dan ditambahkan pada kitab Daniel oleh penterjemahnya ke bahasa Yunani. Pada Septuaginta cerita ini secara langsung mengikuti kitab Daniel, sedangkan pada Vulgate, cerita ini berada setelah cerita Susanna.
Cerita tentang Bel adalah satu dari cerita-cerita detektif yang tertua di seluruh dunia. Ceritanya adalah tentang bagaimana Sirus, raja Persia bertanya pada Daniel mengapa Daniel tidak menyembah Bel, dewa orang Babel.

Sirus memberitahu Daniel berapa banyak tepung dan minyak serta berapa banyak domba yang dihabiskan Bel, dewa Babel itu setiap harinya. Segera setelah itu Daniel membujuk Sirus untuk menyimpan persembahan-persembahan yang biasa dipersembahkan di dalam kuil, kemudian menutup dan mengunci pintu-pintu kuil tersebut.

Sementara itu Daniel menyebarkan abu di sekeliling lantai kuil itu. Keesokan harinya makanan itu hilang dan lantainya penuh dengan jejak-jejak kaki para imam, isteri dan anak-anak mereka yang masuk ke dalam kuil melalui pintu rahasia yang ada di bawah meja, yang pada malam hari mereka datang masuk ke kuil dan memakan habis persembahan-persembahan tersebut.

Karena diyakinkan atas kelicikan imam-imam Bel ini, maka raja memerintahkan agar mereka dibunuh dan kuil mereka dihancurkan.

Naga sesungguhnya adalah seekor ular yang disembah raja sampai Daniel membunuh ular itu dengan memberi makan aspal, gemuk/lemak dan rambut.

Orang-orang Babel menjadi sangat marah karena allah/dewa mereka hancur dan menuntut supaya Daniel dihukum mati. Dengan terpaksa raja menyetujuinya dan Daniel dimasukkan dalam gua singa-singa (lihat Dan 6:1-28).

Tetapi singa-singa itu tidak menganggu Daniel karena secara ajaib diberi makan oleh nabi Habakuk yang dibawa oleh seorang malaikat dari Judea ke gua singa-singa itu di Babel.

Pada hari yang ketujuh raja membawa Daniel keluar dari gua singa dan memasukkan/melemparkan musuh-musuhnya ke dalam gua itu dan mereka langsung diterkam oleh singa-singa itu. Cerita dari Bel dan Naga ini dimaksudkan untuk menganggap penyembahan berhala itu sesuatu yang menggelikan dan untuk menunjukkan bahwa imam-imam kafir itu tidak benar.

13. Doa Manasye.

Kitab ini mungkin ditulis sekitar dua abad terakhir Sebelum Masehi oleh seorang Yahudi Palestina. Para ahli tidak dapat mengetahui secara pasti apakah kitab ini ditulis dalam bahasa Ibrani, Aram atau Yunani. Doa ini mungkin ditujukan pada Manasye, raja Yehuda yang menurut 2Taw 33, diangkat ke Babel dan di sana ia bertobat dari penyembahan berhala yang sudah mendarah daging pada tahun-tahun pemerintahannya.

Karya ini dibuat berdasarkan doa dari Manasye (2Taw 33:19) dan seorang Yahudi yang saleh tampaknya berusaha untuk menulis sebuah doa yang mestinya telah diucapkan Manasye.

Doa tersebut adalah doa Yahudi kuno yang mempunyai bentuk liturgi yang khas. Doa itu dimulai dengan pujian pada Allah yang kemuliaanNya nampak pada Penciptaan (1-4) dan KemurahanNya pada orang-orang berdosa (5-8). Kemudian disusul dengan pengakuan pribadi (9-10) dan permohonan ampun (11-13). Doa itu berakhir dengan permohonan kemurahan (14) dan akhirnya pujian pendek pada Allah (15).

14. I Makabe

I Makabe adalah rekaman sejarah dalam kurun waktu empat puluh tahun yang dimulai dari Antiokus Epipanes yang naik tahta di Siria (175 Sebelum Masehi) dan berakhir dengan kematian Simon Makabe (135 Sebelum Masehi). Kitab ini mungkin ditulis oleh seorang Yahudi Palestina dalam bahasa Ibrani sekitar tahun 100 Sebelum Masehi.

Kitab ini memberi kita keterangan yang terbaik akan perlawanan orang-orang Yahudi terhadap Antiokus dan perang Makabe yang akhirnya membawa kemerdekaan bagi negara Yahudi. Mattatias adalah imam yang menentang Antiokus dan yang mengorbankan revolusi.

Ini ada hubungannya dengan penindasan anak-anak Mattatias:

Yudas(3:1 sampai 9:22); Yonathan (9:23 hingga 12:53) dan Simon (13: 1 sampai 16:24)
Pesta tahunan orang Yahudi dari Hanukkah, merayakan musim seperti Natal yang memperingati tentang pentahbisan kembali kaabah karena keberanian orang-orang Makabe. pesta itu disebutkan dalam Perjanjian Baru sebagai ’ Hari Raya Pentahbisan Bait Allah’ (Yoh 10:22).

15. II Makabe

II Makabe ini sejajar dengan tujuh pasal pertama dari I Makabe, dalam kurun waktu dari 175-160 Sebelum Masehi. Kitab ini dinyatakan sebagai ringkasan dari sejarah lima jilid yang ditulis oleh Jason dari Kirene (2:19-23), yang identitasnya masih diragukan.

Pengarang dari II Makabe jelas seorang Yahudi Alexandria yang menulisnya dalam bahasa Yunani. Ia mungkin telah menulisnya seawal-awalnya pada 120 Sebelum Masehi atau paling akhir pada abad I Tarikh Masehi.

II Makabe mempunyai nilai sejarah lebih sedikit dan nilai sastra yang lebih banyak dibanding dengan I Makabe. Kitab ini ditulis dari sudut pandang ke Parisian dan penekanannya lebih pada keajaiban dan keindahan, tidak seperti I Makabe yang lebih berbentuk prosa dan bersifat obyektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar