Minggu, 16 Juni 2013

Bagaimana Membuktikan Bahwa Allah Ada?

Apakah Hal Ini Merupakan Sesuatu yang Mustahil?

Apakah langit malam yang cerah berbicara kepada Anda? Ia mengatakan sesuatu? Tidak? Apa yang dikatakannya kepada seorang atlet berbakat berusia 19 tahun yang tergeletak berlumuran darah  —  ia ditusuk karena berada di tempat yang salah pada saat yang salah? Bagaimana dengan seorang istri yang mengalami masalah dan kekecewaan, yang berusaha menghilangkan amarah dan perasaan ditolak dengan berjalan-jalan di pagi hari? Bagaimana pula dengan seorang buruh pabrik berusia 45 tahun yang baru saja kena PHK untuk ketiga kalinya dalam beberapa tahun terakhir ini? Bagaimana dengan pakar astronomi yang pikirannya terpecah antara empirisme yang kaku dan hatinya yang berbicara bahwa ia harus percaya pada apa yang tidak dapat ia lihat?



Apakah Allah ada di balik tirai semesta, di balik atom, serta di balik kelopak dan semerbak kuntum bunga? Apakah Allah ada di tengah-tengah kemajuan iptek dan kegagalan-kegagalan politik? Apakah Dia ada dan dapat dilihat melalui air mata dari orang-orang yang diperlakukan dengan kejam, diperalat, tidak dikasihi, dan hidup hampa?

Inilah pertanyaan-pertanyaan dasar manusia, dan dapat muncul dalam berbagai ragam bentuk sesuai dengan bermacam-macam orang yang hidup di bumi ini. Mereka bertanya:
Bila Allah ada, mengapa Dia tidak menunjukkan diri-Nya kepada kita secara nyata bahwa Dia ada? Di zaman iptek dan penelitian yang canggih ini, bagaimana kita dapat mempercayai sesuatu yang tidak dapat kita lihat? Bila saya melihat semua penderitaan yang dialami manusia di seluruh dunia, bagaimana saya dapat percaya bahwa Allah dapat berdiam diri pada saat manusia hidup sengsara dalam keadaan yang tak layak bagi seekor anjing sekalipun? Mengapa Allah yang baik membiarkan sahabat saya, seorang yang mengasihi sesama manusia dan kehidupan, meninggal pada usia muda? Bila Allah berkuasa, mengapa kita mengalami begitu banyak bencana alam seperti gempa bumi, banjir, badai, dan angin ribut? Saya tidak pernah merasakan kehadiran Allah. Segala sesuatu yang telah saya capai, saya lakukan dengan kekuatan saya sendiri. Saya tidak membutuhkan tongkat penopang yang bernama Allah.

Komentar dan pertanyaan seperti itu sedikit banyak mencerminkan paradoks yang ada antara keindahan langit bertaburan bintang dan bumi yang terlampau sering menjadi penjara yang penuh kengerian.

Dapat dimengerti bila keragu-raguan akan timbul tentang Allah yang tak tampak dan tidak mau tampil dalam acara siaran berita untuk menjawab berbagai kritik yang ditujukan kepada-Nya dan berbagai pertanyaan tentang keberadaan-Nya.

[Mereka yang ragu-ragu membutuhkan bukti-bukti yang kuat dan dapat dipercaya bila mereka memikirkan dengan serius tentang kemungkinan keberadaan Allah.]

Karena alasan ini dan lainnya, mereka yang ragu-ragu membutuhkan bukti-bukti yang kuat dan dapat dipercaya bila mereka memikirkan dengan serius tentang kemungkinan keberadaan Allah. Mereka perlu melihat bahwa orang-orang yang percaya kepada Allah bersikap demikian dengan alasan dan pertimbangan yang baik. Mereka perlu menangkap dengan jelas pendekatan Alkitab terhadap Allah. Mereka perlu melihat bahwa mengetahui keberadaan Allah sebenarnya bukanlah sesuatu yang mustahil.
Pendekatan Alkitabiah

Ketika penulis kitab pertama dari Alkitab mencantumkan kata-kata, "Pada mulanya Allah … ," ia tidak meminta para pembacanya untuk mengandaikan keberadaan Allah. Dari pengalaman, mereka tahu siapa yang dibicarakannya. Sebagaimana si penulis, bangsa Israel juga telah melihat bukti-bukti tentang "Pribadi" yang melakukan berbagai mujizat dan bekerja dalam kehidupan mereka. Kata-kata Musa tentang Allah mengingatkan bangsa Israel tentang "Pribadi" yang menyediakan manna (roti yang disediakan Allah) bagi mereka ketika mereka mengembara di padang gurun; air yang mengalir dari batu ketika mereka haus; tiang api yang mendahului mereka ketika mereka membutuhkan pimpinan; dan jalan untuk melewati Laut Merah ketika mereka terjebak oleh pasukan Mesir. Ya, Musa menuliskan kisah tentang penciptaan bagi mereka yang telah melihat Sang Pencipta berkarya.

Bagaimana dengan orang-orang yang belum pernah mengalami hubungan yang dekat dengan Allah seperti itu? Menurut Alkitab, Allah juga telah memberikan bukti-bukti yang sangat banyak tentang keberadaan-Nya kepada kita. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru mengungkapkan sejumlah bukti yang mengarah pada satu titik dan menunjukkan dengan jelas keberadaan Allah yang tak tampak, yang karena sifat kekal-Nya, masih bersama kita hingga sekarang.

Bukti-bukti ini mencakup apa yang oleh para teolog diklasifikasikan sebagai pernyataan umum dan pernyataan khusus. Dengan pengertian ini, kita akan menetapkan istilah-istilah yang akan kita pakai. Bila kita berbicara tentang pernyataan, kita berbicara tentang Allah yang oleh Roh-Nya, membuka atau menyingkapkan diri-Nya kepada kita. Menurut Alkitab, Allah telah mengambil inisiatif untuk menyatakan diri kepada kita, untuk memberitahukan keberadaan-Nya. Pernyataan umum mengacu pada bukti-bukti umum atau universal tentang keberadaan Allah melalui (1) penciptaan dan (2) akal budi manusia. Pernyataan khusus menunjuk pada bukti-bukti khusus atau adikodrati tentang keberadaan Allah melalui (3) komunikasi khusus dan terutama dalam (4) pribadi Kristus  —  Allah yang menjadi Manusia.

[Saya percaya kepada Allah sama halnya saya percaya pada matahari terbit. Saya melihatnya, tidak hanya dalam dunia di sekeliling saya, namun olehnya saya melihat segala sesuatu.]

Sebagaimana akan kita lihat dalam bab berikut, pendekatan alkitabiah tentang pernyataan umum dan khusus memberikan kepada kita bukti positif yang cukup tentang keberadaan Allah sehingga memungkinkan kita menempatkan iman pada tempat yang benar. Bila kita melakukannya, kita akan mulai melihat bahwa tanpa pengetahuan tentang keberadaan dan kehadiran Allah, kita tidak memiliki penjelasan yang masuk akal tentang kehidupan seperti yang kita kenal. Pernyataan Allah kepada kita melalui Roh-Nya memberi kita suatu pengertian rasional tentang berbagai misteri kehidupan. Hal ini menjawab berbagai pertanyaan tentang keberadaan zat-zat di jagat raya, tentang adanya kehidupan di planet ini, tentang sifat khusus manusia bila dibandingkan dengan binatang, dan sukacita yang kita peroleh dari kesadaran diri tentang siapa kita.

Oleh karena itu, mari kita lihat pendekatan empat jalur dari Alkitab yang akan meyakinkan kita bahwa Allah ada.


Empat Pernyataan Diri Allah

Alkitab tidak meminta kita untuk menerima keberadaan Allah begitu saja. Namun, Alkitab menunjukkan kepada kita bagaimana Allah, melalui Roh-Nya, telah menyatakan diri-Nya kepada kita, baik di masa lampau maupun masa kini.

Saat kita meneliti empat jalur pembuktian alkitabiah, ujilah hal itu dengan pengetahuan Anda tentang alam semesta, hati manusia, Alkitab, dan Yesus Kristus. Lihat, adakah Anda akan menyetujui bahwa Alkitab dapat memberi penjelasan yang lengkap tentang pernyataan Allah kepada Anda.


PERNYATAAN ALLAH: Melalui Penciptaan

Tak seorang pun dapat menyangkal bahwa alam semesta yang kompleks ini adalah suatu keajaiban yang agung dan menakjubkan. Merenungkan keluasan dan keagungannya saja dapat membuat kita pusing. Lalu, bagaimana semua itu bisa ada? Mungkinkah semua ini terjadi karena suatu ledakan raksasa, sebagaimana dikemukakan oleh banyak ilmuwan? Atau semua ini terjadi sebagai hasil perencanaan yang teliti dari Allah Yang Mahabesar?

Mari kita lihat sejenak dua bagian Alkitab yang berbicara tentang pernyataan diri Allah melalui alam semesta. Pertama, kita lihat kitab Ayub dalam Perjanjian Lama. Sebagaimana Anda ingat, Ayub dicobai iblis dengan sangat berat. Seperti manusia zaman sekarang, Ayub menjumpai kesulitan besar untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana Allah yang baik dapat mengizinkan ketidakadilan seperti penyakit dan penderitaan? Ayub dikenal sebagai orang yang sungguh-sungguh mengasihi Allah, namun kekayaan dan anak-anaknya diambil, dan ia sendiri dijangkiti bisul.

[Bila sebuah jam membuktikan keberadaan seorang pembuat jam, namun alam semesta tidak dapat membuktikan keberadaan Arsiteknya Yang Agung, maka saya bersedia disebut orang bodoh.  —  Voltaire]

Setelah lama berusaha mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang Allah, Ayub akhirnya mendengar sendiri dari Allah. Di dalam badai Allah berbicara kepadanya bahwa untuk melihat Dia Ayub harus dapat memandang melampaui berbagai kesulitan yang menekan dan melihat alam semesta serta dunia sekitarnya (Ayub 38). Mari kita perhatikan beberapa bukti alam semesta dalam firman Allah ini dan melihat bagaimana hal-hal tersebut akan menuntun kita kepada suatu kesimpulan:

  • Keajaiban penciptaan bumi (ayat 4-6)
  • Keajaiban langit (ayat 7)
  • Keajaiban keseimbangan laut-darat (ayat 8).
  • Keajaiban fajar yang baru (ayat 12)
  • Keajaiban dasar samudera raya (ayat 16). 
  • Keajaiban siklus hidup-mati (ayat 17). 
  • Keajaiban asalnya terang (ayat 19).
  • Keajaiban badai elektrik (ayat 24).
  • Keajaiban angin (ayat 24).\
  • Keajaiban siklus hidrologis (ayat 25-30).
  • Keajaiban hewan yang memelihara anaknya (Ayub 39:1-3).

Inti perkataan Allah sebenarnya, "Dalam sengsaramu engkau bertanya di mana Aku ketika engkau menderita. Lihatlah kembali dunia di sekelilingmu dan engkau akan melihat Aku di sana dan diingatkan akan kebijaksanaan dan kuasa-Ku." Bruce Demarest, penulis buku General Revelation (Pewahyuan Umum), menulis, "Dengan perantaraan karya penciptaan yang luar biasa, Ayub merasakan keberadaan Allah. Tertegun, merasa rendah, dan dipenuhi rasa hormat saat merenungkan Allah dan karya-karya-Nya, Ayub membuka mulut-Nya dan berkata, ‘Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu’" (Ayub 42:5,6).

[Pilihannya sederhana: pilih Allah yang mandiri atau alam semesta yang mandiri  —  namun alam semesta tidak menunjukkan bahwa ia adalah sesuatu yang mandiri.  —  A. J. Hoover]

Banyak bagian dalam Mazmur juga menyaksikan bahwa alam semesta memberikan bukti tentang keberadaan Allah. Mazmur 19:1-5, misalnya, mengatakan bahwa suara Allah dapat didengar melalui seluruh ciptaan-Nya. Pemazmur menulis:
Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari.

Siang dan malam, kata Pemazmur, kemuliaan Allah diberitakan melalui "langit" dan "cakrawala". Dan berita tersebut tersedia bagi semua yang mau mendengar, karena suara mereka terpencar ke seluruh dunia dan akan didengar "sampai ke ujung bumi".

Untuk memberikan contoh yang mendukung pernyataan pemazmur, kita dapat menggunakan banyak cara. Kita dapat menyampaikan ketidakmungkinan yang logis bahwa hidup dimulai tanpa stimulus dari luar, tak peduli berapa waktu yang ditetapkan para ilmuwan untuk kejadian seperti itu. Kita dapat berbicara tentang pola yang rumit dari gerak benda-benda angkasa di alam semesta, termasuk ketepatan waktu jalur tempuh mereka satu dan lainnya. Kita dapat berbicara tentang kemiringan yang tepat dari bumi, jaraknya yang tepat dari matahari, dan perjalanannya yang tepat melalui tata surya kita, semua itu merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh iklim sedang yang kita nikmati.

Untuk singkatnya, mari kita teliti satu bagian kecil yang penting dari keberadaan kita, yakni mata. Mari kita lihat bagaimana rumitnya mata yang menyiratkan keterlibatan seorang perancang yang sangat pandai dan yang menolak setiap gagasan pengembangan yang sembarangan.

[Berbagai pernyataan dari orang-orang yang tidak percaya, tidaklah lebih berbobot daripada bukti-bukti nyata yang menunjukkan bahwa alam semesta direncanakan dengan cermat oleh Sang Pencipta.  —  Russell DeLong]

Menurut kebanyakan orang yang tidak percaya kepada Allah, kita mencapai keadaan fisik seperti sekarang ini atas dasar evolusi. Mereka menyatakan bahwa apa yang dimulai dari sesuatu yang bersel satu, beberapa ratus juta tahun yang lalu, akhirnya berkembang menjadi manusia. Namun mari kita perhatikan satu organ tubuh yang kecil ini dan melihat apakah secara logis ia dapat menempuh jalur evolusi. Bila tidak, bukankah secara rasio kita dapat menyimpulkan bahwa ia berasal dari tangan Sang Perancang Agung?

Inilah masalahnya. Jika kita mengambil salah satu bagian dari mata, retina, misalnya maka mata tidak akan berfungsi. Atau ambil saja lensanya. Tidak ada penglihatan. Ambil korneanya? Kebutaan. Agar mata dapat berfungsi, semua bagian harus ada dan bekerja. Ini pun sudah merupakan argumentasi kuat akan adanya perencanaan.

[Sebab apa yang tidak tampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat tampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.  —  Paulus (Roma 1:20)]

Namun, mari kita lihat dengan cara lain. Kita bawa konsep ini kembali ke dalam rantai evolusi. Pada suatu ketika dalam perjalanan evolusi, suatu makhluk yang kelak akan menjadi manusia harus mulai memiliki mata. Namun bagaimana mulainya? Mata tidak mungkin berevolusi, karena tidak ada sesuatu yang dapat menyebabkan makhluk itu mulai membentuk mata yang tidak dapat melihat. Teori evolusi mengatakan bahwa perubahan terjadi karena adaptasi. Lalu, apa yang menyebabkan suatu makhluk tak bermata menghendaki mata yang tak berguna pada kepalanya? Bagaimana ia tahu bahwa ia akan membutuhkan mata yang dapat melihat?

Baik mata dapat berfungsi atau tidak, tak ada alasan bagi suatu makhluk untuk mulai membentuk mata yang tak sempurna supaya kelak pada tingkat evolusi lebih tinggi menjadi mata yang dapat melihat. Lalu, di mana mata itu mulai dibentuk? Secara kebetulan atau direncanakan? Kerumitan struktur mata yang mengherankan dan keterkaitan semua bagiannya membuktikan adanya Sang Perancang dan Pencipta yang tahu apa yang Dia lakukan. (Ilustrasi ini diambil dari buku The Truth: God or Evolution? karya Marshall dan Sandra Hall, Baker Book House, 1975).

Alkitab menyatakan bahwa Allah adalah sumber dari segala sesuatu. Penulis surat Ibrani menegaskan hal itu dengan mengatakan:
Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat (Ibrani 11:3).

Ini merupakan pernyataan yang mengherankan. Ia menegaskan bahwa Allah menjadikan seluruh alam semesta dengan menggunakan bahan-bahan yang tak dapat kita lihat, hanya dengan firman-Nya.

[Alam semesta adalah sumber teologi. Alkitab menegaskan bahwa Allah telah menampakkan diri-Nya melalui alam semesta.  —  A. H. Strong]

Walaupun tampaknya sulit untuk dipercaya, namun hal ini masih jauh lebih masuk akal daripada pilihan lain. Jika memang alam semesta tidak diciptakan oleh Allah dari kehampaan, maka jawaban yang paling tepat setelah itu ialah bahwa alam semesta diciptakan oleh "bukan siapa pun" dari kehampaan. Bandingkan kedua ide tersebut berdasarkan akal sehat dan lihat kesimpulan apa yang Anda capai.


PERNYATAAN ALLAH: Melalui Akal Budi

Mengapa hak-hak azasi manusia begitu penting bagi orang-orang di seluruh dunia? Bagaimana sebuah organisasi seperti Amnesty International dapat menentukan perlakuan yang layak bagi manusia tanpa melihat siapa mereka dan di mana mereka tinggal? Mengapa orang-orang di seluruh dunia memiliki standar moral yang sangat mirip satu dengan yang lain? Mungkinkah dasar pengetahuan tentang yang benar dan salah ini merupakan kesaksian dari dalam diri kita tentang keberadaan Allah? Jika demikian, kita seharusnya dapat melihat suatu pernyataan universal tentang kesadaran akan Allah.

Salah satu aktivitas manusia yang tampaknya menguatkan konsep pengetahuan universal tentang Allah adalah perhatian besar manusia terhadap agama. Dalam setiap budaya dan daerah, orang-orang melakukan ibadah. Walaupun sering kali mereka tidak tahu apa yang mereka sembah, tapi pasti ada alasan yang kuat mengapa mereka melakukan hal itu. Dalam diri setiap manusia terdapat perasaan bahwa ada suatu "makhluk" yang lebih tinggi berada di atasnya. Dr. Robert Ratray, seorang pakar dalam agama-agama tradisional Afrika, melihat adanya sifat yang sangat khusus tentang pengetahuan akan Allah yang ada pada manusia melalui pernyataan batin, lepas dari firman Allah. Berbicara tentang orang-orang Ashanti yang hidup di Pantai Emas, Afrika, ia mengatakan:
Saya yakin bahwa dalam pikiran orang Ashanti, konsep tentang makhluk tertinggi tak ada hubungannya sama sekali dengan pengaruh pengabaran Injil, hubungan dengan orang kristiani, maupun, menurut saya, dengan orang-orang dari kepercayaan lain …  Dengan demikian dapat dikatakan bahwa benar makhluk tertinggi yang konsepnya telah menyatu dengan pikiran orang Ashanti, adalah Yehovanya orang Israel. Kita telah melihat bahwa umat manusia memiliki suatu kesaksian batin tentang kebera-daan Allah dan sifat moral-Nya.

Dalam Kis 17, kita melihat contoh tentang kecenderungan manusia untuk beribadah  —  hal itu membuktikan tentang keberadaan Allah dan menunjukkan kecenderungan manusia untuk menyalah artikan pengetahuan yang ia miliki. Ketika Paulus tiba di Atena, ia melihat bahwa kota itu penuh dengan berhala. Mulai dari ayat 22 kita membaca:
Paulus pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata: "Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa. Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: KEPADA ALLAH YANG TIDAK DIKENAL. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu" (ayat 22, 23).

Kemudian Paulus menggunakan kesempatan ini untuk memperkenalkan satu-satunya Allah yang sejati kepada penyembah-penyembah berhala itu. Yang menarik untuk disimak adalah bahwa orang-orang Atena memiliki pengetahuan yang begitu mendalam tentang Allah, sehingga di samping semua berhala, mereka juga menyembah seorang allah yang tidak dikenal, hanya untuk memastikan bahwa tidak ada satu allah pun yang luput mereka sembah. Mereka tidak perlu diyakinkan tentang keberadaan Allah; mereka hanya perlu diarahkan kepada Allah yang benar.

Sebelumnya, dalam surat Roma Paulus mengajukan pertanyaan tentang pengetahuan batin yang mendasar dalam hati semua orang. Ketika ia berbicara tentang orang yang bukan Yahudi, ia berkata bahwa "isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi" (Roma 2:15). Paulus mengimplikasikan bahwa semua orang, hingga taraf tertentu, mengerti apa yang benar dan salah karena Allah telah memberikan pengetahuan ini kepada mereka. Juga orang-orang yang tak pernah terdidik dalam peraturan-peraturan Perjanjian Lama, khususnya Sepuluh Perintah Allah, memiliki pengetahuan batin tentang ide-ide yang mendasar ini. Menurut Paulus, hal ini adalah pengetahuan yang diberikan oleh Allah. Adanya kesadaran universal tentang perilaku yang baik inilah yang menjadi bukti dari keberadaan Allah.

Roma 1:18-32 memberikan bukti kuat bahwa setiap orang memiliki pengetahuan batin tentang Allah. Sebagai contoh, renungkan ayat-ayat berikut ini:
"Sebab murka Allah nyata dari surga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman" (ayat 18).
"Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka" (ayat 19).
"Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya" (ayat 21).
"Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya" (ayat 25).
-" … mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah" (ayat 28).
"Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, mereka tetap berbuat jahat" (ayat 32).

Setiap orang memiliki pengetahuan batin tentang Allah. Paulus mengatakan bahwa "apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka." Namun walaupun semua manusia memiliki kesaksian batin bahwa Allah ada, orang tidak mau mengakuinya, mereka "menindas kebenaran".

Untuk mengakhiri bagian ini, mari kita ingat sejenak reaksi orang-orang di seluruh dunia bila mereka membaca tentang perbuatan-perbuatan keji terorisme atau pelanggaran hak asasi manusia. Perbuatan-perbuatan seperti itu menjijikkan bagi semua orang, tanpa memperhatikan keyakinan atau latar belakang mereka. Mengapa? Apakah ini merupakan hasil dari perilaku sosial yang dipelajari ketika kita menaiki tangga evolusi? Jika demikian, moralitas yang kita miliki hanyalah suatu sifat hewani yang lebih maju. Demikian juga dengan sifat-sifat khusus lainnya, seperti intelektual, belas kasihan, bahkan penalaran ilmiah. Di mana permulaan sifat-sifat ini pada kelompok primata? Mengapa hanya satu makhluk  —  manusia  —  yang memiliki hal-hal ini, walaupun teori evolusi menyatakan bahwa ada hewan-hewan lain yang hidup lebih lama daripada manusia? Dan, apakah yang menyebabkan primata golongan pertama itu mulai mengembangkan moral, belas kasihan, dan sifat-sifat khas lain yang hanya ada pada manusia?
Bukankah akan lebih mudah dipercaya bila dikatakan bahwa suatu jenis makhluk menjadi bermoral karena memiliki Pencipta yang bermoral, "Seseorang" yang menanamkan sifat-sifat tersebut pada semua manusia?


PERNYATAAN ALLAH: Melalui Komunikasi

Meskipun Allah telah menyatakan keberadaan-Nya melalui alam semesta dan kesadaran batin dalam diri kita, tetapi itu belum cukup. Kita tidak akan pernah mengetahui segala sesuatu yang perlu kita ketahui tentang Dia bila Dia tidak memutuskan untuk mengatakannya kepada kita secara khusus tentang diri-Nya melalui cara-cara lain. Kita dapat melihat hasil pernyataan diri yang samar dengan memperhatikan ritual dan penyembahan berhala oleh suku-suku primitif. Melalui alam semesta dan akal budi, mereka menyadari bahwa ada "Seseorang" yang lebih tinggi dari mereka, tetapi mereka tidak tahu siapa "Seseorang" itu sebenarnya. Karena itu mereka berusaha menyembah Allah tanpa mengenal-Nya. Ritual-ritual pengorbanan mereka menunjukkan kesadaran mereka akan "Seseorang" yang mereka rasa harus mereka puaskan. Perhatian mereka pada roh-roh jahat menunjukkan pengetahuan batin mereka terhadap hal yang baik dan jahat. Yang perlu dimengerti oleh orang-orang ini adalah bahwa dengan hanya mengetahui bahwa Allah ada tak dapat memuaskan hati manusia. Manusia perlu mengenal Allah secara pribadi.

Itulah sebabnya sangat penting bagi kita untuk melihat cara ketiga yang dipilih Allah agar kita mengetahui keberadaan-Nya. Selama beribu-ribu tahun, melalui berbagai peristiwa yang terjadi dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dan dituliskan oleh orang-orang yang diilhami Allah, Allah berkomunikasi dengan umat manusia dengan cara-cara khusus. Melalui pernyataan-pernyataan khusus inilah kita mengetahui seperti apa Allah dan apa yang Dia harapkan dari kita.

Alkitab menjelaskan bahwa bukti-bukti pernyataan khusus banyak didapati pada permulaan zaman. Misalnya, Allah berbicara secara langsung kepada Adam di Taman Eden. Dia bertemu dengan Adam untuk bercakap-cakap. Allah memberitahukan kepadanya tentang satu-satunya pohon yang terlarang baginya. Kemudian, ketika Adam dan Hawa melanggar perintah itu, Dia secara tegas menyampaikan penghakiman-Nya atas mereka.

[Kita tidak akan pernah memperoleh 100 persen [Allah] dalam Alkitab melalui bukti-bukti dari teologi alam semesta.  —  A. J. Hoover]

Allah terus berkomunikasi dengan banyak orang setelah Adam dan Hawa dikeluarkan dari Taman Eden. Kain mendengar suara-Nya. Demikian juga Henokh, Nuh, Abraham, Ishak, dan Yakub. Bagi orang-orang zaman dulu tersebut, keberadaan Allah sungguh nyata. Mereka mendengar Dia dengan cara yang membuat keberadaan-Nya tak perlu diragukan lagi.

Pernyataan khusus Allah kepada umat manusia juga terjadi dalam bentuk lain. Selain berbicara dengan tegas secara langsung kepada orang-orang tersebut di atas dan lainnya, Dia juga berkomunikasi dengan cara yang tidak begitu langsung, tetapi sama berartinya. Lewat inspirasi Roh-Nya Dia membuat sejumlah orang menuliskan serangkaian dokumen yang kini kita namakan Alkitab.

Untuk menunjukkan pernyataan Alkitab bahwa Allah berbicara secara langsung melalui para penulisnya, kita dapat melihat beberapa ayat dalam Perjanjian Baru. Dalam 2Petrus 1:21, sang rasul berkata:
Sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.

Inilah pernyataan bahwa para penulis Perjanjian Lama yang berbicara tentang hal-hal seperti penghakiman Allah, peristiwa-peristiwa masa depan, kedatangan Kristus, dan hubungan Allah dengan Israel, tidak berbicara atas nama mereka sendiri. Mereka berbicara atas nama Allah Pencipta.
Ayat lain yang berbicara tentang pernyataan khusus adalah 2Tim 3:16,17, yang di dalamnya Paulus berkata:
Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.

Sekali lagi, pernyataan tersebut disampaikan dengan cara Allah menyatakan diri secara khusus melalui kata-kata di dalam Alkitab. Ayat-ayat dalam 2Timotius ini menunjukkan bahwa dengan membaca dan menaati kata-kata tersebut, seseorang dapat akrab dengan pikiran Allah sehingga ia dapat menjadi pribadi yang dikehendaki Allah.

[Roh Tuhan berbicara dengan perantaraanku, Firman-Nya ada di lidahku.  —  Daud (2Samuel 23:2)]

Namun, dapatkah kita melihat bukti, selain yang dikatakan Alkitab tentang dirinya sendiri, bahwa buku ini berbeda dari semua buku agama-agama lain? Apakah ia cukup bermakna untuk dapat dipercaya sebagai alat komunikasi khusus dari Allah? Bila kita melihat keunikan Alkitab, hal ini menunjukkan bahwa Alkitab bukan suatu kumpulan tulisan dari orang-orang biasa. Sebaliknya, itu merupakan kumpulan dokumen-dokumen yang akurat dan menakjubkan yang telah bertahan selama ribuan tahun. Alkitab menjadi bukti dari sesuatu yang tersusun dan terjaga secara ajaib.

Alkitab unik di antara buku-buku lain karena banyak sebab.
Sebuah cerita tunggal tersusun melalui seluruh kitabnya, walaupun orang-orang yang menulisnya tidak pernah bekerja sama. Kitab-kitab Perjanjian Lama meramalkan dan kitab-kitab Perjanjian Baru mempro-klamirkan kedatangan Mesias-Raja.
Bila Alkitab berbicara tentang hal-hal ilmiah (walaupun tentang hal-hal tersebut para penulis tidak mungkin memiliki bukti-bukti empiris), maka ia selalu tepat (Ayub 26:7-12; Yesaya 40:22; 1Kor 15:39).
Fakta-fakta dan nama-nama bersejarah dalam Alkitab secara terus-menerus terbukti kebenarannya dalam berbagai penelitian dan penemuan arkeologi. Dokumen-dokumen yang diterjemahkan menjadi Alkitab telah terjaga dengan cara-cara yang ajaib, sehingga memberikan catatan-catatan yang tepat tentang apa yang ditulis oleh para penulis Alkitab. Tulisan-tulisan itu menyatakan bahwa dirinya berasal dari Allah (Yeremia 1:2; Yehezkiel 1:1-3; Zefanya 1:1).

Tidak terlalu jauh bila kita menyimpulkan bahwa dengan cara-cara komunikasi yang khusus, Allah telah menyatakan kepada kita lebih dari sekadar keberadaan-Nya. Dia memberi tahu kita tentang sifat, kehendak, dan kasih-Nya kepada umat manusia. Itu sebabnya Alkitab begitu penting. Alkitab memberi tahu kita bagaimana kita dapat menemukan damai dengan Allah Pencipta dan bagaimana kita dapat hidup dengan cara yang berkenan kepada-Nya.


PERNYATAAN ALLAH: Melalui Kristus

Sekalipun kita telah mengenal Allah melalui alam semesta, sadar bahwa Dia ada karena kita memiliki pengetahuan tentang Dia dalam hati kita dan telah membaca tentang Dia dalam Alkitab tetapi faktor-faktor itu saja tidak akan memberikan pernyataan yang lengkap tentang Allah. Untuk mengetahui Allah selengkap mungkin, kita perlu melihat-Nya saat Dia berinteraksi dengan umat manusia. Kita perlu melihat bahwa Dia dapat menggenapi nubuatan-nubuatan para nabi Perjanjian Lama. Hal ini dapat terjadi hanya bila kita melihat Allah ketika Dia menyatakan diri melalui Kristus.

Walaupun kita sering berpikir demikian, sebenarnya pernyataan Allah melalui Kristus tidak dimulai di palungan Betlehem. Dalam Alkitab, Yesus diidentifikasi sebagai Pencipta segala sesuatu (Yohanes 1:1-3). Dia lebih dari bayi penting Yahudi yang terbaring dalam sebuah kandang di Yehuda. Dia merupakan sumber dari semua bukti tentang Allah yang dapat ditemukan dalam penciptaan, akal budi, dan komunikasi.
Selain itu, selama 33 tahun hidup di dunia, Yesus menunjukkan kepribadian dan sifat Allah kepada manusia. Yesus mengatakan bahwa melihat-Nya berarti melihat Bapa (Yohanes 14:9). Di samping itu, Rasul Yohanes menyatakan: "Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya" (Yohanes 1:18).

Sebuah ungkapan yang menunjukkan bahwa Allah secara khusus menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui Kristus, dapat ditemukan pada permulaan surat Ibrani:
Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantara nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantara Anak-Nya (Ibrani 1:1,2).

Dengan demikian, cara keempat Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia adalah melalui kedatangan Kristus ke dunia. Yesus merupakan bukti darah-dan-daging bahwa Allah ada. Bahkan kedatangan Yesus ke dunia sebagai manusia merupakan pernyataan Allah yang terhebat, karena Yesus Kristus adalah Allah.

Dalam Roma 9:5 Rasul Paulus mengatakan, "Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya." Yohanes dalam suratnya yang pertama menyatakan, "Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam Anak-Nya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal" (1Yohanes 5:20). Dan dalam Ibrani 1:8, Bapa berkata kepada Anak, "Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya."

Ya, Dia yang melewati jalan-jalan berdebu di Galilea sambil menyembuhkan orang yang sakit, membangkitkan yang mati dan mengajarkan kebenaran kerajaan Allah, adalah Allah yang berinkarnasi. Bila Dia berbicara, Allah yang berbicara; bila Dia bertindak, Allah yang bertindak. Alkitab mengidentifikasikan diri sebagai Firman yang tertulis, dan Kristus dinamakan Firman Allah yang hidup (Yohanes 1:1-14). Renungkanlah apa artinya bahwa Kristus adalah pernyataan Allah yang terhebat. Jika Anda ingin mengetahui jawaban Allah terhadap mereka yang berada dalam kebutuhan fisik yang terdalam, lihatlah pada Yesus ketika ia menjawab kebutuhan orang banyak dengan penuh belas kasihan. Jika Anda ingin mengetahui sikap Allah tentang legalisme dan pembenaran diri, lihatlah hubungan Kristus dengan kaum Farisi. Jika Anda ingin mengetahui perasaan Allah terhadap mereka yang bertobat, lihatlah kepada Anak Allah ketika Dia mengampuni mereka yang sungguh-sungguh berubah hatinya. Jika Anda ingin mengetahui hubungan Allah dengan mereka yang percaya kepada-Nya, lihatlah kepada Yesus dalam pimpinan-Nya yang lemah lembut terhadap murid-murid-Nya.

[Mengenal Yesus berarti mengenal Allah (Yohanes 8:19; 14:7). Melihat Dia berarti melihat Allah (Yohanes 12:45; 14:9). Percaya kepada-Nya berarti percaya kepada Allah (Yohanes 12:44; 14:1). Menerima Dia berarti menerima Allah (Mr 9:37).  —  John Stott]

Oleh karena itu, bila Anda ingin mengenal Allah, pandanglah Yesus Kristus. Hanya melalui kedatangan Yesus sebagai manusia, terbuka jalan bagi kita yang hidup sesudah masa Perjanjian Lama untuk mengenal Allah.


Melintasi Jembatan

Kita semua punya pilihan. Kita dapat melihat bukti-bukti tentang keberadaan Allah dan percaya bahwa Dia ada, atau mengesampingkan bukti-bukti itu dan memutuskan bahwa tak ada Allah. Bagaimanapun juga, kita harus melintasi jembatan iman, karena kedua jawaban itu tak dapat memberikan pembuktian secara laboratorium. Pertanyaan kuncinya adalah: dalam suatu hal yang begitu mendasar bagi kesejahteraan kita, posisi mana yang (secara jujur) kita pilih? Mari kita lihat sekali lagi pilihan-pilihan yang dapat membimbing kita saat melintasi jembatan tersebut.
PILIHAN 1: Allah ada
Alam semesta mencerminkan adanya seorang perancang dan pencipta, sama seperti sebuah jam atau kamus.
Adanya akal budi manusia sebagai suara hati yang memungkinkan seseorang yang percaya kepada Allah mengikuti pertimbangannya yang terbaik dan nalurinya yang tertinggi.
Tulisan-tulisan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menyatakan bahwa mereka berbicara atas nama Allah dengan cara yang konsisten dengan bukti-bukti tentang Allah dalam penciptaan dan akal budi.
Kristus adalah bukti terkuat tentang Allah karena Dia dinyatakan sebagai Pencipta (Yohanes 1:3); sumber akal budi (Yohanes 1:9), dan fokus dari Alkitab (Yohanes 5:39).

PILIHAN 2: Allah tidak ada
Dunia kita dengan segala sumber daya, kerumitan, dan keteraturannya tanpa ada pendorong, sebab atau sumber dari siapa pun. Segalanya "terjadi" begitu saja.
Hukum-hukum yang mengatur alam semesta telah berkembang tanpa ada bimbingan dan pengarahan.
Lompatan-lompatan besar terjadi karena evolusi, sehingga memungkinkan yang bukan-tumbuhan melintasi jurang dan menjadi tumbuhan, dan yang bukan-binatang menjadi binatang. Tanpa bimbingan, makhluk-makhluk ini mengembangkan otak meski dahulu tidak ada otak, dan alat-alat perasa meski dahulu tidak ada alat-alat seperti itu.
Keacakan menjadi dasar komposisi yang serba halus dan unik dari planet ini yang menempatkan kita dalam oase kehidupan di tengah gurun alam semesta yang bersikap bermusuhan.
Manusia tidak memiliki roh. Keberadaannya berakhir pada saat kematian, sama seperti anjing dan kucing.
Moralitas yang dimiliki manusia dibuatnya sendiri dan berasal dari masyarakat. Karena itu tak seorang pun dapat melakukan penilaian terhadap orang lain.
Alkitab, sebuah Buku yang ditulis oleh 40 orang yang berbeda dan hidup dalam tenggang waktu 1.500 tahun yang membuat berbagai catatan secara terpisah dan mencatat berbagai peristiwa secara mandiri, mengisahkan sebuah cerita tunggal yang terpadu secara luar biasa, merupakan kebetulan yang menak-jubkan.
Tak ada rencana induk buat manusia. Keberadaan kita adalah suatu kebetulan, kerja kita di dunia tidak ada buahnya dan hubungan-hubungan kita dengan orang lain pada akhirnya tidak bermakna sama sekali. Seperti segerombolan binatang buas, kita tidak memiliki tujuan di dunia ini kecuali untuk mempertahankan hidup.
Kristus tidak mengatakan kebenaran ketika berkata bahwa Dia adalah Anak Allah yang datang ke dunia untuk menyelamatkan kita dari kematian kekal dan membawa kita kepada Allah.

Pada pilihan yang mana Anda akan mempertaruhkan masa depan kekal Anda? Jembatan mana yang akan Anda lintasi?


Mengapa Sebagian Orang Tidak Percaya?

Alkitab tidak lagi bersikap diplomatis ketika berbicara tentang mengapa sebagian orang tidak percaya akan keberadaan Allah. Mazmur 14:1 tidak menutupi sesuatu pun ketika mengatakan, "Orang bebal berkata dalam hatinya: ‘Tidak ada Allah.’"

Ucapan ini tidaklah sekeras kedengarannya. Ayat ini tidak menunjuk pada keterbatasan intelektual mereka yang tidak percaya. Kata Ibrani yang diterjemahkan "bebal" di sini menunjuk pada orang yang jahat, licik, dan cacat secara moral. Definisi ini didukung oleh konteksnya, karena ayat 1 memberi penjelasan tentang orang bebal: "Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik." Dengan kata lain, ada orang-orang yang menolak keberadaan Allah karena gaya hidup mereka yang jahat.

Dalam Mazmur 10:13 sebuah pertanyaan muncul, "Mengapa orang fasik menista Allah?" Jawabnya "Sambil berkata dalam hatinya: ‘Engkau tidak menuntut?’" Karena ia tidak mau menghadapi penghakiman atas dosa-dosanya, ia menolak Allah. Rasul Yohanes mengatakan demikian:
 …  manusia lebih menyukai kegelapan daripada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. Sebab barang siapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak tampak (Yohanes 3:19,20).

Orang yang memutuskan untuk hidup tanpa menurut kehendak Allah akan cenderung melihat alam semesta tanpa Allah.

Kata kunci di sini bukanlah keraguan, tetapi penolakan. Kita dapat melihat sebuah ilustrasi tentang hal ini dengan meneliti sebuah kejadian dalam kehidupan Yesus. Dalam Yohanes 5 kita membaca bahwa Yesus menyembuhkan seseorang pada hari Sabat. Ketika orang-orang Farisi mendengar hal ini, mereka marah dan "berusaha menganiaya Yesus" (ayat 16). Situasi menjadi semakin gawat ketika Yesus memanggil Allah sebagai "Bapa-Ku," yang dianggap oleh orang-orang Farisi sebagai suatu pernyataan kesetaraan dengan Allah. Menghadapi para pejabat (rohani) yang marah itu, Yesus memberikan beberapa alasan mengapa mereka seharusnya percaya bahwa Dia adalah Allah.

Namun mereka tidak mau percaya. Dalam penolakan mereka untuk percaya, kita melihat suatu pola yang selalu terulang pada setiap orang yang menolak untuk percaya bahwa Allah ada. Inilah yang dikatakan Yesus tentang ketidaksediaan mereka untuk percaya walaupun bukti-bukti telah jelas:

"Kamu tidak mau datang kepada-Ku  … (ayat 40). "Kamu tidak menerima Aku" (ayat 43). "Kamu tidak percaya … " (ayat 47).

Inti dari ketidakpercayaan, demikian kata Yesus, adalah penolakan. Ini bukan masalah pengetahuan atau bukti  —  kaum Farisi memiliki pengetahuan dan bukti yang sangat banyak. Ini masalah kemauan. Mereka melihat dengan mata kepala sendiri dan mendengar dengan telinga sendiri perbuatan-perbuatan ajaib Yesus. Mereka mengetahui nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama tentang Mesias, namun mereka mengeraskan hati untuk menyangkal keilahian Yesus.

Demikian juga halnya dengan banyak orang yang menolak untuk percaya kepada Allah. Dengan kesadaran dan kemauan sendiri mereka menolak bukti-bukti yang meyakinkan. Mereka memberontak terhadap apa yang mereka ketahui dan lihat sendiri.

Perhatikan perkataan Rasul Yohanes tentang mereka yang tidak mau percaya:
Siapakah pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu adalah antikristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak (1Yohanes 2:22).

Kata-kata itu cukup keras, tetapi menggambarkan dengan jelas masalah dari orang-orang yang secara sadar menyatakan bahwa keempat pernyataan Allah tentang diri-Nya belum cukup untuk meyakinkan mereka akan keberadaan-Nya.


Empat Argumen Klasik

Para pakar telah lama mencari argumen yang tak terbantahkan tentang keberadaan Allah! Namun, dengan argumen saja tidak dapat meyakinkan semua orang, karena selalu akan ada orang-orang skeptis yang menuntut bukti-bukti empiris  —  bukti-bukti yang tidak tersedia.
Namun dari abad ke abad, banyak usaha telah dilakukan untuk menyusun argumen-argumen guna membuktikan bahwa Allah adalah Pencipta dan Pemelihara dunia ini. Di bawah ini tercantum empat hasil upaya para pemikir untuk membuktikan keberadaan Allah.

Argumen Keberadaan Nama klasik:Argumen ontologis. Diungkapkan oleh: Anselm of Canterbury. Pandangan utama: Setiap orang yang mau mempertimbangkan bahwa Allah ada sebenarnya telah mengakui bahwa Allah ada. Inilah logika pernyataan tersebut. Secara definisi, Allah adalah makhluk teragung yang mungkin ada. Bila Dia tidak ada, Dia tidak dapat menjadi makhluk teragung. Oleh karena itu, makhluk seperti itu ada. Dengan kata lain, fakta yang ada di dalam diri kita bahwa ada ide tentang Allah, disebabkan oleh Allah sendiri.

Argumen Penyebab Pertama Nama klasik:Argumen kosmologis. Diungkapkan oleh: Plato dan Aristoteles. Pandangan utama: Dunia kita yang kompleks, terbatas, senantiasa berubah, dan dapat dimengerti dengan akal, harus memiliki satu penyebab pertama yang meyakinkan. Para ilmuwan pada umumnya setuju bahwa dunia kita memiliki awal. Dan awal tersebut harus bertautan dengan sesuatu yang tidak bertautan dengan sesuatu pun untuk keberadaannya. Oleh karena itu, sesuatu yang tidak bertautan kepada sesuatu pun ini haruslah tak terbatas, kekal, tak ada habisnya, dan mandiri. Dan itu pastilah Allah.

Argumen Perencanaan Nama klasik:Argumen teleologis. Diungkapkan oleh: Berbagai pemikir. Pandangan utama: Tujuan dan perencanaan dunia menunjuk pada keberadaan Allah. Ahli ilmu alam kagum akan kompleksitas dari segala sesuatu yang mereka pelajari. Walaupun demikian, semua sistem bekerja dengan baik. Perhatikan keseimbangan antara panas dan dingin, percampuran yang tepat antara oksigen dan gas-gas lainnya, tirai tipis yang melindungi kita dari sinar ultraviolet, hubungan yang kompleks antarbagian sistem ekologi. Semua itu menunjuk pada perencanaan yang canggih.

Argumen Manusia Nama klasik:Argumen antropologis. Pandangan utama: Dasar pemikiran ini berlandaskan pada sifat dasar kepribadian manusia. Bila kita beribadah, kita mampu berpikir secara abstrak dan memproyeksikan diri secara mental ke dunia yang lain. Kita mampu mengambil keputusan-keputusan moral yang berat yang membuat kita bersedia berkorban dengan gagah berani, yang tidak mungkin muncul dari naluri. Kita mengagumi karya seni, musik, dan arsitektur. Sifat-sifat manusia yang luar biasa ini pasti merupakan hasil karya Sang Pencipta yang berdaya pikir, bermoral, dan berpribadi.


Percaya Atau Tidak  —  Enam Pandangan

Saat manusia bergumul untuk menata pandangan-pandangannya tentang Allah, ia sampai pada enam sudut pandang utama.

Inilah skema dari berbagai kepercayaan itu.

KEPERCAYAAN
PANDANGAN DASAR
PENDUKUNG
KATA MEREKA
Agnostisisme
Tidak mungkin mengetahui kebera-daan Allah. Kita tidak dapat menge-tahui bagaimana awal dunia ini
Thomas Huxley William Spencer
"Saya tidak tahu apakah Allah ada atau tidak."
Ateisme
Tidak perlu ada Allah. Dewa-dewa Yunani dan Allah dalam Alkitab sama saja
Madalyn O’Hair, Bertrand Russell  
Allah tidak ada
Deisme
Allah mulai meng-gerakkan alam semesta dan meningkatkannya untuk mencapai hasilnya sendiri. Allah tidak lagi menaruh perhatian pada manusia
Benyamin Franklin, Bertrand Russell
Dunia sepert jam yang diputar sekali oleh Allah dan sekarang sedang berputar terus sampai habis
Panteisme
Kita semua adalah bagian dari Allah. Segala sesuatu yang ada, memiliki Allah didalamnya
Spinoza, Goethe
Seorang pante-isme akan melihat sebuah pohon dan ber-kata “Pohon itu adalah Allah”
Panenteisme
Allah meresapi seluruh alam semesta. Segala sesuatu ada didalam dia
Paul Tillich, New Age Movement
Seorang panente-isme akan melihat sebuah pohon dan ber-kata “Allah ada didalam pohon itu”
Teisme
Hanya ada satu Allah. Dia mencip-takan alam, dan kita dapat mengenal-Nya
Orang Kristiani dan Yahudi
Allah ada dan Dia tidak tinggal diam.
(F. Schaeffer)


Sekarang Saya Percaya Kepada Allah

Craig James Woods adalah seorang ahli meteorologi yang bekerja pada sebuah stasiun televisi, yang profesionalisme dan ketepatan prakiraan cuacanya membuat ia sangat disegani. Di sini ia menceritakan tentang perjalanannya dari ateisme sampai akhirnya menjadi orang yang beriman.

Lima belas tahun yang lalu saya adalah seorang ateis. Saya telah memutuskan bahwa tidak ada Allah. Bagi saya, satu-satunya kekuatan yang bekerja di dunia ini adalah gaya gravitasi, tidak ada sesuatu yang lebih berpribadi dan peduli dibandingkan hal itu.

Saya selalu diberi tahu bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah. Namun dari apa yang saya lihat pada diri orang-orang dan bagaimana mereka saling memperlakukan, saya mendapati sebuah gambaran yang tidak saya sukai. Di samping itu, penderitaan meluas yang ditanggung umat manusia karena banjir, gempa bumi, penyakit, kebakaran, dan bencana-bencana lainnya, menyebabkan saya menyimpulkan bahwa bila ada Allah, Dia pasti tidak memedulikan manusia lebih baik dari saya. Jauh lebih masuk akal untuk percaya bahwa tidak ada Allah daripada ada "Seorang" Allah yang kejam dan semaunya sendiri.

Dengan keyakinan-keyakinan dan semua argumen yang mendukungnya, saya tiba di Grand Rapids pada tahun 1972. Saya siap bekerja keras untuk mencapai semua tujuan yang telah saya tetapkan bagi diri saya. Saya menginginkan keluarga yang bahagia, rumah yang bagus, pekerjaan yang menyenangkan, dan penghasilan yang layak. Pada usia 25 tahun, kelihatannya saya hampir mencapai semua tujuan itu. Namun sesungguhnya saya merasakan kekecewaan yang mendalam karena saya tidak merasakan kepuasan. Bahkan sebaliknya, saya mulai merasakan ketidakpuasan dan ketidaktenangan yang sangat menekan. Saya mulai merasakan kebosanan dalam hidup.
Pada masa itu saya mulai bertemu (atau untuk pertama kalinya memerhatikan) orang-orang yang berbeda kehidupannya. Mereka memiliki damai di dalam diri yang tidak saya miliki karena kemauan saya sendiri. Hal ini membuat saya sangat marah. Dan ketika orang-orang ini mengatakan bahwa damai mereka datang dari Allah yang hidup di dalam diri mereka, saya menjadi lebih marah lagi.
[Mereka memiliki damai di dalam diri yang tidak saya miliki karena kemauan saya sendiri.]
Biasanya saya dapat mengabaikan percakapan tentang Allah yang hidup sebagai suatu omong kosong. Namun, kenyataan akan adanya sesuatu yang berbeda dalam kehidupan orang-orang ini terlalu kuat untuk dibantah. Kemudian saya melihat suatu perubahan pada istri saya, Marcie, yang lebih tak mungkin lagi untuk dibantah. Dalam sekejap, banyak kepedihan, kekhawatiran, dan kebencian dalam dirinya diganti dengan roh kedamaian dan kemantapan, sama seperti yang dialami oleh teman-teman saya.
Tiga minggu kemudian, Marcie memberanikan diri untuk menceritakan kepada saya bahwa ia telah menyerahkan hidupnya kepada Yesus Kristus. Saya tidak dapat melawan-Nya lebih lama lagi. Saya pun menyerahkan hidup saya kepada Allah yang hidup ini, yang telah memperkenalkan diri-Nya kepada saya melalui istri dan teman-teman saya yang diubah-Nya.
Sekarang saya tahu bahwa Allah ada. Dia telah menyatakan diri melalui Alkitab, yang dulu tidak pernah saya percayai. Dia menyatakan diri-Nya melalui rancangan alam semesta yang sekarang saya lihat dari sudut pandang yang berbeda. Dan Dia telah menyatakan diri-Nya melalui hidup orang-orang yang menjadi kunci yang membuka hati saya.
Dia siap dan mau menyatakan diri-Nya kepada Anda juga, bila Anda meminta-Nya untuk memperkenal-kan diri-Nya kepada Anda.


Bagaimana Saya Dapat Mengenal Allah yang Ada?

Apakah Allah ada atau tidak, merupakan pertanyaan yang penting. Namun sebenarnya, mengenal Allah adalah jauh lebih penting. J. I. Packer menulis: "Untuk apa kita diciptakan? Untuk mengenal Allah. Apa yang seharusnya menjadi tujuan hidup kita? Untuk mengenal Allah. Apakah hidup kekal yang diberikan Yesus? Untuk mengenal Allah. Apakah yang terbaik dalam hidup? Mengenal Allah. Apakah yang ada dalam diri manusia yang paling menyenangkan Allah? Pengetahuan akan diri-Nya."
Namun siapakah yang dapat memperkenalkan kita kepada Allah? Mari kita lihat apa kata Yesus kepada murid-murid-Nya:
"Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada. Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ." Kata Tomas kepada-Nya: "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?" Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang dating kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia" (Yohanes 14:1-7).
Kami mengundang Anda untuk mengakui dosa-dosa dan kebutuhan Anda akan Juruselamat. Sadarilah bahwa Kristus telah mati untuk Anda. Dan percayalah kata-kata Yohanes: "Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya" (Yohanes 1:12).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar