Origenes (185-254)
Origenes meyakini bahwa pemikiran manusia juga masih terbatas, sehingga manusia masih memerlukan penyataan dari Allah melalui Alkitab dan Yesus Kristus. Dan dengan segala kemampuannya ia berusaha untuk memahami Alkitabiah sebagai landasan yang kuat, dan asas-asas penafsirannya sudah lama dikenal orang banyak yaitu:
1) Menyelidiki perikop dalam Alkitab untuk memperoleh arti yang wajar, dan 2) Membandingkan isi perikop yang satu dengan perikop yang lainnya yang serupa, sehingga arti dari perikop itu menjadi jelas, sehingga dia menarik kesimpulan bahwa ”Kitab Suci itu disusun oleh Allah dan di dalamnya terdapat arti yang nyata tetapi arti yang lain juga tersembunyi bagi kebanyakan pembaca, sebab itu Alkitab itu merupakan bentuk lahiriah dan misteri-misteri dan juga gambaran-gambaran ilahi”.
Namun metode penafsiran yang dila lakukan ini merupakan Alegoris yang disebut metode ibarat, maksudnya yaitu bahwa nats Alkitab yang dijelaskannya itu merupakan untuk mendukung pendapat dari penafsir itu sendiri. Menurut Origenes metode alegoris ini sangat tepat untuk membebaskan arti dalam perikop yang tersembunyi. Sehingga salah satu tugas dari seorang guru pendidikan Agama Kristen adalah menolong para pelajar untuk memahami arti yang tersembunyi dalam perikop tersebut melalui pendekatan dengan metode alegoris. Origenes sangat menyadari akan pentingnya kesan pertama yang dibuat oleh seorang guru atas diri seorang pelajar. Sang guru juga harus membuka kemungkinan pengalaman dalam kelas yan g jauh berbeda dan sebisa-bisanya menarik hati para pelajar. Origenes memanfaatkan gaya ucapan yang mendobrak hati para pelajarnya, dalam komunikasinya menyatakan kesan yang seolah-olah ingin sekali berdialog dengan para filsuf. Dan ia juga mengecam semua bentuk kebodohan dan ketidaktahuan karena semuanya itu merupakan orang-orang yang bersangkutan tidak mempergunakan karunia besar yang diberikan oleh Allah yaitu kemampuan berfikir secara rasional.
Agustinus (354-430)
Yang dia jelaskan dalam bidang Pendidikan Agama Kristen terdapat dalam 3 karya, yaitu: 1) De Doctrina Christiana (Ajaran Kristiani), 2) De Magistra (Sang Guru) yang menjadi dialog antara Augustinus dengan Adeodatus, dan 3) De Catechizandis Rudibus (Mengkatekisasi oarang yang belum dididik).
Pemikirannya dalam bidang pendidikan berakar dalam refleksinya sebagai seorang Kristen atas pendidikan yang ia alami dulu, dan bidang filsafat khususnya Plato dan juga misteri anugerah Allah yang dinyatakan melalui Alkitab dan Yesus Kristus. Dalam mengajar bukanlah hanya dengan kata-kata melainkan juga dengan segala apa yang dinyatakan secara batin kepadanya oleh Allah, dan kita harus percaya sebelum kita dapat berfikir secara mendalam dan mengerti. Kutipan dari Augustinus yang terkenal yaitu ”Ya Allah, Engkau telah menciptakan kami bagi Dikau sendiri dan hati kami merasa kurang tenteram sebelum ia berhenti bergumul dan merasa tenteram dalam Tuhan sendiri”.
Augustinus menyatakan bahwa gaya mengajar yang dipakai seorang guru perlu disesuaikan dengan sifat khas dari setiap pelajar, jd sebelum mengajar setiap pengajar itu haruslah terlebih dahulu mengetahui latar belakang dari masing-masing pelajar, misalnya seperti: pengalaman pedagogisnya, kemampuan intelektualnya, kewargaannya, status ekonominya, panggilan hidupnya, status sosialnya, umurnya dan lainnya. Guru wajib berdialog dengan setiap pelajar agar dia lebih mengenal pelajarnya untuk engetahui pengertian taraf iman Kristennya, dan guru tidak boleh sering-sering mengulang pengetahuan yang sudah pelajar ketahui sebelumnya, berusaha untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin dan berusaha untuk keserasian antara gaya hidup sendiri dengan pengajarannya. Dan menurut Augustinus Allahlah yang menjadi guru yang utama. Augustinus menentang kecondongan mengotakkan pelajaran dalam yang disebut sebagai ”Sekuler” dan yang disebut ”Agamawi (rohani)”, dan ia tidak setuju dengan pendekatan yang mengajarkan setiap PAK terpisah dengan yang lainnya. Augustinus lebih condong menggolongkan perbuatan hebat Allah yang disaksikan Alkitab dalam masa-masa tertentu, dan perbuatan ajaib Allah tidak berhenti pada penutupan kanon dan Allah masih terlibat dalam gereja dunia.
Ignatius Loyola (1491-1556)
Semua usaha Ignatius Loyola diarahkan pada satu tujuan yaitu menaklukkan kehendak warga Kristen kepada kehendak Allah dan meyakinkan bahwa Gereja harus terdiri atas anggota yang berdisiplin agar pelayanannya efektif dalam kehidupan rohani. Sesungguhnya tujuan pokok mungkin hanya dicapai secara nisbi oleh kelompok kecil saja namun masih berlaku sebagai daya tarik bagi semua warga gereja yang akan mengakibatkan Persekutuan Kristen menjadi gereja. Tujuan pendidikan agama Kristen menurut Ignatius Loyola yaitu ”Untuk melibatkan para warga muda khususnya dalam latiha-latihan rohani dan intelektual yang memupukkehidupan batiniah dan kognitif, untuk membimbing mereka mengambil bagian dalam kebaktian gereja sehingga rela menaati setiap perintahNya dengan dampaknya yang luas dalam urusan-urusan masyarakat, sampai akhirnya mereka memenuhi alasan terakhir mengapa mereka diciptakan Allah”. Ignatius Loyola menyusun peraturan-peraturan asas umum dalam pendidikan agama Kristen dan yang perlu diperhatikan oleh semua orang yaitu:
Origenes meyakini bahwa pemikiran manusia juga masih terbatas, sehingga manusia masih memerlukan penyataan dari Allah melalui Alkitab dan Yesus Kristus. Dan dengan segala kemampuannya ia berusaha untuk memahami Alkitabiah sebagai landasan yang kuat, dan asas-asas penafsirannya sudah lama dikenal orang banyak yaitu:
1) Menyelidiki perikop dalam Alkitab untuk memperoleh arti yang wajar, dan 2) Membandingkan isi perikop yang satu dengan perikop yang lainnya yang serupa, sehingga arti dari perikop itu menjadi jelas, sehingga dia menarik kesimpulan bahwa ”Kitab Suci itu disusun oleh Allah dan di dalamnya terdapat arti yang nyata tetapi arti yang lain juga tersembunyi bagi kebanyakan pembaca, sebab itu Alkitab itu merupakan bentuk lahiriah dan misteri-misteri dan juga gambaran-gambaran ilahi”.
Namun metode penafsiran yang dila lakukan ini merupakan Alegoris yang disebut metode ibarat, maksudnya yaitu bahwa nats Alkitab yang dijelaskannya itu merupakan untuk mendukung pendapat dari penafsir itu sendiri. Menurut Origenes metode alegoris ini sangat tepat untuk membebaskan arti dalam perikop yang tersembunyi. Sehingga salah satu tugas dari seorang guru pendidikan Agama Kristen adalah menolong para pelajar untuk memahami arti yang tersembunyi dalam perikop tersebut melalui pendekatan dengan metode alegoris. Origenes sangat menyadari akan pentingnya kesan pertama yang dibuat oleh seorang guru atas diri seorang pelajar. Sang guru juga harus membuka kemungkinan pengalaman dalam kelas yan g jauh berbeda dan sebisa-bisanya menarik hati para pelajar. Origenes memanfaatkan gaya ucapan yang mendobrak hati para pelajarnya, dalam komunikasinya menyatakan kesan yang seolah-olah ingin sekali berdialog dengan para filsuf. Dan ia juga mengecam semua bentuk kebodohan dan ketidaktahuan karena semuanya itu merupakan orang-orang yang bersangkutan tidak mempergunakan karunia besar yang diberikan oleh Allah yaitu kemampuan berfikir secara rasional.
Agustinus (354-430)
Yang dia jelaskan dalam bidang Pendidikan Agama Kristen terdapat dalam 3 karya, yaitu: 1) De Doctrina Christiana (Ajaran Kristiani), 2) De Magistra (Sang Guru) yang menjadi dialog antara Augustinus dengan Adeodatus, dan 3) De Catechizandis Rudibus (Mengkatekisasi oarang yang belum dididik).
Pemikirannya dalam bidang pendidikan berakar dalam refleksinya sebagai seorang Kristen atas pendidikan yang ia alami dulu, dan bidang filsafat khususnya Plato dan juga misteri anugerah Allah yang dinyatakan melalui Alkitab dan Yesus Kristus. Dalam mengajar bukanlah hanya dengan kata-kata melainkan juga dengan segala apa yang dinyatakan secara batin kepadanya oleh Allah, dan kita harus percaya sebelum kita dapat berfikir secara mendalam dan mengerti. Kutipan dari Augustinus yang terkenal yaitu ”Ya Allah, Engkau telah menciptakan kami bagi Dikau sendiri dan hati kami merasa kurang tenteram sebelum ia berhenti bergumul dan merasa tenteram dalam Tuhan sendiri”.
Augustinus menyatakan bahwa gaya mengajar yang dipakai seorang guru perlu disesuaikan dengan sifat khas dari setiap pelajar, jd sebelum mengajar setiap pengajar itu haruslah terlebih dahulu mengetahui latar belakang dari masing-masing pelajar, misalnya seperti: pengalaman pedagogisnya, kemampuan intelektualnya, kewargaannya, status ekonominya, panggilan hidupnya, status sosialnya, umurnya dan lainnya. Guru wajib berdialog dengan setiap pelajar agar dia lebih mengenal pelajarnya untuk engetahui pengertian taraf iman Kristennya, dan guru tidak boleh sering-sering mengulang pengetahuan yang sudah pelajar ketahui sebelumnya, berusaha untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin dan berusaha untuk keserasian antara gaya hidup sendiri dengan pengajarannya. Dan menurut Augustinus Allahlah yang menjadi guru yang utama. Augustinus menentang kecondongan mengotakkan pelajaran dalam yang disebut sebagai ”Sekuler” dan yang disebut ”Agamawi (rohani)”, dan ia tidak setuju dengan pendekatan yang mengajarkan setiap PAK terpisah dengan yang lainnya. Augustinus lebih condong menggolongkan perbuatan hebat Allah yang disaksikan Alkitab dalam masa-masa tertentu, dan perbuatan ajaib Allah tidak berhenti pada penutupan kanon dan Allah masih terlibat dalam gereja dunia.
Ignatius Loyola (1491-1556)
Semua usaha Ignatius Loyola diarahkan pada satu tujuan yaitu menaklukkan kehendak warga Kristen kepada kehendak Allah dan meyakinkan bahwa Gereja harus terdiri atas anggota yang berdisiplin agar pelayanannya efektif dalam kehidupan rohani. Sesungguhnya tujuan pokok mungkin hanya dicapai secara nisbi oleh kelompok kecil saja namun masih berlaku sebagai daya tarik bagi semua warga gereja yang akan mengakibatkan Persekutuan Kristen menjadi gereja. Tujuan pendidikan agama Kristen menurut Ignatius Loyola yaitu ”Untuk melibatkan para warga muda khususnya dalam latiha-latihan rohani dan intelektual yang memupukkehidupan batiniah dan kognitif, untuk membimbing mereka mengambil bagian dalam kebaktian gereja sehingga rela menaati setiap perintahNya dengan dampaknya yang luas dalam urusan-urusan masyarakat, sampai akhirnya mereka memenuhi alasan terakhir mengapa mereka diciptakan Allah”. Ignatius Loyola menyusun peraturan-peraturan asas umum dalam pendidikan agama Kristen dan yang perlu diperhatikan oleh semua orang yaitu:
- Dalam bimbingan pengajar hendaknya setiap pelajar menghubungkan pengalaman belajarnya dengan tujuannya yang terakhir yaitu mengetahui dan mengasihi Allah dan mengalami keselamatan jiwanya. Agar setiap pelajar mampu menguasai vak-vak yang dipelajarinya, baik itu vak sekuler maupun teologis
- Dengan sarana pelayanan pedagogisnya diharapkan pelajar dapat tamat dengan bersemangat dan cerdas dengan jumlah yang banyak dan manpu mengkhamiri seluruh masyarakat.
- Diharapkan semua bidang cakup dipersatukan sedemikian rupa sehingga mereka turut memberi sumbangan terhadap pencapaian tujuan kurikulum menyeluruh yaitu pandangan Kristen terhadap kehidupan.
- Pokok-pokok iman Kristen adalah hal yang paling penting karena isinya adalah dasar bagi kehidupan Kristen yang dipersatu-padukan. Perguruan tinggi harap mengambil bagian dalam mendukung tujuan kompi Yesus secara umum.
- Bimbingan pada wadah pendidikan Yesuit hendaknya mencakup hal-hal intelektual dan moral agar para pelajar hidup dengan moral yang baik.
- Diharapkan bagi setiap pengajar hendaknya berminat terhadapa setiap pelajar sebagai seorang diri sehingga akan berlangsung dengan baik.
- Sekolah-sekolah Yesuit hendaknya menyampaikan warisan budaya dari masa lampau kepada para pelajar.
- Para pengelola sekolah-sekolah Yesuit harap tetap waspada terhadapa gaya mengajar dan hendaknya selalu menerapkan prosedur dan metode pedagogisnya dengan keadaan khusus yang diperhadapkan kepadanya oleh tempat dan juga orang-orang
- Sang pengajar utama yang diakui yaitu Tuhan sendiri namun Dia bekerja dengan pengajaran dengan status baik awam maupun imam.
- Persiapan mereka ketat dan diharapkan pula supaya mereka bertumbuh terus secara intelektual dan rohani dan diharapkan mereka selalu waspada dengan pendekatan lain dari sumber manapun.
Terimah kasih buat sumber nya . apa tokoh ini merupakan tokoh PAK yg berbicara mengenai moral ? Tolong bimbingannya
BalasHapus