Garis Besar Isi Kitab Raja-raja
Raja-raja menceritakan sejarah kerajaan Israel mulai dari kerajaan bersatu
sampai pembuangan. Segi pandangannya bersifat teologis.
- Kerajaan Salomo (1 Raja-raja 1:1-11:43). Ia naik takhta (1-2), mendapat sukses (3-10) dan kegagalan (11).
- Pecahnya kerajaan bersatu (1 Raja-raja 12-2 Raja-raja 17). Kerajaan pecah menjadi Yehuda di bawah pemerintahan Raja Rehabeam, dan Israel, suku utara (terbanyak) di bawah Raja Yerobeam. Sejak terpecah, kerajaan Israel sangat dipengaruhi agama kafir, terjadi beberapa kali kudeta dan pembunuhan sebelum bangsa ini dibuang ke Asyur. Yehuda tidak terlalu terpengaruh oleh agama kafir, mereka dapat bertahan hanya karena Allah setia pada perjanjian-Nya dengan Daud. Nabi Elia dan nabi Elisa terlibat dalam riwayat Raja-raja, khususnya di Israel.
- Kerajaan Yehuda (2 Raja-raja 18; 19; 20; 21; 22; 23; 24; 25). Walaupun ada pembaruan di bawah pemerintahan Hizkia, namun akhirnya Yehuda tetap jatuh karena agama kafir yang diijinkan oleh Raja Manasye. Meskipun demikian pada akhirnya Kitab Raja-raja tetap diisi dengan nada harapan (2 Raja-raja 25:27-30).
Asal Muasal Kitab Raja-raja
Kemungkinan
adanya Raja-raja dalam bentuknya yang sekarang terjadi sesudah peristiwa
sejarah yang diceritakan dalam Raja-raja, yaitu pembebasan raja Yoyakhin dari
penjara di Babel (2 Raja-raja 25:27-30). Jelas, Raja-raja dalam bentuknya yang
terakhir harus berasal dari kurun waktu sesudah itu. Ada usul tentang keadaan
yang lebih kemudian lagi, mis tarikh pembangunan Bait Allah menurut 1 Raja-raja
6:1 di antara periode yang mencakup Keluaran s/d pembangunan kembali Bait Allah
sesudah pembuangan.
Tapi
sebagian besar Raja-raja pasti ditulis lebih dahulu dari pembuangan. P. R
Ackroyd menyarankan, redaksi pertama kitab Raja-raja dibuat pada tahun-tahun
pertama pembuangan. R. K Harrison menyarankan tahun 561 seusai pembebasan raja
Yoyakhin. J Gray menyarankan ada kemunculan Raja-raja edisi pertama pada zaman
raja Yosia. Memang banyak bagian yang ditulis jauh sebelum pembuangan, dan ada
bagian yang mencerminkan sudut pandang sebelum pembuangan, namun hampir tidak
ada bukti mengenai edisi pertama pada zaman Yosia, atau mengenai versi yang
lebih dini lagi.
Jika ada
suntingan redaksi atas Raja-raja sebelum atau sesudah pembuangan, itu dibuat di
Palestina. Selama zaman pembuangan pekerjaan itu dapat ditangani di Babel atau
di Palestina. Kita tidak mengetahui nama penulis Raja-raja, walaupun golongan
yang bertanggung jawab sering disebut ‘golongan Deuteronomis’, dengan
mencerminkan pandangan bahwa Raja-raja bukan hanya bagian terakhir dari riwayat
yang dimulai dalam Kejadian, tapi juga bagian terakhir dari riwayat sejarah
Deuteronomis yang dimulai dalam Ulangan. Menurut pandangan ini Kitab Nabi-nabi
Terdahulu (Yosua — Raja-raja) ditulis untuk menunjukkan bagaimana
prinsip-prinsip diumumkan di Ulangan, terbukti dalam sejarah Israel pada
penaklukan melalui zaman Hakim dan zaman Kerajaan sampai dengan pembuangan.
Pemegang teori itu lazim menganggap Ulangan ditulis tidak lama sebelum pembuangan,
walaupun teori dapat dipegang tanpa tambahan itu. Tapi harus
diperhatikan, undang-undang yang ditekankan dalam Ulangan tidak sama
penekanannya dalam Raja-raja. Pertama, Raja-raja tidak mencerminkan kepentingan
kemanusiaan, sosial dan moral dari Ulangan. Kedua, Ulangan tidak begitu
menekankan tempat ibadah pusat dan kerajaan seperti Raja-raja, walaupun disebut
dalam beberapa ay. Ulangan tidak menyebut Yerusalem sebagai tempat ibadah
pusat, dan tidak memberi anti teologis pada kerajaan.
Sifat Sastra Kitab Raja-raja
Secara
formal Raja-raja menceritakan riwayat pemerintahan tiap raja. Riwayat tentang
raja di kerajaan Selatan dan kerajaan Utara berjalin untuk membuat struktur
kronologis. Tiap raja dilukiskan dan dinilai menurut suatu pola, yang terlihat paling
jelas dalam riwayat raja Yosafat (1 Raja-raja 22:41-49) dan raja Amon (2
Raja-raja 21:19-26). Tapi bahan lain dimasukkan ke dalam pelukisan dan
penilaian pendek itu, sehingga kadang-kadang permulaan dan kesudahan
pemerintahan seorang raja dipisahkan dengan beberapa ps (mis, riwayat Hizkia, 2
Raja-raja 18; 19; 20). Ke dalam riwayat pemerintahan Salomo, Rehabeam, Ahab,
Yoram, Yehu dan Yoas misalnya, dimasukkan banyak bahan mengenai hal rajawi dan
politik. Cerita lain menceritakan kehidupan nabi, khususnya Elia, Elisa dan
Yesaya, yang pernah terlibat dalam politik dan hal rajawi (dlm 2 Raja-raja 5;
6; 7 nama raja tidak disebut, ia tidak penting). Ada juga cerita tentang
kehidupan dan pelayanan nabi (mis 2 Raja-raja 4). Segi pandangan dari seluruh
karya terlihat sistematis dalam komentar teologis yang mengakhiri sejarah
kerajaan Utara (2 Raja-raja 17).
Ada
bermacam-macam pandangan tentang nilai Raja-raja sebagai dokumen sejarah.
Memang sejarahnya tidak obyektif tapi ‘sejarah beramanat’, isinya dipilih sesuai
amanatnya. Jadi Raja-raja bukan sejarah politik, tidak diceritakan beberapa
zaman penting dalam politik (mis pemerintahan Omri) karena tidak penting bagi
tesis penulis mengenai hubungan Israel dengan Yahweh.
Namun
Raja-raja melibatkan bahan sejarah yang tinggi nilainya. Ringkasan pemerintahan
raja berkata bahwa pembaca dapat melanjutkan pembacaan dalam ‘kitab perbuatan
Salomo’ dan catatan sejarah dari raja-raja. Nampaknya sumber ini menyediakan
fakta sejarah (mis nama ibu raja dan acuan singkat pada peristiwa khusus).
Kronologi kerajaan sangat rumit. Selain kitab sejarah kerajaan itu, banyak ahli
menerima bahwa ps 1-2 merupakan akhir dari cerita tentang Salomo naik takhta,
permulaannya paling mungkin di 2 Sam ps 9. Mengenai riwayat lain dalam Raja-raja,
Gray mis mengakui nilai historis dari bahan cerita tentang peristiwa politik
dan militer dan nabi-nabi. Tapi ia menganggap cerita-cerita pribadi tentang
Elia dan Elisa (1 Raja-raja 17 dan 2 Raja-raja 1; 2; 3; 4; 5; 6) sebagai
dongeng saja, karena menceritakan mujizat. Tidak jelas sumber yang dipakai
penulis kecuali catatan sejarah kerajaan yang disebutnya. Banyak bahan
arkeologis dari Zaman Besi di Israel dan Yehuda, menyoroti peristiwa dalam Raja-raja.
Metode
penulis membuat Raja-raja tidak menjadi kesatuan sastra yang lugas. Penulis
Raja-raja menyampaikan bahan dari sumber datanya dalam bentuk aslinya tanpa
penyuntingan, tapi mempersatukan karyanya dengan cara memakai bingkai khusus,
yaitu rumusan singkat, untuk mengikat bahannya. Kadang-kadang bahan asli, atau
bentuk bagian bahan terkumpul, dapat dipelajari sebagai kesatuan sastra dengan
hasil baik. Cara ini mungkin lebih banyak dipakai pada masa kemudian. Tidak banyak
masalah teks dalam MT, tapi penemuan di Qumran dan bukti dari Tawarikh dan LXX
(Septuaginta), mempengaruhi pengetahuan kita tentang tradisi naskah Raja-raja
(dan kitab-kitab lain) sebelum MT dikerjakan.
Tekanan Kitab Raja-raja
- Raja-raja mulai pada saat sejarah Israel ‘Deuteronomis’ mencapai titik puncaknya, yaitu pada waktu kerajaan masih bersatu. Hal ini menerangkan pentingnya kerajaan Daud dan Bait Allah didirikan oleh Salomo. Perjanjian Yahweh dengan Daud (2Sam 7:11-16) sering disebut oleh Yahweh dan penulis Raja-raja untuk menerangkan kesetiaan-Nya kepada Yehuda dan keturunan Daud (1 Raja-raja 6:12; 11:12-13,36; 2 Raja-raja 8:19; 19:34). Kesetiaan Daud kepada Allah sering (walaupun agak mengherankan) dijadikan tolok ukur menilai raja-raja yang kemudian. Efek dari pemerintahan seorang raja dapat juga bersifat negatif: dosa Manasye dianggap alasan pembuangan seluruh bangsa (2 Raja-raja 24:3-4). Dengan demikian kesejahteraan bangsa terkait pada tindakan raja (2 Raja-raja 21:11-15). Pembangunan Bait Allah dilukiskan dalam ps-ps pertama Raj. Teologi kitab itu terlihat khusus dalam ps 8, Bait Allah dikatakan tempat kediaman nama Allah. W Eichrodt berpendapat, bahwa nama Yahweh adalah bentuk paling maju dari ‘hal merohanikan penyataan Allah’ — cara menyebut kehadiran Allah yang nyata dalam penyataan, tanpa merendahkan transendensi-Nya. Pentingnya Bait Allah membuatnya menjadi tolok ukur pemerintahan raja. Yerobeam I dihukum sebab menciptakan bagi kerajaan Utara bentuk ibadah baru dalam tempat baru (1 Raja-raja 12; 13), dan pengikutnya dihukum karena meneruskan ibadah itu. Yosia yang muncul pada akhir cerita tidak seperti Yerobeam muncul pada permulaannya, dipuji karena memperbaharui ibadah dalam Bait Allah seusai menghancurkan tempat tinggi dan bukit pengorbanan di Betel (2 Raja-raja 22; 23).
- Tapi penulis Raja-raja tidak menilai kerajaan dan Bait Allah sebagai yang tertinggi. Keduanya harus takluk pada Taurat. ‘Bagi penulis hubungan antara Musa dengan Daud adalah masalah pokok dari sejarah Israel’. Perjanjian dengan Daud berlaku hanya jika tuntutan dari perjanjian Musa diterima. Peranan penjahat dalam riwayat sejarah Yehuda diperankan oleh Manasye, perbuatannya hampir sama dengan daftar yang tidak boleh diperbuat Israel (bnd 2 Raja-raja 21:2-9 dgn Ulangan 17:2-4; 18:9-12). Manasye dibandingkan dengan Yosia: penulis Raja-raja menekankan arti penting dari penemuan ‘kitab perjanjian’ pada zamannya dengan cara menyebutnya lebih dulu dalam sejarah pemerintahannya (bnd 2Taw 34), dan daftar perbuatannya hampir sama dengan daftar perbuatan yang diperintahkan pada Israel. Dengan demikian tuntutan dan larangan Taurat (khususnya Ul) menyediakan prinsip untuk mengerti sejarah Israel. Jika raja menaati Taurat (khususnya perintah beribadah) ia berkembang, jika sebaliknya, tidak. Ucapan nabi dianggap meneruskan dan mendukung firman tertulis Musa (bnd peranan Hulda setelah Kitab Undang-undang ditemukan, 2 Raja-raja 22:13-20), dan harus diperhatikan oleh raja dan rakyat. ‘Perhatian penulis tertarik pada peranan Firman Allah dalam sejarah’. Raja-raja menggambarkan ‘cara jalan sejarah dibentuk dan diarahkan sampai penggenapan, oleh firman tentang hukuman dan keselamatan yang terus dimasukkan ke dalam sejarah itu’. Hal itu tercapai melalui panjang cerita tentang nabi dan khususnya keterlibatannya dalam politik bangsa. ‘Prakarsa dalam peristiwa politik yang menentukan perjalanan sejarah, adalah kebijakan nabi yang menukar persneling sejarah dengan firman dari Allah’. Hal itu dijelaskan juga dengan cara menceritakan bagaimana nubuat digenapi (1 Raja-raja 11:29-39 dgn 1 Raja-raja 12:15; 1 Raja-raja 13:1-10 dgn 2 Raja-raja 23:15-18; 2 Raja-raja 20:16-17 dgn 2 Raja-raja 24:13). Tekanan pada penggenapan dari nubuat yang benar, mungkin mencerminkan persoalan nubuat yang palsu pada zaman pembuangan. Sikap raja terhadap firman yang disampaikan nabi menunjukkan sikapnya terhadap Allah (Hizkia, Yosia).
- Perjanjian diuraikan dalam Ulangan berupa keterangan. Allah memberkati orang yang setia tapi menimbulkan malapetaka atas orang yang durhaka (Ulangan 28; 29; 30). Sesuai dengan itu, penulis Raja-raja mengatur bahan pemerintahan Salomo untuk menjelaskan bahwa kesulitan raja itu timbul karena hubungannya dengan perempuan asing (1 Raja-raja 11). Tapi penulis mengakui, keadilan Allah tidak senantiasa demikian langsung pelaksanaannya. Pemerintahan Manasye panjang dan makmur, buah kedurhakaannya kelihatan hanya beberapa tahun kemudian (2 Raja-raja 21; 24:3-4), Yosia menaati firman Yahweh tapi mati tragis pada usia muda (2 Raja-raja 23:29).
Penulis
Raja-raja meninjau ulang sejarah bangsanya untuk menerangkan sebab musabab
terjadinya pembuangan, dengan mengakui keadilan Allah dalam hukuman-Nya atas
Israel. Pengakuan itu ‘menaikkan puji karena keadilan dan hukuman Allah’, dan
‘walaupun nampaknya tak ada harapan, namun meletakkan dasar satu-satunya yang
mungkin untuk masa depan’, karena menggantungkan bangsa langsung pada kasih
karunia ilahi.
Bahwa masih
ada harapan terlihat dalam keterbukaan tekanan teologis (lih di atas) pada masa
depan. Mudah-mudahan kesetiaan Allah kepada Daud masih berlaku: cerita
pembebasan Yoyakhin dalam bagian terakhir Raja-raja membuat harapan itu nyata.
Bait Allah dirampas dan dibakar, namun orang masih dapat berdoa di situ, dari
jauh orang dapat berkiblat kepadanya, dan Allah berjanji akan mendengarkan doa
itu (lih 1 Raja-raja 8; 9). Hukuman sudah datang sesuai syarat perjanjian, tapi
perjanjian itu menjamin juga kesempatan bertobat dan kemungkinan adanya pemulihan
seusai hukuman (lih 1 Raja-raja 8:46-53; bnd Ulangan 30). Firman yang
disampaikan nabi tapi yang tidak diperhatikan oleh Israel, adalah alasan lebih
lanjut bagi hukumannya, tapi penggenapan firman itu juga mendorong harapan
bahwa janji pemulihan akan digenapi.
Dengan
demikian dapat dilihat, penulis Raja-raja bertujuan mengajar, ‘membentangkan
pandangan ilahi tentang sejarah Israel’. Lebih dari itu, ia memberitakan kabar
baik dengan membuka kemungkinan Israel masih akan hidup. Atas dasar itu penulis
Raja-raja juga menantang generasi Pembuangan untuk kembali pada Yahweh dalam
pertobatan, iman dan minat akan ketaatan (bnd 1 Raja-raja 8:46-50). ‘Peristiwa
hukuman tahun 587 tidak berarti sejarah umat Allah telah berakhir: titik akhir
itu akan datang hanya jika Israel menolak untuk bertobat’.
Konteks dan Implikasi Kitab Raja-raja
Sebagai satu
dari sekian tanggapan terhadap kejatuhan kerajaan Yehuda dan pembuangan,
Raja-raja dapat dibandingkan dengan Kitab Ratapan (berisi lima mazmur yang
menyatakan perasaan dan harapan percobaan Yehuda sesudah jatuhnya Yerusalem)
dan Yeremia, yang dekat dalam gaya sastra dan teologi dengan Raja-raja. Raja-raja
dapat dinalar dari catatan sejarah yang sejajar di Tawarikh, Yesaya dan
Yeremia.
Menurut J.
Ellul ada dua sumbangan Raja-raja pada Kanon Alkitab. Pertama, Raja-raja
memperlihatkan keikutsertaan ilahi dalam kehidupan politik dan hukuman, dengan
demikian memperingatkan jangan terlalu mementingkan atau terlalu meremehkan
dunia politik itu. Kedua,
ditunjukkannya bagaimana kehendak manusia yang mengambil keputusan politik dan
melaksanakan kebijakannya, saling mempengaruhi dengan keputusan bebas Allah
yang melaksanakan kehendak-Nya melalui keputusan bebas manusia. Allah
bertindak dalam sejarah. Kebenaran itu pernah terlalu ditekankan oleh golongan
ahli Alkitab, kemudian dikurangi pentingnya, namun masih benar. Raja-raja
menekankan kebenaran tersebut. Allah sungguh-sungguh mencapai tujuan-Nya dalam
sejarah, dan umat-Nya sekarang dapat menguji tindakan-Nya masa kini dengan memakai
tindakan-Nya masa lampau sebagai tolok ukur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar