Pengertian
misi akan selalu berhubungan dengan sejarah keselamatan Allah sendiri bagi
umat-Nya mengerti dan memahami dasar dari Teologia. Teologia bukanlah sekedar
kumpulan doktrin/ajaran yang dapat dipegang dan digunakan untuk menghadapi
bermacam-macam persoaln di segala zaman dan tempat. Juga bukan setumpuk
resep-resep agamawi yang manjur dalam memecahkan segala masalah keidupan orang
Kristen. Perkataan Theologia dari bahasa Yunani Theos, yang berarti Allah dan
Logos, yang berarti perkataan.
Jadi,
teologia berarti bidang ilmu yang mempelajari iman dan tindakan dan pengalaman
agama. Sedangkan Misi, menurut Kamus latin bahasa Indonesia, Missio berasal
dari kata Mitto yang mempunyai arti sebagai berikut: Pengiriman; hal mengutus; hal
membiarkan pergi seperti : pembebasan (orang tawanan/tahanan); pemberhentian
(dari dinas militer); Misi, Mitto mempunyai arti: menyebabkan pergi, membiarkan
pergi (membebaskan, melepaskan). Jadi,
Teologi Misi adalah ilmu yang mempelajari iman dan tindakan serta pengalaman
tentang pengutusan atau pengiriman seseorang untuk melakukan pelayanan
pengabaran Injil Yesus Kristus.
Misi
Menurut Perjanjian Lama
Di dalam
Kitab perjanjian Lama tidak terdapat suatu penegasan yang secara tegas untuk
melakukan Pekabaran Injil atau Misi kepada bangsa-bangssa, namun sungguhpun
demikian bukan berarti Allah tidak mempnyai Misi untuk menjangkau bangsa-bangsa
lain. Justru peranan Allah sendirilah misi itu diwujudkan melalui penciptaan
Alam Semesta dan mat-Nya bangsa Israel.
Teologia
Misi yang mempunyai arti mencolok dari kata Misi adalah pengutusan keluar
kepada banga-bangsa (bangsa non Kristen) di dunia untuk menyampaikan suatu
berita keselamatan dan kesukaan (injil) datangnya Kerajaan Allah dalam Tuhan
Yesus Kristus, yang dilakukan baik melalui pemberitaan secara lisan maupun
melalui pelayanan diakonal, yang bersift kesaksian dan pelayanan secara
holistic (keseluruhan). Mengingat
bahwa umat Israel pada jaman perjanjian lama merupakan umat perjanjian Allah,
umat pilihan Allah yang dipilih oleh Allah sendiri untuk menjadikan umat-Nya
yang mengemban Perjanjian Kekal yang menyatakan kasih setia tuhan terhadap
semua orang yang percaya; sehubungan dengan itu agar Israel menjadi berkat bagi
semua Bangsa dimuka bumi, seperti dalam pemanggilan Abraham yang pertama dalam
kejadian 12:2-3 yang berbunyi sebagai berikut: “Aku akan membuat engkau menjadi
bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyur, dan
engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati
engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum
dimuka bumi akan mendapat berkat.”
Di dalam
kejadian 3:15, tersirat janji Allah mengenai rencana Allah bagi penebusan dunia
ini. Ini merupakan misi Allah bagi umat manusia dalam mematahkan perlawanan si
iblis di antara keturuanan wanita (Tuhan Yesus Kristus), terhadap keturunan
ular (iblis danseterusnya) dan janji bahwa akan lahir juru sSelamat melalui
seorang wanita (bnd Yesaya 7:14) serta kemenangan atas maut demi kese;amatan
umat manusia (bnd. Yesaya 53:5; Matius 1:20-23; Yohanes 12:31; Kisah Para Rasul
26:18; Roma 5:18-19; 16:20; I Yoh. 3:8; Wahyu 20:10.
Dalam
pengertian ini Israel bisa disebut juga “Ecclesia” zaman Perjanjian Lama yang
mendapat tugas pengutusan (Misi), juga ke ujung bumi. Memang pada zaman
Perjanjian Lama belum terlihat sebagai Gereja yang bersifat missioner, hanya
sporadic tugas panggilan itu dinampakkan secara individual, umapamanya dalam
diri Abraham, Musa, Yunus dan lain-lain. Menyadari panggilan ini Israel bukan
saja merupakan bangsa yang ditugaskan Allah untuk memerangi bangsa-bangsa lain.
Tetapi sekaligus menjadi motivator untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa yang
ditaklukkannya untukdapat menyampaikan seruan pertobatan terhadap Allah yang
disembah. Dalam melakukan tugas panggilan Misi, bangsa Israel tidak sedikit
harus mengalami penderitaan sebagai “Hamba Tuhan”. Untuk datang kepada
terang-Nya.
Umpamanya
dalam Yesaya dikatakan bahwa: “Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada
terang-Mu, dan Raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimMu. Angkatlah mataMu
dan lihatlah ke sekeliling, mereka semua berhimpuan kepadaMu …” (Yesaya 60:3)
“Bangsa-bangsa akan melihat kebenaranMu, dan semua raja akan melihat
kemuliaanMu, dan orang akan menyebut dengan nama baru yang akan ditentukan oleh
Tuhan sendiri. ” (Yesaya 62:2). Menurut H. Venema dalam bukunya Injil Untuk
Semua Orang, mengatakan bahwa: “Dengan pemanggilan Abram, Tuhan mengambil
kembali inisiatif dari tangan manusia. Tuhan mengambil kembali control atas
langit dan bumi. Tuhan menyatakan diri lagi sebagai Raja segala bangsadan
melanjutkan rencana-Nya. Pemanggilan Abram adalah bukti kuasa Tuhan.”
Berdasarkan
penjelasan di atas, penulis mengambil pelajaran dan pemahaman penting bahwa:
- Orang yang diutus untuk mengabarkan kebenaran Firman Tuhan dalam perjanjian Lama adalah menyangkut tugas esensial bagi Israel sebagai umat Perjanjian.
- Israel dipilih oleh Allah, atas dasar kemurahan dan kasih karunia Allah, dalam rangka rencana keselamatan Allah bagi bangsa-bangsa.
- Umat Israel dalam Perjanjian Lama dipanggil keluar dalam memenuhi utusan Allah ke bangsa-bangsa lain (non Kristen), dalam era zaman baru Israel berfungsi sebagai saksi dan hamba Tuhan.
- Allah mengutus Israel di dalam Perjanjian Lama secara propetis menjadiberkat dan esukaan besar bagi bangsa-bangsa lain. Agar mereka secara berduyun-duyun datang kepada Tuhan untuk menyembah dan memuji-muji Tuhan di dunia yang baru, dimana Yerusalem secara simbolis menjadi pusatnya.
- Pengutusan Israel dalam Perjanjian Lama merupakan landasan dasar dan gambaran perspektif misioner di dalam perjanjian baru yang luas sampai ke ujung bumi dan kedatangan kerajaan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus (Yesaya 60:3; 62:2).
Misi
Menurut Perjanjian Baru
Dalam perjanjian Baru, Misi adalah suatu ekspresi kehidupan sikap orang percaya di dalam kekristenan. Menurut David Royal Brong Ham dalam bukunya Merencanakan Misi, mengatakan bahwa: ”Dalam Perjanjian Baru, misi adalah ekspresi yang wajar dari kekristenan yang hidup.“[1] Yesus Kristus adalah pelopor misi itu sendiri. Oleh karena Ia di dalam hidupnya selalu melakukan tugas pelayanan kepada orang-orang yang perlu pertolongan. Yesus sendiri sepenuhnya menyadari tugas-Nya dari Bapa. Dia tahu berdiri di depan manusia sebagai ganti allah Bapa: lihat Yohanes 14:9). Jadi, Yesus sadar dan mengerti dengan betul bahwa Dia adalah seorang yang diutus, sedang misionaris, sperti yang tertulis dalam Yohanes 6:38: “Sebab Aku telah turun dari Surga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.”
Dalam misi, Yesus ingin apa yang Ia lakukan dapat dilakukan oleh semua orang (Para pengikut-pengikutNya). Menurut Donald Guthrie dalam bukunya Teologia Penjanjian Baru 2, mengatakan bahwa: Yesus memandang misi-Nya sebagai sesuatu yang melibatkan orang lain. Hal ini dengan ringkas dikemukakan dalam Yohanes 17:1 9, dimana Yesus berdoa: Aku menguduskan (Hagiazo) diriKu bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran. Ia tidak hanya berbuat sesuatu demi/untuk mereka melainkan Ia berbuat sesuatu yang melibatkan mereka.[2] Secara umum Misi Perjanjian Baru adalah untuk melaksanakan maksud daripada penebusan Allah bagi dunia. Dengan kata lain, Misi adalah melaksanakan apa yang dikehendaki Allah. Berbeda dengan Misi Perjanjian Lama, maka dalam Perjanjian Baru metode-metode misi tentunya telah berubah dn akan mengalami perubahan senantiasa, akan tetapi misi Allah yang ditegakkan pada prinsipnya tetap sama.
Dalam perjanjian Baru, Misi adalah suatu ekspresi kehidupan sikap orang percaya di dalam kekristenan. Menurut David Royal Brong Ham dalam bukunya Merencanakan Misi, mengatakan bahwa: ”Dalam Perjanjian Baru, misi adalah ekspresi yang wajar dari kekristenan yang hidup.“[1] Yesus Kristus adalah pelopor misi itu sendiri. Oleh karena Ia di dalam hidupnya selalu melakukan tugas pelayanan kepada orang-orang yang perlu pertolongan. Yesus sendiri sepenuhnya menyadari tugas-Nya dari Bapa. Dia tahu berdiri di depan manusia sebagai ganti allah Bapa: lihat Yohanes 14:9). Jadi, Yesus sadar dan mengerti dengan betul bahwa Dia adalah seorang yang diutus, sedang misionaris, sperti yang tertulis dalam Yohanes 6:38: “Sebab Aku telah turun dari Surga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.”
Dalam misi, Yesus ingin apa yang Ia lakukan dapat dilakukan oleh semua orang (Para pengikut-pengikutNya). Menurut Donald Guthrie dalam bukunya Teologia Penjanjian Baru 2, mengatakan bahwa: Yesus memandang misi-Nya sebagai sesuatu yang melibatkan orang lain. Hal ini dengan ringkas dikemukakan dalam Yohanes 17:1 9, dimana Yesus berdoa: Aku menguduskan (Hagiazo) diriKu bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran. Ia tidak hanya berbuat sesuatu demi/untuk mereka melainkan Ia berbuat sesuatu yang melibatkan mereka.[2] Secara umum Misi Perjanjian Baru adalah untuk melaksanakan maksud daripada penebusan Allah bagi dunia. Dengan kata lain, Misi adalah melaksanakan apa yang dikehendaki Allah. Berbeda dengan Misi Perjanjian Lama, maka dalam Perjanjian Baru metode-metode misi tentunya telah berubah dn akan mengalami perubahan senantiasa, akan tetapi misi Allah yang ditegakkan pada prinsipnya tetap sama.
Sumber:
David R. B. Ham, 1980. Merencanakan Misi
Lewat Gereja-geraja Asia, Malang: Gandum Mas
Donald Guthrie, 1978. Teologia Perjanjian
Baru 2, Malang: Gandum Mas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar