Rabu, 30 April 2014

Dasar Teologi Misi

Pengertian misi akan selalu berhubungan dengan sejarah keselamatan Allah sendiri bagi umat-Nya mengerti dan memahami dasar dari Teologia. Teologia bukanlah sekedar kumpulan doktrin/ajaran yang dapat dipegang dan digunakan untuk menghadapi bermacam-macam persoaln di segala zaman dan tempat. Juga bukan setumpuk resep-resep agamawi yang manjur dalam memecahkan segala masalah keidupan orang Kristen. Perkataan Theologia dari bahasa Yunani Theos, yang berarti Allah dan Logos, yang berarti perkataan.


Jadi, teologia berarti bidang ilmu yang mempelajari iman dan tindakan dan pengalaman agama. Sedangkan Misi, menurut Kamus latin bahasa Indonesia, Missio berasal dari kata Mitto yang mempunyai arti sebagai berikut: Pengiriman; hal mengutus; hal membiarkan pergi seperti : pembebasan (orang tawanan/tahanan); pemberhentian (dari dinas militer); Misi, Mitto mempunyai arti: menyebabkan pergi, membiarkan pergi (membebaskan, melepaskan). Jadi, Teologi Misi adalah ilmu yang mempelajari iman dan tindakan serta pengalaman tentang pengutusan atau pengiriman seseorang untuk melakukan pelayanan pengabaran Injil Yesus Kristus. 

Misi Menurut Perjanjian Lama

Di dalam Kitab perjanjian Lama tidak terdapat suatu penegasan yang secara tegas untuk melakukan Pekabaran Injil atau Misi kepada bangsa-bangssa, namun sungguhpun demikian bukan berarti Allah tidak mempnyai Misi untuk menjangkau bangsa-bangsa lain. Justru peranan Allah sendirilah misi itu diwujudkan melalui penciptaan Alam Semesta dan mat-Nya bangsa Israel.

Teologia Misi yang mempunyai arti mencolok dari kata Misi adalah pengutusan keluar kepada banga-bangsa (bangsa non Kristen) di dunia untuk menyampaikan suatu berita keselamatan dan kesukaan (injil) datangnya Kerajaan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus, yang dilakukan baik melalui pemberitaan secara lisan maupun melalui pelayanan diakonal, yang bersift kesaksian dan pelayanan secara holistic (keseluruhan). Mengingat bahwa umat Israel pada jaman perjanjian lama merupakan umat perjanjian Allah, umat pilihan Allah yang dipilih oleh Allah sendiri untuk menjadikan umat-Nya yang mengemban Perjanjian Kekal yang menyatakan kasih setia tuhan terhadap semua orang yang percaya; sehubungan dengan itu agar Israel menjadi berkat bagi semua Bangsa dimuka bumi, seperti dalam pemanggilan Abraham yang pertama dalam kejadian 12:2-3 yang berbunyi sebagai berikut: “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyur, dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum dimuka bumi akan mendapat berkat.”

Di dalam kejadian 3:15, tersirat janji Allah mengenai rencana Allah bagi penebusan dunia ini. Ini merupakan misi Allah bagi umat manusia dalam mematahkan perlawanan si iblis di antara keturuanan wanita (Tuhan Yesus Kristus), terhadap keturunan ular (iblis danseterusnya) dan janji bahwa akan lahir juru sSelamat melalui seorang wanita (bnd Yesaya 7:14) serta kemenangan atas maut demi kese;amatan umat manusia (bnd. Yesaya 53:5; Matius 1:20-23; Yohanes 12:31; Kisah Para Rasul 26:18; Roma 5:18-19; 16:20; I Yoh. 3:8; Wahyu 20:10.

Dalam pengertian ini Israel bisa disebut juga “Ecclesia” zaman Perjanjian Lama yang mendapat tugas pengutusan (Misi), juga ke ujung bumi. Memang pada zaman Perjanjian Lama belum terlihat sebagai Gereja yang bersifat missioner, hanya sporadic tugas panggilan itu dinampakkan secara individual, umapamanya dalam diri Abraham, Musa, Yunus dan lain-lain. Menyadari panggilan ini Israel bukan saja merupakan bangsa yang ditugaskan Allah untuk memerangi bangsa-bangsa lain. Tetapi sekaligus menjadi motivator untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa yang ditaklukkannya untukdapat menyampaikan seruan pertobatan terhadap Allah yang disembah. Dalam melakukan tugas panggilan Misi, bangsa Israel tidak sedikit harus mengalami penderitaan sebagai “Hamba Tuhan”. Untuk datang kepada terang-Nya.

Umpamanya dalam Yesaya dikatakan bahwa: “Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terang-Mu, dan Raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimMu. Angkatlah mataMu dan lihatlah ke sekeliling, mereka semua berhimpuan kepadaMu …” (Yesaya 60:3) “Bangsa-bangsa akan melihat kebenaranMu, dan semua raja akan melihat kemuliaanMu, dan orang akan menyebut dengan nama baru yang akan ditentukan oleh Tuhan sendiri. ” (Yesaya 62:2). Menurut H. Venema dalam bukunya Injil Untuk Semua Orang, mengatakan bahwa: “Dengan pemanggilan Abram, Tuhan mengambil kembali inisiatif dari tangan manusia. Tuhan mengambil kembali control atas langit dan bumi. Tuhan menyatakan diri lagi sebagai Raja segala bangsadan melanjutkan rencana-Nya. Pemanggilan Abram adalah bukti kuasa Tuhan.”

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis mengambil pelajaran dan pemahaman penting bahwa:
  1. Orang yang diutus untuk mengabarkan kebenaran Firman Tuhan dalam perjanjian Lama adalah menyangkut tugas esensial bagi Israel sebagai umat Perjanjian.
  2. Israel dipilih oleh Allah, atas dasar kemurahan dan kasih karunia Allah, dalam rangka rencana keselamatan Allah bagi bangsa-bangsa.
  3. Umat Israel dalam Perjanjian Lama dipanggil keluar dalam memenuhi utusan Allah ke bangsa-bangsa lain (non Kristen), dalam era zaman baru Israel berfungsi sebagai saksi dan hamba Tuhan.
  4. Allah mengutus Israel di dalam Perjanjian Lama secara propetis menjadiberkat dan esukaan besar bagi bangsa-bangsa lain. Agar mereka secara berduyun-duyun datang kepada Tuhan untuk menyembah dan memuji-muji Tuhan di dunia yang baru, dimana Yerusalem secara simbolis menjadi pusatnya.
  5. Pengutusan Israel dalam Perjanjian Lama merupakan landasan dasar dan gambaran perspektif misioner di dalam perjanjian baru yang luas sampai ke ujung bumi dan kedatangan kerajaan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus (Yesaya 60:3; 62:2).

Misi Menurut Perjanjian Baru

Dalam perjanjian Baru, Misi adalah suatu ekspresi kehidupan sikap orang percaya di dalam kekristenan. Menurut David Royal Brong Ham dalam bukunya Merencanakan Misi, mengatakan bahwa:  ”Dalam Perjanjian Baru, misi adalah ekspresi yang wajar dari kekristenan yang hidup.“[1] Yesus Kristus adalah pelopor misi itu sendiri. Oleh karena Ia di dalam hidupnya selalu melakukan tugas pelayanan kepada orang-orang yang perlu pertolongan. Yesus sendiri sepenuhnya menyadari tugas-Nya dari Bapa. Dia tahu  berdiri di depan manusia sebagai ganti allah Bapa: lihat Yohanes 14:9). Jadi, Yesus sadar dan mengerti dengan betul bahwa Dia adalah seorang yang diutus, sedang misionaris, sperti yang tertulis dalam Yohanes 6:38: “Sebab Aku telah turun dari Surga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.”

Dalam misi, Yesus ingin apa yang Ia lakukan dapat dilakukan oleh semua orang (Para pengikut-pengikutNya). Menurut Donald Guthrie dalam bukunya Teologia Penjanjian Baru 2, mengatakan bahwa: Yesus memandang misi-Nya sebagai sesuatu yang melibatkan orang lain. Hal ini dengan ringkas dikemukakan dalam Yohanes 17:1 9, dimana Yesus berdoa: Aku menguduskan (Hagiazo) diriKu bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran. Ia tidak hanya berbuat sesuatu demi/untuk mereka melainkan Ia berbuat sesuatu yang melibatkan mereka.[2] Secara umum Misi Perjanjian Baru adalah untuk melaksanakan maksud daripada penebusan Allah bagi dunia. Dengan kata lain, Misi adalah melaksanakan apa yang dikehendaki Allah. Berbeda dengan Misi Perjanjian Lama, maka dalam Perjanjian Baru metode-metode misi tentunya telah berubah dn akan mengalami perubahan senantiasa, akan tetapi misi Allah yang ditegakkan pada prinsipnya tetap sama.

Sumber:
David R. B. Ham, 1980. Merencanakan Misi Lewat Gereja-geraja Asia, Malang: Gandum Mas
Donald Guthrie, 1978. Teologia Perjanjian Baru 2, Malang: Gandum Mas



Tidak ada komentar:

Posting Komentar