Penulis
Sampai abad 4 Surat ini tidak mendapat
pengakuan secara umum. Orang ragu-ragu menerimanya karena kurang pasti mengenai
penulis, yang menerangkan dirinya sebagai ‘hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus’
(Yakobus 1:1). Umumnya sependapat bahwa Yakobus anak Zebedeus sudah lama mati
martir, sehingga tak mungkin dia penulis Surat ini. Tapi di Spanyol pada abad
Pertengahan Eropa, tradisi mengatakan bahwa dialah penulis Surat itu. Dan dalam
suatu naskah abad 10 Codex Corbeiensis, yang memuat naskah Latin abad 4 dari
Surat itu, disebut dialah penulisnya.
Sesudah secara umum dipahami bahwa Yakobus
saudara Tuhan Yesus-lah penulisnya, dan bahwa dia disebut ‘rasul’ oleh Paulus
(Galatia 1:19), Surat ini memenuhi syarat kerasulan dan diterima dalam kanon.
Tidak ada bukti bahwa Surat ini dalam gereja kuno dikaitkan kepada Yakobus
‘Muda’ (Markus 3:18). Alasan Luther menolak Surat ini setara dengan Kitab-kitab
Kanon lainnya ialah, menurut dia Surat ini bertentangan dengan pandangan Paulus
mengenai masalah pembenaran. Dan jika Yakobus dibandingkan dengan Kitab-kitab
Kanon — demikian Luther — ternyata Yakobus ‘sungguh kitab jerami’. Tapi dalam
penilaian ini Luther sendirian, tidak seorang pun bapak-bapak gereja yang
mendukung dia.
Alamat ‘kepada kedua belas suku di perantauan’ (Markus
1:1), mungkin merupakan ungkapan yang melambangkan jemaat Kristen yang
berserakan di seluruh dunia waktu itu, menjadi alasan kuat untuk memasukkan
Surat ini ke dalam kelompok Surat, yang tidak dialamatkan kepada jemaat
tertentu.
Watak homiletika Yakobus, unsur ke-Yahudi-an dalam
kekristenannya, sastra Hikmat Yudaisme yang terakhir yang digemakannya (’
hikmat’ dapat dikatakan adalah salah satu kata pokoknya; lih Mr 1:5; 3:17),
ucapan-ucapan Yesus yang menggema dalam Khotbah di Bukit (bnd Mr 2:13, dgn Mat
5:7; 3:12 dgn Mat 5:16; 3:17 dgn Mat 7:20; 5:2 dgn Mat 6:19; 5:12 dgn Mat
5:34-37), dan nada wibawa yang terdengar dalam ucapan-ucapan penulis, semuanya
itu selaras dengan tradisi bahwa dialah ‘uskup’ pertama dari Gereja Yerusalem,
ketua sidang yang diceritakan dalam Kisah para Rasul 15.
Lagipula, walaupun Surat ini memuat beberapa ungkapan
sastra yang jelas bukan bersumber pada PL (lih Kisah para Rasul 1:17,23; 3:6),
tapi mempunyai ciri-ciri Ibrani, dibarengi pertanyaan-pertanyaan retorika,
tamsil-tamsil yang tajam, percakapan-percakapan yang berpura-pura,
perumpamaan-perumpamaan yang mengesankan dan lukisan-lukisan yang indah.
Semuanya ini membuat sangat masuk akal untuk membayangkan bahwa kita sedang
mendengar seorang Kristen Yahudi Palestina yang bilingual, yang terus-menerus
tinggal di Yerusalem — sepanjang kita tahu — sejak kebangkitan Tuhan Yesus
sampai maut martirnya kr 30 thn kemudian. Karena jabatannya terhormat dia
mempunyai hubungan dengan orang Yahudi dan orang Kristen dari segala penjuru
dunia. Persamaan bahasa Yunani yang terdapat dalam Surat ini dengan ceramah
Yakobus pada Sidang di Yerusalem (bnd Kisah para Rasul 1:1 dgn Yakobus 1:23;
1:27 dgn Kisah para Rasul 15:14; 2:5 dgn Kisah para Rasul 15:13; 2:7 dgn Kisah
para Rasul 15:17) merupakan bukti yang kuat akan kepenulisan Yakobus.
Penulis Kitab Yakobus: teori-teori lain
Di pihak lain, hampir mutlaknya alpa doktrin Kristen,
kesembarangan kaidah-kaidah moral yang banyak terdapat dalam Surat ini, dan
kenyataan bahwa Yesus Kristus hanya dua kali disebut di dalamnya, mendorong
banyak ahli modern melepaskan pandangan bahwa Surat ini ditulis oleh Yakobus,
saudara Tuhan Yesus kr thn 40-60 M. Ada dua hipotesa pilihan yang digemari.
Pertama, mempradalilkan bahwa suatu khotbah asli Yahudi dicocokkan di kemudian
hari untuk dipakai oleh orang Kristen Yahudi dengan menyisipkan ‘Yesus
Kristus’pada Kisah para Rasul 1:1; 2:1. Kedua, menganggap Surat ini sebagai
khotbah kristiani yang agak kemudian, yang ditulis untuk memenuhi kebutuhan
persekutuan-persekutuan Kristen yang lebih mantap, sesudah semangat penginjilan
memudar. Menurut hipotesa ini penulis ialah seorang Yakobus yang tidak dikenal,
atau seorang penulis lain yang berusaha memberi wibawa kepada karyanya dengan
memakai nama anak Zebedeus atau nama uskup pertama di Yerusalem.
Alternatif pertama bisa menerangkan ungkapan-ungkapan
seperti ‘Abraham, bapak kita’ (Kisah para Rasul 2:21) dan ‘Tuhan semesta alam’
(Kisah para Rasul 5:4), juga tekanan yang diberikan kepada pembenaran karena
perbuatan (Kisah para Rasul 2:14-26). Dapat juga diterangkan gejala bahwa
penulis berbicara seperti Amos kedua, tatkala dia mencela keras orang-orang
kaya (Kisah para Rasul 5:1-6); juga bahwa dia menoleh kepada Abraham (Kisah
para Rasul 2:21), kepada Rahab (Kisah para Rasul 2:25), Ayub (Kisah para Rasul
5:11) dan Elia (Kisah para Rasul 5:17), dan ‘para nabi yang telah berbicara
demi nama Tuhan’ (Kisah para Rasul 5:16) untuk memberi contoh-contoh kebajikan
yang dianjurkannya, dan bukan kepada Yesus. Tapi ciri ini, yang terdapat dalam
Surat ini, tidak menuntut keterangan seperti itu, karena PL-lah Alkitab bagi
masyarakat Kristen perdana. Dan seperti sudah dipaparkan, ‘tak ada satu pun
kalimat dalam Surat itu, yang mungkin dapat ditulis oleh seorang Yahudi tapi
tak mungkin oleh seorang Kristen.’ Tambahan pula, sukar sekali diterima akal
bahwa seorang Kristen, penyisip yang dikhayalkan itu, sanggup mengekang diri
begitu keras, yakni membatasi diri hanya dua kali menyisipkan nama Kristus.
Alternatif kedua dapat diterima jika diandaikan bahwa
Kisah para Rasul 2:24-26 ditulis untuk menghadapi pemutarbalikan ajaran Paulus
mengenai pembenaran karena iman. Kendati demikian, itu tidak dapat menerangkan
ciri-ciri kuno yang terdapat dalam Surat itu, seperti pemakaian kata ‘sinagoge’
untuk kumpulan orang Kristen dalam Kisah para Rasul 2:2. Selanjutnya, jika kita
harus mengandaikan penulis adalah seorang Yakobus yang tidak dikenal, maka
sukar dimengerti mengapa Surat ini mendapat pengakuan. Tapi sebaliknya, jika
kita menganggap Surat ini palsu, maka harus kita tanyakan mengapa penulis tidak
menyebut dirinya ‘rasul Yakobus’ atau ‘Yakobus, saudara Tuhan Yesus’. Lagipula,
walaupun sudah jelas dari bukti yang diberikan oleh Eusebius dan Yerome, bahwa
banyak pakar yang menolak untuk menerima Surat itu asli (ditulis oleh Yakobus),
berdasarkan alasan bahwa bisa saja ditulis oleh orang lain dengan memakai nama
rasul. Tapi kenyataan bahwa Surat itu akhirnya memang diakui berdasarkan
patokan kerasulan, mengisyaratkan bahwa pertimbangan terakhir tidaklah dibuat
tanpa tanggung jawab.
Ajaran Kitab Yakobus
Surat ini dinilai tinggi oleh Gereja Katolik. Mereka
menganggapnya mensahihkan dogma tentang jasa dan pembenaran karena perbuatan,
tentang pengakuan dosa kepada imam (Kisah para Rasul 5:16) dan tentang sakramen
perminyakan (Kisah para Rasul 5:14). Pihak Protestan cenderung terpengaruh oleh
Luther, yakni kurang menghargainya dan memandangnya sebagai setengah Kristen.
Tapi ada tanda-tanda bahwa orang Kristen modern sudah menyadari kebodohan sikap
kurang menekankan kebajikan sebagai akibat ajaran pembenaran karena iman, dan
kurang menekankan tempat kebajikan atau perbuatan yang baik yang patut
diterapkan dalam hidup kekristenan. Surat ini jelas melengkapi, tapi sama
sekali tidak bertentangan dengan Gal dan Rm.
Agaknya Yakobus tidak memakai kata ‘dibenarkan’ dalam
Kisah para Rasul 2:21 dengan menunjuk kepada peristiwa dalam cerita Abraham
disinggung oleh Paulus, lih Kejadian 15:6, tapi menunjuk kepada peristiwa yang
tertulis dalam Kej 22. Dalam peristiwa pertama Abraham ‘dibenarkan’ karena
imannya; dalam peristiwa kedua dia nampak dibenarkan karena kesediaannya untuk
mengorbankan Ishak (sebagai korban sembelihan), jika itu kehendak Yahweh.
Seperti diterangkan oleh Calvin, para penulis Kitab Suci tidak semuanya
dituntut harus memakai argumen yang sama. Dia tambahkan juga, bahwa Surat ini
tidak mengandung sesuatu apa pun yang tidak layak diharapkan dari seorang rasul
Kristus. Surat ini bahkan memberikan banyak pelajaran pokok yang sangat berguna
bagi kehidupan Kristen seperti: panjang sabar, doa kepada Allah, keunggulan dan
buah kebenaran sorgawi, kerendahan hati, kewajiban kudus, pengekangan lidah,
pemeliharaan perdamaian, penguasaan hawa nafsu.
Mencolok sekali, satu-satunya definisi agama sejati
yang pernah diberikan dalam PB, dapat dijumpai hanya dalam Surat yang praktis
ini (Kejadian 1:27). Seperti dikatakan dalam TNTC, ‘Jika iman tidak terterap
dalam kasih dan dogma, bagaimanapun ortodoksnya, tak akan ada sangkut pautnya
dengan hidup; kapan pun orang Kristen tergoda untuk menempatkan dirinya di
pusat agamanya, akan menjadi tidak peduli terhadap kebutuhan sosial dan jasmani
orang-orang lain. Atau, jika mereka menyangkal syahadat kepercayaan mereka
melalui cara hidup mereka, dan kelihatan lebih suka menjadi sahabat manusia
duniawi daripada sahabat Allah, maka pada saat itu Surat Yakobus memperingatkan
mereka, yang mereka tolak dengan risiko sendiri.’
Yakobus 5:13-15 ditafsirkan salah pada tahun-tahun
terakhir ini untuk mendukung ajaran yang keliru mengenai ‘penyembuhan rohani’,
dan perintah dalam Yakobus 5:16 digunakan untuk membenarkan praktik yang
berbahaya, yaitu pengakuan dosa secara terbuka dan tanpa batas. Karena
alasan-alasan tambahan inilah maka Surat ini meminta perhatian khusus
masyarakat Kristen sekarang ini.
Pada zaman dimana kekerasan kodrat ilahi dan
transendensi Allah cenderung dilupakan orang, maka perlu ditekankan ulang
keseimbangan yang disajikan dalam Yakobus ini tentang Allah yang tidak berubah
(Yakobus 1:17), Allah Pencipta (Yakobus 1:18), Allah Bapak (Yakobus 1:27; 3:9),
Allah yang berdaulat (Yakobus 4:15). Allah yang tidak dapat dicobai oleh yang
jahat (Yakobus 1:13); kepada-Nya-lah orang patut menundukkan diri dengan rendah
hati (Yakobus 4:7,10); Allah Pembuat Hukum dan Hakim, yang menyelamatkan dan
yang membinasakan (Yakobus 4:11-12), yang tidak menyabarkan hati terhadap musuh
(Yakobus 4:4-5), yang memberi hikmat (Yakobus 1:5) dan kasih karunia (Yakobus
4:6), yang menjanjikan mahkota kehidupan kepada orang-orang yang mengasihi Dia
(Yakobus 1:12).
Source: Dari berbagai Sumber
Source: Dari berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar