Minggu, 27 April 2014

Kitab Yakobus

Penulis

Sampai abad 4 Surat ini tidak mendapat pengakuan secara umum. Orang ragu-ragu menerimanya karena kurang pasti mengenai penulis, yang menerangkan dirinya sebagai ‘hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus’ (Yakobus 1:1). Umumnya sependapat bahwa Yakobus anak Zebedeus sudah lama mati martir, sehingga tak mungkin dia penulis Surat ini. Tapi di Spanyol pada abad Pertengahan Eropa, tradisi mengatakan bahwa dialah penulis Surat itu. Dan dalam suatu naskah abad 10 Codex Corbeiensis, yang memuat naskah Latin abad 4 dari Surat itu, disebut dialah penulisnya.


Sesudah secara umum dipahami bahwa Yakobus saudara Tuhan Yesus-lah penulisnya, dan bahwa dia disebut ‘rasul’ oleh Paulus (Galatia 1:19), Surat ini memenuhi syarat kerasulan dan diterima dalam kanon. Tidak ada bukti bahwa Surat ini dalam gereja kuno dikaitkan kepada Yakobus ‘Muda’ (Markus 3:18). Alasan Luther menolak Surat ini setara dengan Kitab-kitab Kanon lainnya ialah, menurut dia Surat ini bertentangan dengan pandangan Paulus mengenai masalah pembenaran. Dan jika Yakobus dibandingkan dengan Kitab-kitab Kanon — demikian Luther — ternyata Yakobus ‘sungguh kitab jerami’. Tapi dalam penilaian ini Luther sendirian, tidak seorang pun bapak-bapak gereja yang mendukung dia.

Alamat ‘kepada kedua belas suku di perantauan’ (Markus 1:1), mungkin merupakan ungkapan yang melambangkan jemaat Kristen yang berserakan di seluruh dunia waktu itu, menjadi alasan kuat untuk memasukkan Surat ini ke dalam kelompok Surat, yang tidak dialamatkan kepada jemaat tertentu.

Watak homiletika Yakobus, unsur ke-Yahudi-an dalam kekristenannya, sastra Hikmat Yudaisme yang terakhir yang digemakannya (’ hikmat’ dapat dikatakan adalah salah satu kata pokoknya; lih Mr 1:5; 3:17), ucapan-ucapan Yesus yang menggema dalam Khotbah di Bukit (bnd Mr 2:13, dgn Mat 5:7; 3:12 dgn Mat 5:16; 3:17 dgn Mat 7:20; 5:2 dgn Mat 6:19; 5:12 dgn Mat 5:34-37), dan nada wibawa yang terdengar dalam ucapan-ucapan penulis, semuanya itu selaras dengan tradisi bahwa dialah ‘uskup’ pertama dari Gereja Yerusalem, ketua sidang yang diceritakan dalam Kisah para Rasul 15.

Lagipula, walaupun Surat ini memuat beberapa ungkapan sastra yang jelas bukan bersumber pada PL (lih Kisah para Rasul 1:17,23; 3:6), tapi mempunyai ciri-ciri Ibrani, dibarengi pertanyaan-pertanyaan retorika, tamsil-tamsil yang tajam, percakapan-percakapan yang berpura-pura, perumpamaan-perumpamaan yang mengesankan dan lukisan-lukisan yang indah. Semuanya ini membuat sangat masuk akal untuk membayangkan bahwa kita sedang mendengar seorang Kristen Yahudi Palestina yang bilingual, yang terus-menerus tinggal di Yerusalem — sepanjang kita tahu — sejak kebangkitan Tuhan Yesus sampai maut martirnya kr 30 thn kemudian. Karena jabatannya terhormat dia mempunyai hubungan dengan orang Yahudi dan orang Kristen dari segala penjuru dunia. Persamaan bahasa Yunani yang terdapat dalam Surat ini dengan ceramah Yakobus pada Sidang di Yerusalem (bnd Kisah para Rasul 1:1 dgn Yakobus 1:23; 1:27 dgn Kisah para Rasul 15:14; 2:5 dgn Kisah para Rasul 15:13; 2:7 dgn Kisah para Rasul 15:17) merupakan bukti yang kuat akan kepenulisan Yakobus.

Penulis Kitab Yakobus: teori-teori lain

Di pihak lain, hampir mutlaknya alpa doktrin Kristen, kesembarangan kaidah-kaidah moral yang banyak terdapat dalam Surat ini, dan kenyataan bahwa Yesus Kristus hanya dua kali disebut di dalamnya, mendorong banyak ahli modern melepaskan pandangan bahwa Surat ini ditulis oleh Yakobus, saudara Tuhan Yesus kr thn 40-60 M. Ada dua hipotesa pilihan yang digemari. Pertama, mempradalilkan bahwa suatu khotbah asli Yahudi dicocokkan di kemudian hari untuk dipakai oleh orang Kristen Yahudi dengan menyisipkan ‘Yesus Kristus’pada Kisah para Rasul 1:1; 2:1. Kedua, menganggap Surat ini sebagai khotbah kristiani yang agak kemudian, yang ditulis untuk memenuhi kebutuhan persekutuan-persekutuan Kristen yang lebih mantap, sesudah semangat penginjilan memudar. Menurut hipotesa ini penulis ialah seorang Yakobus yang tidak dikenal, atau seorang penulis lain yang berusaha memberi wibawa kepada karyanya dengan memakai nama anak Zebedeus atau nama uskup pertama di Yerusalem.

Alternatif pertama bisa menerangkan ungkapan-ungkapan seperti ‘Abraham, bapak kita’ (Kisah para Rasul 2:21) dan ‘Tuhan semesta alam’ (Kisah para Rasul 5:4), juga tekanan yang diberikan kepada pembenaran karena perbuatan (Kisah para Rasul 2:14-26). Dapat juga diterangkan gejala bahwa penulis berbicara seperti Amos kedua, tatkala dia mencela keras orang-orang kaya (Kisah para Rasul 5:1-6); juga bahwa dia menoleh kepada Abraham (Kisah para Rasul 2:21), kepada Rahab (Kisah para Rasul 2:25), Ayub (Kisah para Rasul 5:11) dan Elia (Kisah para Rasul 5:17), dan ‘para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan’ (Kisah para Rasul 5:16) untuk memberi contoh-contoh kebajikan yang dianjurkannya, dan bukan kepada Yesus. Tapi ciri ini, yang terdapat dalam Surat ini, tidak menuntut keterangan seperti itu, karena PL-lah Alkitab bagi masyarakat Kristen perdana. Dan seperti sudah dipaparkan, ‘tak ada satu pun kalimat dalam Surat itu, yang mungkin dapat ditulis oleh seorang Yahudi tapi tak mungkin oleh seorang Kristen.’ Tambahan pula, sukar sekali diterima akal bahwa seorang Kristen, penyisip yang dikhayalkan itu, sanggup mengekang diri begitu keras, yakni membatasi diri hanya dua kali menyisipkan nama Kristus.

Alternatif kedua dapat diterima jika diandaikan bahwa Kisah para Rasul 2:24-26 ditulis untuk menghadapi pemutarbalikan ajaran Paulus mengenai pembenaran karena iman. Kendati demikian, itu tidak dapat menerangkan ciri-ciri kuno yang terdapat dalam Surat itu, seperti pemakaian kata ‘sinagoge’ untuk kumpulan orang Kristen dalam Kisah para Rasul 2:2. Selanjutnya, jika kita harus mengandaikan penulis adalah seorang Yakobus yang tidak dikenal, maka sukar dimengerti mengapa Surat ini mendapat pengakuan. Tapi sebaliknya, jika kita menganggap Surat ini palsu, maka harus kita tanyakan mengapa penulis tidak menyebut dirinya ‘rasul Yakobus’ atau ‘Yakobus, saudara Tuhan Yesus’. Lagipula, walaupun sudah jelas dari bukti yang diberikan oleh Eusebius dan Yerome, bahwa banyak pakar yang menolak untuk menerima Surat itu asli (ditulis oleh Yakobus), berdasarkan alasan bahwa bisa saja ditulis oleh orang lain dengan memakai nama rasul. Tapi kenyataan bahwa Surat itu akhirnya memang diakui berdasarkan patokan kerasulan, mengisyaratkan bahwa pertimbangan terakhir tidaklah dibuat tanpa tanggung jawab.

Ajaran Kitab Yakobus

Surat ini dinilai tinggi oleh Gereja Katolik. Mereka menganggapnya mensahihkan dogma tentang jasa dan pembenaran karena perbuatan, tentang pengakuan dosa kepada imam (Kisah para Rasul 5:16) dan tentang sakramen perminyakan (Kisah para Rasul 5:14). Pihak Protestan cenderung terpengaruh oleh Luther, yakni kurang menghargainya dan memandangnya sebagai setengah Kristen. Tapi ada tanda-tanda bahwa orang Kristen modern sudah menyadari kebodohan sikap kurang menekankan kebajikan sebagai akibat ajaran pembenaran karena iman, dan kurang menekankan tempat kebajikan atau perbuatan yang baik yang patut diterapkan dalam hidup kekristenan. Surat ini jelas melengkapi, tapi sama sekali tidak bertentangan dengan Gal dan Rm.

Agaknya Yakobus tidak memakai kata ‘dibenarkan’ dalam Kisah para Rasul 2:21 dengan menunjuk kepada peristiwa dalam cerita Abraham disinggung oleh Paulus, lih Kejadian 15:6, tapi menunjuk kepada peristiwa yang tertulis dalam Kej 22. Dalam peristiwa pertama Abraham ‘dibenarkan’ karena imannya; dalam peristiwa kedua dia nampak dibenarkan karena kesediaannya untuk mengorbankan Ishak (sebagai korban sembelihan), jika itu kehendak Yahweh. Seperti diterangkan oleh Calvin, para penulis Kitab Suci tidak semuanya dituntut harus memakai argumen yang sama. Dia tambahkan juga, bahwa Surat ini tidak mengandung sesuatu apa pun yang tidak layak diharapkan dari seorang rasul Kristus. Surat ini bahkan memberikan banyak pelajaran pokok yang sangat berguna bagi kehidupan Kristen seperti: panjang sabar, doa kepada Allah, keunggulan dan buah kebenaran sorgawi, kerendahan hati, kewajiban kudus, pengekangan lidah, pemeliharaan perdamaian, penguasaan hawa nafsu.

Mencolok sekali, satu-satunya definisi agama sejati yang pernah diberikan dalam PB, dapat dijumpai hanya dalam Surat yang praktis ini (Kejadian 1:27). Seperti dikatakan dalam TNTC, ‘Jika iman tidak terterap dalam kasih dan dogma, bagaimanapun ortodoksnya, tak akan ada sangkut pautnya dengan hidup; kapan pun orang Kristen tergoda untuk menempatkan dirinya di pusat agamanya, akan menjadi tidak peduli terhadap kebutuhan sosial dan jasmani orang-orang lain. Atau, jika mereka menyangkal syahadat kepercayaan mereka melalui cara hidup mereka, dan kelihatan lebih suka menjadi sahabat manusia duniawi daripada sahabat Allah, maka pada saat itu Surat Yakobus memperingatkan mereka, yang mereka tolak dengan risiko sendiri.’

Yakobus 5:13-15 ditafsirkan salah pada tahun-tahun terakhir ini untuk mendukung ajaran yang keliru mengenai ‘penyembuhan rohani’, dan perintah dalam Yakobus 5:16 digunakan untuk membenarkan praktik yang berbahaya, yaitu pengakuan dosa secara terbuka dan tanpa batas. Karena alasan-alasan tambahan inilah maka Surat ini meminta perhatian khusus masyarakat Kristen sekarang ini.

Pada zaman dimana kekerasan kodrat ilahi dan transendensi Allah cenderung dilupakan orang, maka perlu ditekankan ulang keseimbangan yang disajikan dalam Yakobus ini tentang Allah yang tidak berubah (Yakobus 1:17), Allah Pencipta (Yakobus 1:18), Allah Bapak (Yakobus 1:27; 3:9), Allah yang berdaulat (Yakobus 4:15). Allah yang tidak dapat dicobai oleh yang jahat (Yakobus 1:13); kepada-Nya-lah orang patut menundukkan diri dengan rendah hati (Yakobus 4:7,10); Allah Pembuat Hukum dan Hakim, yang menyelamatkan dan yang membinasakan (Yakobus 4:11-12), yang tidak menyabarkan hati terhadap musuh (Yakobus 4:4-5), yang memberi hikmat (Yakobus 1:5) dan kasih karunia (Yakobus 4:6), yang menjanjikan mahkota kehidupan kepada orang-orang yang mengasihi Dia (Yakobus 1:12).

Source: Dari berbagai Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar