Pengertian
Mengajar
bukan tugas yang ringan bagi guru konsekuensi tanggung jawab guru juga berat.
Di kelas guru akan berhadapan dengan sekelompok anak didik dengan segala
persamaan dan perbedaannya. Karena tugas guru yang berat itu, maka mereka
berprofesi sebagai guru harus memiliki dan menguasai serta memahami interaksi
edukatif terutama dari aspek alat material serta selalu aktif kreatif
menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar. Guru yang efektif adalah guru yang mampu
membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan
kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut
Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik,
sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”.[1]
Dalam
menyampaikan bahan pengajaran terkadang kata-kata atau kalimat guru kurang
mampu mewakili sesuatu objek yang diberikan. Sehingga mengaburkan tentang objek
yang disampaikan. Apalagi objek yang disampaikan itu tidak pernah dikenal oleh
anak didik.
Dengan demikian, bentuk atau pola interaksi guru dapat menentukan keberhasilan
kegiatan pembelajaran. Sebagaimana halnya seperti yang dikemukakan oleh Johnson seperti yang dikutip Anwar mengatakan bahwa kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk
menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu
membawakan tugasnya sebagai guru.[2]
Kemudian Arikunto mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki
kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala
sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat.[3]
Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial
guru tercermin melalui indikator:
- interaksi guru dengan siswa
- interaksi guru dengan kepala sekolah
- interaksi guru dengan rekan kerja
- interaksi guru dengan orang tua siswa
- interaksi guru dengan masyarakat
Sehubungan dengan hal di atas, maka dapat
dipahami bahwa salah satu unsur kompetensi sosial yang harus diperhatikan guru
adalah pola
interaksinya dengan siswa. Untuk memahami
maksud dalam tulisan ini tentang pola interaksi edukatif guru PAK, maka dalam
tulisan ini akan diuraikan pengertian dari masing-masing kata sehubungan dengan
judul tulisan.
Dalam
Kamus lengkap Bahasa Indonesia, M. Ali menyatakan bahwa pola adalah gambar yang
dibuat contoh / model.[4] Selanjutnya,
Freeman dalam buku Tavri
D. Mahyuzir, mengatakan bahwa Pola adalah suatu
aktivitas yang menyangkut dan berhubungan dengan pengamblan keputusan-keputusan
utama/pokok, dan seringkali dari sebuah susunan yang dialami yang terbagi atas
hubungan timbal balik dari bagian-bagin ditingkatkan yang tertinggi dan
operasi-operasi yang logis, yang rumit pada tingkatan yang terendah.[5] Hal ini berarti
bahwa pola adalah bentuk dan pengerak informasi tentang metode-metode yang
diambil dari pertimbangan bidang informasi.Jika
dihubungkan dengan pola interaksi adalah bentuk-bentuk dalam proses terjadinya
interaksi.
Sedangkan
interaksi adalah adalah
suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu
dua atau lebih objek memengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam
konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat.[6] Kemudian, Homans
dalam Tulisan M. Ali, mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu
aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran
atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi
pasangannya.[7]Konsep
ini mengandung pengertian bahwa interaksi
adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi
merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
Interaksi akan selalu berkait dengan istilah komunikasi
atau hubungan dalam proses komunikasi, dikenal adanya unsur komunikan dan komunikator, hubungan antara komunikator dan komunikan biasanya karena
mengintegrasikan sesuatu yang dikenal dengan istilah pesan (message) kemudian untuk menyampaikan
pesan itu diperlukan adanya media atau saluran, jadi unsur-unsur yang terlibat
dalam komunikasi itu adalah komunikator, komunikan, pesan dan saluran atau
media begitu juga hubungan antara manusia satu dengan manusia lainnya empat
usur terjadinya proses komunikasi itu akan selalu ada.
Dilihat
dari istilah komunikasi yang berpangkal pada perkataan communicare berarti
berpartisipasi, memberitahukan, menjadi milik bersama.[8]
Dengan demikian secara konseptual arti komunikasi itu sendiri sudah mengandung
pengertian memberitahukan berita, pengetahuan, pikiran-pikiran nilai-nilai yang
dimaksud untuk menggugah partisipasi agar hal yang diberitahukan itu menjadi
milik bersama.
Jika dihubungkan dengan istilah interaksi edukatif sebernarnya komunikasi timbal balik antara
pihak yang satu dengan pihak yang lain, sudah mengandung maksud-maksud tertentu
yakni untuk mencapai pengertian bersama yang kemudian untuk mencapai tujuan
(dalam kegiatan belajar berarti untuk mencapai tujuan belajar). Memang dalam
berbagai bentuk komunikasi yang sekedarnya mungkin tidak direncanakan sehingga
tidak jelas arah dan tujuannya, hal inilah yang kadang-kadang sulit dikatakan
sebagai interaksi edukatif, dan
ini banyak terjadi dalam kehidupan manusia.
Dengan demikian interaksi yang dikatakan sebagai interaksi edukatif adalah apabila
secara sadar mempunyai tujuan untuk mendidik, untuk mengantarkan anak didik
kearah dewasaannya. Selain itu menurut Syaiful Bahri Djamarah, interaksi edukatif juga diartikan
interaksi yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk mengubah tingkah laku dan
perbuatan seseorang, interaksi yang bernilai pendidikan ini dalam dunia
pendidikan disebut sebagai interaksi
edukatif.[9]
Dengan konsep yang diterangkan diatas memunculkan istilah
guru di satu pihak dan murid dipihak lain, keduanya berada dalam interaksi edukatif dengan posisi,
tugas dan tanggung jawab berbeda namun bersama-sama mencapai tujuan. Guru
bertanggung jawab untuk mengantarkan anak didik kearah kedewasaan susila yang
cakap dengan memberikan sejumlah ilmu pengetahuan dan membimbingnya, sedangkan
anak didik berusaha untuk mencapai tujuan itu dengan bentuan dan pembinaan dari
guru.
Interaksi edukatif
adalah sebuah interaksi belajar mengajar, yaitusebuah proses interaksi yang
menghimpun sejumlah nilai (norma) yang merupakan substansi sebagai medium
antara guru dengan anak didik dalam rangka mencapai tujuan.[10]Dalam interaksi edukatif ada dua buah
kegiatan yakni kegiatan guru di satu pihak dan kegiatan anak didik di lain
pihak. Guru mengajar dengan gayanya sendiri dan anak didik belajar dengan
gayanya sendiri. Guru tidak hanya mengajar, tetapi juga belajar memahami
suasana psikologi anak didik dan kondisi kelas.Dalam mengajar, guru perlu
memahami gaya-gaya belajar anak didik. Kerelevansian gaya-gaya mengajar guru
dengan gaya-gaya belajar anak didik akan memudahkan guru menciptakan interaksi
edukatif yang konsif. N.A Ametembun, mengatakan bahwa suatu interaksi yang
harmonis terjadi bila dalam prosesnya tercipta keselarasn, keseimbangan,
keserasian antara kedua komponen itu, yaitu guru dan anak didik.[11]
Banyak kegiatn yang harus guru lakukan dalam
interaksi edukatif, diantaranya memahami prinsip-prinsip interaksi edukatif,
menyiapkan bahan dan sumber belajar, memilih metode, alat, dan alat bantu
pelajaran, memilih pendekatan, dan mengadakan evaluasi setelah akhir kegiatan
pelajaran. Semua
kegiatan yang di lakukan guru harus di dekati dengan pendekatan sistem. Sebab
pengajaran adalah suatu sistem yang melibatkan sejumlah komponen pengajaran.
Tidak ada satu pun dari komponen itu dapat guru abaikan dalam perencanaan
pengajaran, karena semuanya saling terkait dan saling menunjang dalam rangka
pencapaian tujuan pengajaran.
Menurut Syaiful Bahri Dajamarah, guru adalah alah satu unsur manusia lainnya
adalah anak didik.[12]
Guru dan anak didik berada dalam suatu relasi kejiwaan. Keduanya berada dalam
interaksi edukatif dengan tugas dan peranan yang berbeda. Guru mengajar,
mendidik dan anak didik yang belajar dengan menerima bahan pengajaran dari guru
di kelas.
Indra Djati Sidi menjelaskan bahwa guru yang
professional tidak hanya tampil sebagai pengajar (teacher) saja, melainkan juga
sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor), dan manajer belajar (learning
manajer).[13] Muhamad Surya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pelatih
adalah guru memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi peserta didik untuk
mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sebagai latihan untuk
mewujudkan kehidupan kebangsaan yang sehat. [14]
W. Gulo menjelaskan bahwa ada sepuluh kemampuan dasar bagi guru yang professional, yaitu 1) menguasai bahan, 2) mengelola program belajar mengajar, 3) mengelola kelas, 4) menggunakan media sumber belajar, 5) menguasai landasan pendidikan, 6) mengelola interaksi belajar mengajar, 7) menilai prestasi siswa untuk kependidikan pengajaran, 8) mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, 9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, dan 10) memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.[15].
Depdiknas kompetensi dasar guru professional meliputi tiga komponen, yaitu:
W. Gulo menjelaskan bahwa ada sepuluh kemampuan dasar bagi guru yang professional, yaitu 1) menguasai bahan, 2) mengelola program belajar mengajar, 3) mengelola kelas, 4) menggunakan media sumber belajar, 5) menguasai landasan pendidikan, 6) mengelola interaksi belajar mengajar, 7) menilai prestasi siswa untuk kependidikan pengajaran, 8) mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, 9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, dan 10) memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.[15].
Depdiknas kompetensi dasar guru professional meliputi tiga komponen, yaitu:
- Komponen pengelolaan pembelajaran terdiri atas:
- penyusunan rencana pembelajaran
- pelaksanaan interaksi belajar mengajar
- penilaian prestasi belajar peserta didik
- pelaksanaan tindaklanjut hasil prestasi belajar peserta didik
- Komponen pengembangan potensi diri, terdiri atas:
- pengembangan diri
- pengembangan profesi
- Komponen penguasaan akademik, terdiri atas:
- pemahaman wawasan pendidikan
- penyusunan bahan kajian akademik.[16]
Kesalahan pengertian cendrung terjadi oleh
anak didik. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalan tersebut menurut
Syaiful Bahri Djamarah adalah guru perlu menghadirkan alat material atau
benda-benda yang asli untuk menunjukkan model, gambar, benda tiruan atau
menggunakan media lainnya. Seperti radio, tape recorder, televisi dan
sebagainya.[17]Dengan
penjelasan yang mendekati reatistik ditambah menghadirkan bendanya, maka guru
membantu anak didik membentuk pengertian didalam jiwanya terhadap suatu objek.
Dengan cara ini guru dapat lebih menggairahkan belajar anak didik dalam waktu
yang relatif lama dan cara ini merupakan suatu usaha untuk memancing perhatian
anak didik dan merangsangnya untuk berpikir. Dengan demikian otomatis pengaruh
yang dirasakan oleh anak didik dikelas adalah ia menjadi berminat, lebih
perhatian dan bergairah terus dalam belajar, sehingga hasil yang diharapkan
oleh si anak akan lebih baik.Media sebagai alat bantu dalam proses belajar
mengajar adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Guru sadar bahwa
tanpa bantuan media, maka bahan pelajaran akan sulit untuk dicerna dan dipahami
oleh setiap anak didik, terutama bahan pelajaran yang rumit dan kompleks.
Setiap materi memiliki tingkat kesukaran yang
bervariasi, sehingga pada satu sisi ada bahan pelajaran yang tidak membutuhkan
media sebagai alat bantu. Tetapi dilain pihak ada bahan pengajaran yang sangat
memerlukan alat bantu berupa media pengajaran seperti globe, papan tulis,
gambar, diagram slide, grafik video dan sebagainya.Bahan pengajaran dengan tingkat
kesukaran yang tinggi tentu sukar diproses oleh anak didik. Apalagi siswa
kurang berminat pada bahan pelajaran yang disampaikan.Anak didik cepat merasa
bosan dan kelelahan, akibat penjelasan guru yang mungkin sukar dicerna dan
dipahami. Guru yang bijaksana tentu sadar bahwa kebosanan dan kelelahan anak
didik adalah berpangkal dari penjelasan yang diberi guru bersimpang siur, tidak
ada fokus masalahnya. Hal ini tentu saja harus dicarikan jalan keluarnya.jika
guru tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan suatu bahan dengan baik, apa
salahnya jika menghadirkan media sebagai alat bantu pengajaran guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sebelum pelaksanaan pengajaran.
Proses interaksi
edukatif adalah suatu proses yang mengandung sejumlah norma, semua norma
itulah yang harus guru transfer kepada anak didik, karena itu wajarlah bila interaksi edukatif tidak berproses
dalam kehampaan, tetapi dalam penuh makna, interaksi edukatif sebagai jembatan yang menghidupkan
persenyawaan antara pengetahuan dan perbuatan, yang mengantarkan kepada tingkah
laku sesuai dengan pengetahuan yang diterima anak didik.[18]
Dalam
setiap bentuk interaksi edukatif mengandung dua unsur pokok;
unsur teknis dan unsur normatif . Dalam unsur normatif, antara guru (
sebagai pendidik), dan peserta didik harus berpegang pada norma yang diyakini
bersama. Pendidikan sebagai kegiatan praktis yang berlangsung dalam suatu masa,
terikat dalam situasi, terarah pada satu tujun. pristiwa ini adalah suatu
rentetan kegiatan saling mempengaruhi, satu rangkaian perubahan dan
pertumbuhan serta perkembangan fungsi-fungsi psikis dan pisikdalam rangkaiannya
tersebut pristiwa yang menuju kepada pembentukan itu sendiri merupakan
suatu proses teknis.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa interaksi edukatif adalah hubungan dua
arah antara guru dan anak didik dengan sejumlah norma sebagai mediumnya untuk
mencapai tujuan pendidikan. Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung
dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran.Dalam artian yang lebih
spesifik pada bidang pengajaran dikenal dengan istilah interaksi belajar
mengajar.interaksi belajar mengajar mengandung suatu arti adanya kegiatan
interaksi dari pengajar yang melaksanakan tugas mengajar di suatu pihak dengan
warga belajar (siswa, anak didik, subjek belajar) yang sedang melaksanakan
kegiatan belajar dipihak lain.Interaksi
edukatif harus menggambarkan hubungan aktif dua arah dengan sejumlah
pengetahuan sebagai mediumnya, sehingga interaksi itu merupakan hubungan yang
bermakna dan kreatif. Semua unsur interaksi harus berproses dalam ikatan tujuan
pendidikan, karena itu, interaksi
edukatif adalah sesuatu gambaran hubungan aktif dua arah antara guru dan
anak didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan.
Ciri-ciri
Interaksi Edukatif
Rohani
Ahmmad dan Abu Ahmadi
menyebutkan bahwa Interaksi Edukatif Guru memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Interaksi edukatif mempunyai tujuan.Tujuan dalam interaksi edukatif adalah membantu anak didik dalam suatu perkembangan tertentu, inilah yang dimaksud interaksi edukatif sadar akan tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian, sedangkan unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung.
- Interaksi edukatif memilki bahan/pesanyang menjadi isi interaksi atau sebuah materi. Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa dan disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi edukatif sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini perlu memperhatikan komponen-komponen pengajaran yang lain.
- Ditandai dengan pelajar atau peserta yang aktif. Sebagai konsekuensi bahwa anak didik merupakan sentral maka aktivitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi edukatif, aktivitas anak didik dalam hal ini baik secara fisik maupun mental aktif inilah yang sesuai dengan konsep Kurikulum.
- Guru berperan sebagai pembimbing. Guru berperan sebagai pembimbing dalam belajar, guru diharapkan mampu untuk mengenal dan memahami setiap siswa baik secara individu maupun kelompok, memberikan penerangan kepada siswa mengenai hal-hal yang diperlukan dalam proses belajar, memberikan kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya, membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya, menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya. Dalam penerapannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadei proses interaksi edukatif yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses interaksi edukatif, sehingga guru merupakan tokoh yang akan dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik.
- Memiliki metode tertentu dalam penyampaiannya untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas (kelompok anak didik) batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan, setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan haris sudah tercapai.
- Mempunyai situasi yang memungkinkan proses belajar-mengajar berjalan dengan baik. Metode belajar adalah sistem penggunaan teknik-teknik didalam interaksi antara guru dan anak didik dalam progeram belajarmengajar sebagai proses pendidikan. Teknik yang dapat digunakan dalam interaksi dan komunikasi itu antara lain bermain, tanya jawab, ceramah, diskusi, peragaan, eksperimen, kerja kelompok, sosio drama, karya wisata dan modul.
- Interaksi diakhiri dengan Evaliuasi. Sebagai alat penilaian hasil pencapaian tujuan dalam pengajaran, evaluasi harus dilakukan secara terus menerus. Evaluasi tidak hanya sekedar menentukan angka keberhasilan belajar tetapi yang lebih penting adalah sebagai dasar untuk umpan balik (feed back) dari proses interaksi edukatif yang dilaksanakan.[19]
Sedangkan
Edi Suardi dalam bukunya Pedagogik merinci ciri-ciri interaksi belajar mengajar
sebagai berikut :
- Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu.
- Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncana, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
- Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.
- Ditandai dengan adanya aktivitas siswa. Sebagai konsekuensi, bahwa siswa merupakan sentral, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajar mengajar.
- Dalam interaksi belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing.
- Di dalam interaksi belajar mengajar dibutuhkan disiplin.
- Ada batas waktu.
- Dalam kegiatan pengajaran, apa yang dikatakan interaksi edukatif itu akan berlangsung dengan kegiatan interaksi belajar mengajar.[20]
Faktor-faktor
Interaksi Edukatif
Seperti yang
dijelaskan oleh Syaiuful Bahri Djamarah, ada beberapa faktor yang
mendasari terjadinya interaksi edukatif,diantaranya:
- Faktor Tujuan. Dalam tujuan pendidikan atau pengajaran yang brsifat umum atau khusus, umumnya berkisar pada tiga jenis, yaitu:
- tujuan kognitif, yaitu tujuan yang berhubungan dengan pengertian dan pengatahuan
- tujuan afektif, yaitu tuuan yang berhubungan dengan usaha merubah minat, setiap nilai dan alasan
- tujuan psikomotoric, yaitu tujuan yang berkaitan dengan ketrampilan berbuat yang menggunakan telinga, tangan , mata, alat indra dan sebagainya.
- Faktor bahan/materi/isi. Bahan atau materi pengajaran harus tersusun dengan baik sehingga dapat mempermudah anak didik mempelajarinya selain itu dapat memberikan gambaran yang jelas sebagai petunjuk dalam menetapkan metode pengajaran. Dalam menentukan materi harus didasarkan pada upaya pemenuhan tujuan pengajaran dengan begitu, pertimbangan penetapan metode atas dasar maeri tidak akan jauh berbeda hasilnya dengan dasar pertimbangan tujuan.
- Faktor guru dan peserta didik. Guru dan peserta didik adalah dua subjek dalam interaksi pengajaran. Guru sebagai pihak yang berinisiatif awal untuk menyelenggarakan pengajaran sedangkan peserta didik sebagai pihak yang mendapatkan manfaat dari proses pengajaran.ada bebeapa bidang yang dapat menunjang proses profesionalitas kerja guru, antara lain:
- Guru harus mengenal peserta didik
- Guru harus memiliki kecakapan memberi bimbingan
- Guru harus memiliki dasar yang luas tentang tujuan pendidikan atau pengajaran
- Guru harus memiliki pengetahuan yang dalam tentang ilmu yang diajarkan. Adapun bagi peserta didik ada beberapa hal yang pelu diperhatikan:
- Peserta didik harus mendahulukan kesucian jiwa.
- Peserta didik harus rajin untuk menuntut ilmu, bersedia untuk mencurahkan tenaga, jiwa dan pikiran serta minat dalam berkonsentrasi pada ilmu yag dipelajarinya
- Tidak sombong atas ilmu yang diperolehnya
- Peserta didik harus mengetahui kedudukan ilmu yang dipelajarinya
- Faktor metode. Metode suatu cara kerja yang sistematik dan umum, yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Semakin baik suatu metode semakin baik dan efektif dalam mencapai tujuan. Dalam penerapan suatu metode pengajaran harus memiliki relevansi diantaranya:
- Relevansi dengan tujuan
- Relevansi dengan bahan/ materi
- Relevansi dengan kemampuan guru
- Relevansi dengan keadaan pesert didik
- Relevansi dengan situasi pengajarar.
- Faktor Situasi. Yang disebut situasi adalah suasana belajar atau suasana kelas pengajaran termasuk disini adalah keadaan peserta didik keadaaan cuaca, keadaan guru dan keadaan kelas diantara keadaan tersebut ada yang dapat diperhitungkan dan ada yang tidak dapat diperhitungkan terhadap situasi yang dapat diperhitungkan guru dpat menyediakan alternatif metode-metode mengajar menurut perhitungan perubahan situasi.adapun situasi yangtidak dapat diperhitungkan yang disebabkan oleh perubahan yang mendadak atau tiba-tiba diperlukan kecekatan dalam mengambil keputusan terhdap metode yang digunakan.
- Faktor Sumber Pelajaran. Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali. Pemanfaatan sumber-sumber pengajaran tersebut tergantung pada kreativitas guru, waktu, biaya serta kebijakan-kebijakan lainnya. Interaksi edukatif tidaklah berproses dalam kehampaan, tetapi ia berproses dalam kemaknaan. Didalamnya ada sejumlah nilai yang disampaikan kepada anak didik . Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya, tetapi diambil dari berbagai sumber guna dipakai dalam proses interaksi edukatif.
- Faktor Alat dan Peralatan. Alat dan peralatan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Alat tidak hanya sebagai pelengkap, tetapi juga sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan. Alat dapat dibagi menjadi dua yaitu :\
- Alat Nonmaterial, yang terdiri dari suruhan , perintah , larangan, nasihat dan sebagainya\
- Alat material, yang dapat berupa globe, papan tulis, batu kapur, gambar, diagram, lukisan, slide dan sebagainya.
- Faktor Evaluasi. Evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang sejauh mana keberhasilan anak didik dalam belajar dan keberhasilan guru dalam mengajar. Evaluasi dapat dilakukan oleh guru dengan memakai seperangkat istrumen penggali data seperti tes perbuatan, tes tertulis dan tes lisan. Tujuan evaluasi sendiri untuk:
- mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan anak didik dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
- memungkinkan guru menilai aktifitas/pengalaman yang didapat dan menilai metode mengajar yang dipergunakan.
Menurut
R D Corners
seperti yang dikutip oleh Abu Ahmadi dan Shuyadi,proses terjadinya
interkasi edukatif guru dapat dibagi dalam tiga tahapan, yaitu:
- Tahap Sebelum Pengajaran. Dalam tahap ini guru harus menyusun program tahunan pelaksanaan kurikulum, program semester, program satuan pelajaran (satpel), dan perencanaan program pengajaran. Dalam merencanakan program-program tersebut di atas perlu dipertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan:
- Bekal bawaan anak didik
- Perumusan tujuan pembelajaran
- Pemilihan metode
- Pemilihan pengalaman – pengalaman belajar
- Pemilihan bahan dan peralatan belajar
- Mempertimbangkan jumlah dan karakteristik anak didik
- Mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia
- Mempertimbangkan pola pengelompokan
- Mempertimbangkan prinsip – prinsip belajar
- Tahap Pengajaran. Dalam tahap ini berlangsung beberapa interaksi , yaitu: { interaksi antara guru dengan anak didik},{ anak didik dengan anak didik}, {anak didik dalam kelompok} atau {anak didik secara individual}. Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan apa yang telah direncanakan. Ada beberapa aspek yang perlu di pertimbangkan dalam tahap pengajaran ini, yaitu :
- Pengelolaan dan pengendalian kelas
- Penyampaian informasi
- Penggunaan tingkah laku verbal non verbal
- Merangsang tanggapan balik dari anak didik
- Mempertimbangkan prinsip – prinsip belajar
- Mendiagnosis kesulitan belajar
- Memperimbangkan perbedaan individual
- Mengevaluasi kegiatan interaksi
- Tahap Sesudah Pengajaran. Tahap ini merupakan kegiatan atau perbuatan setelah pertemuan tatap muka dengan anak didik. Beberapa perbuatan guru yang dilakukan pada tahap sesudah mengajar, antara lain:
- Menilai Pekerjaan anak didik
- Menilai pengajaran guru
- Membuat perencanaan untuk pertemuan berikutnya.[21]
Model yang sering dipergunakan untuk
mengidentifikasikan dan mengukur variabel interaksi guru-siswa adalah model
CHoen dengan dua katagori, yaitu (1) kontak dominasi, dan (2) kontak Integrasi.[22] Kontak integrasi juga berkaitan dengan reaksi
posituf dari guru terhadap ekspresi intelektual emosional siswa.[23]
Interaksi guru dengan siswa di kelas akan menunjukkan dominasi, jika tingkah
laku guru mendominasi atau kurang memberi kesempatan beriteraksi atas inisiatif
siswa. Interaksi integrasi terjadi, jika siswa lebih banyak terlibat interaksi
belajar-mengajar atas inisiatif siswa. Di dalam model ini, interaksi dominasi
dikatagorikan menjadi 3 sub. Katagori tingkah laku dominan dan interaksi
dikatagorikan menjadi 2 sub kategori tingkah laku. Kategori-kategori itu adalah dominasi dan timbul konflik, dominasi tanpa
konflik, dominasi dan kerja sama, Integrasi tanpa kerja sama, Integrasi dan
kerja sama.
Dengan demikian
berdasarkan uraian di atas, pola
interaksi itu dapat ditandai dengan peranannya dengan aktifitas belajar siswa,
seperti:
- Guru sebagai guru: pekerjaan utama guru adalah mengajar dan mendidik murid, yang berusaha agar semua muridnya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang diajarkan dengan baik.
- Guru sebagai orang tua: tempat mencurahkan segala perasaan murid, tempat mengadu murid ketika mengalami gangguan. Murid merasa aman dan nyaman ketika dekat dengan guru, bahkan merasa rindu jika tidak bertemu guru. Interaksi guru dan murid bagaikan hubungan orang tua dan anak, hangat, akrab, harmonis, dan tulus.
- Guru sebagai teman sejawat: sebagai pasangan untuk berbagai pengalaman dan beradu argumentasi dalam diskusi secara informal. Guru tidak merasa direndahkan jika murid tidak sependapat, atau memang pendapat murid yang benar, dan menerima saran murid yang masuk akal. Hubungan guru dan murid mengutamakan nilai-nilai demokratis dalam proses pembelajaran.
Alkitab adalah sumber pengajaran mutlak bagi guru PAK. Karenanya Alkitab,
baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru juga menyediakan contoh-contoh
bagaimana cara dan pola interaksi dengan orang lain. Bahkan Allah sendiri
melakukan interaksi dengan orang-orang pilihan-Nya. Seperti contoh, Allah juga
pernah berbicara dengan Adam, Nuh, Musa, Abraham, Ishak, Yakub, Yusuf, dan banyak
Nabi lainnya dalam Alkitab. Bahkan dengan Yesus sendiri Allah perna melakukan
interaksi. Sebagai contoh bentuk-bentuk interaksi itu dapat dilihat pada ayat
berikut:
Pada waktu pembaptisan Yesus, sang Bapa bersabda kepadaNya: "Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan" (Luk. 3:22; Mrk. 1:11). Ucapan-ucapan ketika Yesus dipermuliakan (Mrk. 9:7; Luk. 9:35) tampaknya bukan ditujukan kepada Kristus sendiri, melainkan kepada murid-murid. [Dalam kisah Matius tentang pembaptisan itu digunakan bentuk yang sama (Mat. 3:17).] Tetapi, apa pun bentuk komunikasi Yesus dengan sang Bapa, itu sama sekali berbeda dengan yang dimiliki manusia. Tidak seorang pun dapat mengatakan, seperti yang Dia katakan, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yoh. 10:30), atau yang lebih mengejutkan, "Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa" (Yoh. 14:9).[24]
Selanjutnya, dalam
hal pengajaran, Yesus juga menggunakan pola interaksi edukatif yang
berbeda-beda dalam hal pengajaran-Nya. Dalam sebagian kasus, Yesus menggunakan
perumpamaan untu k mengajar murid-murid-Nya. Sebaliknya dalam kasus lain, Yesus
juga berbicara dengan tegas, serta menggunakan berbagai media untuk menarik
perhatian pendengar dan sekaligus menyampaikan maksud-Nya.
Dari
uraian ini, dapat ditarik garis besar dari interaksi Yesus dengan manusia atau
pendengar-Nya. Pertama,
Interaksi
Yesus menjadi satu dengan ajaranNya. Yesus mengajarkan orang-orang mengunakan
berbagai perumpamaan sederhana sesuai dengan kondisi masyarakat saat itu. Ia
menggunakan perumpamaan seperti gembala, kebun anggur, nelayan, dan
sebagainya. Perumpamaan-perumpamaan
itu mungkin kelihatan sederhana, namun memiliki makna yang sangat dalam. Banyak
ahli-ahli saat ini masih terus mengalami kesulitan untuk membuat interpretasi
sebenarnya dari apa yang dimaksud oleh Yesus. Karena perumpamaan-perumpamaan
itu memiliki makna yang jelas bagi orang sederhana tetapi juga memiliki makna
yang makin dalam bila mulai diinterpretasi oleh-oleh para ahli. Makin didalami
perumpamaan itu, makin kaya makna yang tersirat di dalamnya, sehingga memukau
mereka yang mencoba mendalaminya. Kedua,
Yesus
menggunakan perumpamaan sebagai alat belajar. Perumpamaan tentang Anak Hilang
mengajarkan kepada kita kasih Allah yang tanpa syarat. Allah mengasihi kita
tanpa memandang perbuatan masa lalu kita. Ia mengasihi kita bila kita mau
datang kepadanya. Perumpamaan tentang Harta Terpendam mengajarkan kepada kita
tentang kegembiraan menemukan sesuatu yang terpenting.[25]
Source:
Dari berbagai Sumber [ada pada Penulis]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar