Senin, 28 April 2014

Interaksi Edukatif Guru PAK

Pengertian
Mengajar bukan tugas yang ringan bagi guru konsekuensi tanggung jawab guru juga berat. Di kelas guru akan berhadapan dengan sekelompok anak didik dengan segala persamaan dan perbedaannya. Karena tugas guru yang berat itu, maka mereka berprofesi sebagai guru harus memiliki dan menguasai serta memahami interaksi edukatif terutama dari aspek alat material serta selalu aktif kreatif menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar. Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”.[1]

Dalam menyampaikan bahan pengajaran terkadang kata-kata atau kalimat guru kurang mampu mewakili sesuatu objek yang diberikan. Sehingga mengaburkan tentang objek yang disampaikan. Apalagi objek yang disampaikan itu tidak pernah dikenal oleh anak didik. Dengan demikian, bentuk atau pola interaksi guru dapat menentukan keberhasilan kegiatan pembelajaran. Sebagaimana halnya seperti yang dikemukakan oleh Johnson seperti yang dikutip Anwar mengatakan bahwa kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.[2] Kemudian Arikunto mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat.[3]

Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator:
  1. interaksi guru dengan siswa
  2. interaksi guru dengan kepala sekolah
  3. interaksi guru dengan rekan kerja
  4. interaksi guru dengan orang tua siswa
  5. interaksi guru dengan masyarakat
Sehubungan dengan hal di atas, maka dapat dipahami bahwa salah satu unsur kompetensi sosial yang harus diperhatikan guru adalah pola interaksinya dengan siswa. Untuk memahami maksud dalam tulisan ini tentang pola interaksi edukatif guru PAK, maka dalam tulisan ini akan diuraikan pengertian dari masing-masing kata sehubungan dengan judul tulisan.

Dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, M. Ali menyatakan bahwa pola adalah gambar yang dibuat contoh / model.[4] Selanjutnya, Freeman dalam buku Tavri D. Mahyuzir, mengatakan bahwa Pola adalah suatu aktivitas yang menyangkut dan berhubungan dengan pengamblan keputusan-keputusan utama/pokok, dan seringkali dari sebuah susunan yang dialami yang terbagi atas hubungan timbal balik dari bagian-bagin ditingkatkan yang tertinggi dan operasi-operasi yang logis, yang rumit pada tingkatan yang terendah.[5] Hal ini berarti bahwa pola adalah bentuk dan pengerak informasi tentang metode-metode yang diambil dari pertimbangan bidang informasi.Jika dihubungkan dengan pola interaksi adalah bentuk-bentuk dalam proses terjadinya interaksi.

Sedangkan interaksi adalah adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek memengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat.[6] Kemudian, Homans dalam Tulisan M. Ali, mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya.[7]Konsep ini mengandung pengertian bahwa interaksi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.

Interaksi akan selalu berkait dengan istilah komunikasi atau hubungan dalam proses komunikasi, dikenal adanya unsur komunikan dan komunikator, hubungan antara komunikator dan komunikan biasanya karena mengintegrasikan sesuatu yang dikenal dengan istilah pesan (message) kemudian untuk menyampaikan pesan itu diperlukan adanya media atau saluran, jadi unsur-unsur yang terlibat dalam komunikasi itu adalah komunikator, komunikan, pesan dan saluran atau media begitu juga hubungan antara manusia satu dengan manusia lainnya empat usur terjadinya proses komunikasi itu akan selalu ada.

Dilihat dari istilah komunikasi yang berpangkal pada perkataan communicare berarti berpartisipasi, memberitahukan, menjadi milik bersama.[8] Dengan demikian secara konseptual arti komunikasi itu sendiri sudah mengandung pengertian memberitahukan berita, pengetahuan, pikiran-pikiran nilai-nilai yang dimaksud untuk menggugah partisipasi agar hal yang diberitahukan itu menjadi milik bersama. 

Jika dihubungkan dengan istilah interaksi edukatif sebernarnya komunikasi timbal balik antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, sudah mengandung maksud-maksud tertentu yakni untuk mencapai pengertian bersama yang kemudian untuk mencapai tujuan (dalam kegiatan belajar berarti untuk mencapai tujuan belajar). Memang dalam berbagai bentuk komunikasi yang sekedarnya mungkin tidak direncanakan sehingga tidak jelas arah dan tujuannya, hal inilah yang kadang-kadang sulit dikatakan sebagai interaksi edukatif, dan ini banyak terjadi dalam kehidupan manusia.

Dengan demikian interaksi yang dikatakan sebagai interaksi edukatif adalah apabila secara sadar mempunyai tujuan untuk mendidik, untuk mengantarkan anak didik kearah dewasaannya. Selain itu menurut Syaiful Bahri Djamarah, interaksi edukatif juga diartikan interaksi yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang, interaksi yang bernilai pendidikan ini dalam dunia pendidikan disebut sebagai interaksi edukatif.[9]

Dengan konsep yang diterangkan diatas memunculkan istilah guru di satu pihak dan murid dipihak lain, keduanya berada dalam interaksi edukatif dengan posisi, tugas dan tanggung jawab berbeda namun bersama-sama mencapai tujuan. Guru bertanggung jawab untuk mengantarkan anak didik kearah kedewasaan susila yang cakap dengan memberikan sejumlah ilmu pengetahuan dan membimbingnya, sedangkan anak didik berusaha untuk mencapai tujuan itu dengan bentuan dan pembinaan dari guru.

Interaksi edukatif adalah sebuah interaksi belajar mengajar, yaitusebuah proses interaksi yang menghimpun sejumlah nilai (norma) yang merupakan substansi sebagai medium antara guru dengan anak didik dalam rangka mencapai tujuan.[10]Dalam interaksi edukatif ada dua buah kegiatan yakni kegiatan guru di satu pihak dan kegiatan anak didik di lain pihak. Guru mengajar dengan gayanya sendiri dan anak didik belajar dengan gayanya sendiri. Guru tidak hanya mengajar, tetapi juga belajar memahami suasana psikologi anak didik dan kondisi kelas.Dalam mengajar, guru perlu memahami gaya-gaya belajar anak didik. Kerelevansian gaya-gaya mengajar guru dengan gaya-gaya belajar anak didik akan memudahkan guru menciptakan interaksi edukatif yang konsif. N.A Ametembun, mengatakan bahwa suatu interaksi yang harmonis terjadi bila dalam prosesnya tercipta keselarasn, keseimbangan, keserasian antara kedua komponen itu, yaitu guru dan anak didik.[11]

Banyak kegiatn yang harus guru lakukan dalam interaksi edukatif, diantaranya memahami prinsip-prinsip interaksi edukatif, menyiapkan bahan dan sumber belajar, memilih metode, alat, dan alat bantu pelajaran, memilih pendekatan, dan mengadakan evaluasi setelah akhir kegiatan pelajaran. Semua kegiatan yang di lakukan guru harus di dekati dengan pendekatan sistem. Sebab pengajaran adalah suatu sistem yang melibatkan sejumlah komponen pengajaran. Tidak ada satu pun dari komponen itu dapat guru abaikan dalam perencanaan pengajaran, karena semuanya saling terkait dan saling menunjang dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran.

Menurut Syaiful Bahri Dajamarah, guru adalah alah satu unsur manusia lainnya adalah anak didik.[12] Guru dan anak didik berada dalam suatu relasi kejiwaan. Keduanya berada dalam interaksi edukatif dengan tugas dan peranan yang berbeda. Guru mengajar, mendidik dan anak didik yang belajar dengan menerima bahan pengajaran dari guru di kelas.

Indra Djati Sidi menjelaskan bahwa guru yang professional tidak hanya tampil sebagai pengajar (teacher) saja, melainkan juga sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor), dan manajer belajar (learning manajer).[13] Muhamad Surya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pelatih adalah guru memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi peserta didik untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sebagai latihan untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang sehat. [14]

W. Gulo menjelaskan bahwa ada sepuluh kemampuan dasar bagi guru yang professional, yaitu 1) menguasai bahan, 2) mengelola program belajar mengajar, 3) mengelola kelas, 4) menggunakan media sumber belajar, 5) menguasai landasan pendidikan, 6) mengelola interaksi belajar mengajar, 7) menilai prestasi siswa untuk kependidikan pengajaran, 8) mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, 9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, dan 10) memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.[15].

Depdiknas kompetensi dasar guru professional meliputi tiga komponen, yaitu:

  1. Komponen pengelolaan pembelajaran terdiri atas:
    • penyusunan rencana pembelajaran
    • pelaksanaan interaksi belajar mengajar
    • penilaian prestasi belajar peserta didik
    • pelaksanaan tindaklanjut hasil prestasi belajar peserta didik
  2. Komponen pengembangan potensi diri, terdiri atas:
    • pengembangan diri
    • pengembangan profesi
  3. Komponen penguasaan akademik, terdiri atas:
    • pemahaman wawasan pendidikan
    • penyusunan bahan kajian akademik.[16]
Kesalahan pengertian cendrung terjadi oleh anak didik. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalan tersebut menurut Syaiful Bahri Djamarah adalah guru perlu menghadirkan alat material atau benda-benda yang asli untuk menunjukkan model, gambar, benda tiruan atau menggunakan media lainnya. Seperti radio, tape recorder, televisi dan sebagainya.[17]Dengan penjelasan yang mendekati reatistik ditambah menghadirkan bendanya, maka guru membantu anak didik membentuk pengertian didalam jiwanya terhadap suatu objek. Dengan cara ini guru dapat lebih menggairahkan belajar anak didik dalam waktu yang relatif lama dan cara ini merupakan suatu usaha untuk memancing perhatian anak didik dan merangsangnya untuk berpikir. Dengan demikian otomatis pengaruh yang dirasakan oleh anak didik dikelas adalah ia menjadi berminat, lebih perhatian dan bergairah terus dalam belajar, sehingga hasil yang diharapkan oleh si anak akan lebih baik.Media sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka bahan pelajaran akan sulit untuk dicerna dan dipahami oleh setiap anak didik, terutama bahan pelajaran yang rumit dan kompleks.

Setiap materi memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi, sehingga pada satu sisi ada bahan pelajaran yang tidak membutuhkan media sebagai alat bantu. Tetapi dilain pihak ada bahan pengajaran yang sangat memerlukan alat bantu berupa media pengajaran seperti globe, papan tulis, gambar, diagram slide, grafik video dan sebagainya.Bahan pengajaran dengan tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar diproses oleh anak didik. Apalagi siswa kurang berminat pada bahan pelajaran yang disampaikan.Anak didik cepat merasa bosan dan kelelahan, akibat penjelasan guru yang mungkin sukar dicerna dan dipahami. Guru yang bijaksana tentu sadar bahwa kebosanan dan kelelahan anak didik adalah berpangkal dari penjelasan yang diberi guru bersimpang siur, tidak ada fokus masalahnya. Hal ini tentu saja harus dicarikan jalan keluarnya.jika guru tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan suatu bahan dengan baik, apa salahnya jika menghadirkan media sebagai alat bantu pengajaran guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelum pelaksanaan pengajaran.

Proses interaksi edukatif adalah suatu proses yang mengandung sejumlah norma, semua norma itulah yang harus guru transfer kepada anak didik, karena itu wajarlah bila interaksi edukatif tidak berproses dalam kehampaan, tetapi dalam penuh makna, interaksi edukatif sebagai jembatan yang menghidupkan persenyawaan antara pengetahuan dan perbuatan, yang mengantarkan kepada tingkah laku sesuai dengan pengetahuan yang diterima anak didik.[18]

Dalam setiap bentuk interaksi  edukatif  mengandung dua unsur pokok; unsur  teknis dan unsur normatif . Dalam unsur normatif, antara guru ( sebagai pendidik), dan peserta didik harus berpegang pada norma yang diyakini bersama. Pendidikan sebagai kegiatan praktis yang berlangsung dalam suatu masa, terikat dalam situasi, terarah pada satu tujun. pristiwa ini adalah suatu rentetan kegiatan saling mempengaruhi, satu rangkaian  perubahan dan pertumbuhan serta perkembangan fungsi-fungsi psikis dan pisikdalam rangkaiannya tersebut pristiwa yang menuju kepada  pembentukan itu sendiri merupakan suatu proses teknis.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa interaksi edukatif adalah hubungan dua arah antara guru dan anak didik dengan sejumlah norma sebagai mediumnya untuk mencapai tujuan pendidikan. Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu ikatan untuk tujuan pendidikan dan pengajaran.Dalam artian yang lebih spesifik pada bidang pengajaran dikenal dengan istilah interaksi belajar mengajar.interaksi belajar mengajar mengandung  suatu arti adanya kegiatan interaksi dari pengajar yang melaksanakan tugas mengajar di suatu pihak dengan warga belajar (siswa, anak didik, subjek belajar) yang sedang melaksanakan kegiatan belajar dipihak lain.Interaksi edukatif harus menggambarkan hubungan aktif dua arah dengan sejumlah pengetahuan sebagai mediumnya, sehingga interaksi itu merupakan hubungan yang bermakna dan kreatif. Semua unsur interaksi harus berproses dalam ikatan tujuan pendidikan, karena itu, interaksi edukatif adalah sesuatu gambaran hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan.

Ciri-ciri Interaksi Edukatif

Rohani Ahmmad dan Abu Ahmadi menyebutkan bahwa Interaksi Edukatif Guru memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Interaksi edukatif mempunyai tujuan.Tujuan dalam interaksi edukatif adalah membantu anak didik dalam suatu perkembangan tertentu, inilah yang dimaksud interaksi edukatif sadar akan tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian, sedangkan unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung. 
  2. Interaksi edukatif memilki bahan/pesanyang menjadi isi interaksi atau sebuah materiDalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa dan disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi edukatif sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini perlu memperhatikan komponen-komponen pengajaran yang lain.
  3. Ditandai dengan pelajar atau peserta yang aktif. Sebagai konsekuensi bahwa anak didik merupakan sentral maka aktivitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi edukatif, aktivitas anak didik dalam hal ini baik secara fisik maupun mental aktif inilah yang sesuai dengan konsep Kurikulum.
  4. Guru berperan sebagai pembimbing. Guru berperan sebagai pembimbing dalam belajar, guru diharapkan mampu untuk mengenal dan memahami setiap siswa baik secara individu maupun kelompok, memberikan penerangan kepada siswa mengenai hal-hal yang diperlukan dalam proses belajar, memberikan kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya, membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya, menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya. Dalam penerapannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadei proses interaksi edukatif yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses interaksi edukatif, sehingga guru merupakan tokoh yang akan dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. 
  5. Memiliki metode tertentu dalam penyampaiannya untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas (kelompok anak didik) batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan, setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan haris sudah tercapai.
  6. Mempunyai situasi yang memungkinkan proses belajar-mengajar berjalan dengan baik. Metode belajar adalah sistem penggunaan teknik-teknik didalam interaksi antara guru dan anak didik dalam progeram belajarmengajar sebagai proses pendidikan. Teknik yang dapat digunakan dalam interaksi dan komunikasi itu antara lain bermain, tanya jawab, ceramah, diskusi, peragaan, eksperimen, kerja kelompok, sosio drama, karya wisata dan modul.
  7. Interaksi diakhiri dengan Evaliuasi. Sebagai alat penilaian hasil pencapaian tujuan dalam pengajaran, evaluasi harus dilakukan secara terus menerus. Evaluasi tidak hanya sekedar menentukan angka keberhasilan belajar tetapi yang lebih penting adalah sebagai dasar untuk umpan balik (feed back) dari proses interaksi edukatif yang dilaksanakan.[19]
Sedangkan Edi Suardi dalam bukunya Pedagogik merinci ciri-ciri interaksi belajar mengajar sebagai berikut :

  1. Interaksi belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu.
  2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncana, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
  3. Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.
  4. Ditandai dengan adanya aktivitas siswa. Sebagai konsekuensi, bahwa siswa merupakan sentral, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajar mengajar.
  5. Dalam interaksi belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing.
  6. Di dalam interaksi belajar mengajar dibutuhkan disiplin.
  7. Ada batas waktu.
  8. Dalam kegiatan pengajaran, apa yang dikatakan interaksi edukatif  itu akan berlangsung dengan kegiatan interaksi belajar mengajar.[20]
Dengan demikian, berdasarkan uraian  di atas, terlihat bahwa interaki edukatif memiliki ciri-ciri : sadar tujuan, ada bahan/pesan, ada subjek didik/pengajar, ada guru, ada metode, ada situasi kondusif, ada penilaian.

Faktor-faktor  Interaksi Edukatif

Seperti yang dijelaskan oleh Syaiuful Bahri Djamarah, ada beberapa faktor yang mendasari terjadinya interaksi edukatif,diantaranya:
  1. Faktor Tujuan. Dalam tujuan pendidikan atau pengajaran yang brsifat umum atau khusus, umumnya berkisar pada tiga jenis, yaitu:
    • tujuan kognitif, yaitu tujuan yang berhubungan dengan pengertian dan pengatahuan
    • tujuan afektif, yaitu tuuan yang berhubungan dengan usaha merubah minat, setiap nilai dan alasan
    • tujuan psikomotoric, yaitu tujuan yang berkaitan dengan ketrampilan berbuat yang menggunakan telinga, tangan , mata, alat indra dan sebagainya.
  2. Faktor bahan/materi/isi. Bahan atau materi pengajaran harus tersusun dengan baik  sehingga dapat mempermudah anak didik mempelajarinya selain itu dapat memberikan gambaran yang jelas sebagai petunjuk dalam menetapkan metode pengajaran. Dalam menentukan materi harus didasarkan pada upaya pemenuhan tujuan pengajaran dengan begitu, pertimbangan penetapan metode atas dasar maeri tidak akan jauh berbeda hasilnya dengan dasar pertimbangan tujuan.
  3. Faktor guru dan peserta didik. Guru dan peserta didik adalah dua subjek dalam interaksi pengajaran. Guru sebagai pihak yang berinisiatif awal untuk menyelenggarakan pengajaran sedangkan peserta didik sebagai pihak yang mendapatkan manfaat dari proses pengajaran.ada bebeapa bidang yang dapat menunjang proses profesionalitas kerja guru, antara lain:
    • Guru harus mengenal peserta didik
    • Guru harus memiliki kecakapan memberi bimbingan
    • Guru harus memiliki dasar yang luas tentang tujuan pendidikan atau pengajaran
    • Guru harus memiliki pengetahuan yang dalam tentang ilmu yang diajarkan. Adapun bagi peserta didik ada beberapa hal yang pelu diperhatikan:
      • Peserta didik harus mendahulukan kesucian jiwa.
      • Peserta didik harus rajin untuk menuntut ilmu, bersedia untuk mencurahkan tenaga, jiwa dan pikiran serta minat dalam berkonsentrasi pada ilmu yag dipelajarinya
      • Tidak sombong atas ilmu yang diperolehnya
      • Peserta didik harus mengetahui kedudukan ilmu yang dipelajarinya
  4. Faktor metode. Metode suatu cara kerja yang sistematik dan umum, yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Semakin baik suatu metode semakin baik dan efektif dalam mencapai tujuan. Dalam penerapan suatu metode pengajaran harus memiliki  relevansi diantaranya:
    • Relevansi dengan tujuan
    • Relevansi dengan bahan/ materi
    • Relevansi dengan kemampuan guru
    • Relevansi dengan keadaan pesert didik
    • Relevansi dengan situasi pengajarar.
  5. Faktor Situasi. Yang disebut situasi adalah suasana belajar atau suasana kelas pengajaran termasuk disini adalah keadaan peserta didik keadaaan cuaca, keadaan guru dan keadaan kelas diantara keadaan tersebut ada yang dapat diperhitungkan dan ada yang tidak dapat diperhitungkan terhadap situasi yang dapat diperhitungkan guru dpat menyediakan alternatif metode-metode mengajar menurut perhitungan perubahan situasi.adapun situasi yangtidak dapat diperhitungkan yang disebabkan oleh perubahan yang mendadak atau tiba-tiba diperlukan kecekatan dalam mengambil keputusan terhdap metode yang digunakan.
  6. Faktor Sumber Pelajaran. Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali. Pemanfaatan sumber-sumber pengajaran tersebut tergantung pada kreativitas guru, waktu, biaya serta kebijakan-kebijakan lainnya. Interaksi edukatif tidaklah berproses dalam kehampaan, tetapi ia berproses dalam kemaknaan. Didalamnya ada sejumlah nilai yang disampaikan kepada anak didik . Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya, tetapi diambil dari berbagai sumber guna dipakai dalam proses interaksi edukatif.
  7. Faktor Alat dan Peralatan. Alat dan peralatan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Alat tidak hanya sebagai pelengkap, tetapi juga sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan. Alat dapat dibagi menjadi dua yaitu :\
    • Alat Nonmaterial, yang terdiri dari suruhan , perintah , larangan, nasihat dan sebagainya\
    • Alat material, yang  dapat berupa globe, papan tulis, batu kapur, gambar, diagram, lukisan, slide dan sebagainya.
  8. Faktor Evaluasi. Evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang sejauh mana keberhasilan anak didik dalam belajar dan keberhasilan guru dalam mengajar. Evaluasi dapat dilakukan oleh guru dengan memakai seperangkat istrumen penggali data seperti tes perbuatan, tes tertulis dan tes lisan. Tujuan evaluasi sendiri untuk:
    • mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan anak didik dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
    • memungkinkan guru menilai aktifitas/pengalaman yang didapat dan menilai metode mengajar yang dipergunakan.
Proses Interaksi Edukatif

Menurut R D Corners seperti yang dikutip oleh Abu Ahmadi dan Shuyadi,proses terjadinya interkasi edukatif guru dapat dibagi dalam tiga tahapan, yaitu:
  1. Tahap Sebelum Pengajaran. Dalam tahap ini guru harus menyusun program tahunan pelaksanaan kurikulum, program semester, program satuan pelajaran (satpel), dan perencanaan program pengajaran. Dalam merencanakan program-program tersebut di atas perlu dipertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan:
    • Bekal bawaan anak didik
    • Perumusan tujuan pembelajaran
    • Pemilihan metode
    • Pemilihan pengalaman – pengalaman belajar
    • Pemilihan bahan dan peralatan belajar
    • Mempertimbangkan jumlah dan karakteristik anak didik
    • Mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia
    • Mempertimbangkan pola pengelompokan
    • Mempertimbangkan prinsip – prinsip belajar
  2. Tahap Pengajaran. Dalam tahap ini berlangsung  beberapa interaksi , yaitu: { interaksi antara guru dengan anak didik},{ anak didik dengan anak didik}, {anak didik dalam kelompok} atau {anak didik secara individual}. Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan apa yang telah direncanakan. Ada beberapa aspek yang perlu di pertimbangkan dalam tahap pengajaran ini, yaitu :
    • Pengelolaan dan pengendalian kelas
    • Penyampaian informasi
    • Penggunaan tingkah laku verbal non verbal
    • Merangsang tanggapan balik dari anak didik
    •  Mempertimbangkan prinsip – prinsip belajar
    • Mendiagnosis kesulitan belajar
    • Memperimbangkan perbedaan individual
    •  Mengevaluasi kegiatan interaksi
  3. Tahap Sesudah Pengajaran. Tahap ini merupakan kegiatan atau perbuatan setelah pertemuan tatap muka dengan anak didik. Beberapa perbuatan guru yang dilakukan pada tahap sesudah mengajar, antara lain:
    • Menilai Pekerjaan anak didik
    •  Menilai pengajaran guru
    • Membuat perencanaan untuk pertemuan berikutnya.[21]
Bentuk Pola Interaksi Edukatif Guru PAK

Model yang sering dipergunakan untuk mengidentifikasikan dan mengukur variabel interaksi guru-siswa adalah model CHoen dengan dua katagori, yaitu (1) kontak dominasi, dan (2) kontak Integrasi.[22]  Kontak integrasi juga berkaitan dengan reaksi posituf dari guru terhadap ekspresi intelektual emosional siswa.[23] Interaksi guru dengan siswa di kelas akan menunjukkan dominasi, jika tingkah laku guru mendominasi atau kurang memberi kesempatan beriteraksi atas inisiatif siswa. Interaksi integrasi terjadi, jika siswa lebih banyak terlibat interaksi belajar-mengajar atas inisiatif siswa. Di dalam model ini, interaksi dominasi dikatagorikan menjadi 3 sub. Katagori tingkah laku dominan dan interaksi dikatagorikan menjadi 2 sub kategori tingkah laku. Kategori-kategori itu adalah  dominasi dan timbul konflik, dominasi tanpa konflik, dominasi dan kerja sama, Integrasi tanpa kerja sama, Integrasi dan kerja sama.

Dengan demikian berdasarkan uraian di atas, pola interaksi itu dapat ditandai dengan peranannya dengan aktifitas belajar siswa, seperti:
  1. Guru sebagai guru: pekerjaan utama guru adalah mengajar dan mendidik murid, yang berusaha agar semua muridnya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang diajarkan dengan baik.
  2. Guru sebagai orang tua: tempat mencurahkan segala perasaan murid, tempat mengadu murid ketika mengalami gangguan. Murid merasa aman dan nyaman ketika dekat dengan guru, bahkan merasa rindu jika tidak bertemu guru. Interaksi guru dan murid bagaikan hubungan orang tua dan anak, hangat, akrab, harmonis, dan tulus.
  3. Guru sebagai teman sejawat: sebagai pasangan untuk berbagai pengalaman dan beradu argumentasi dalam diskusi secara informal. Guru tidak merasa direndahkan jika murid tidak sependapat, atau memang pendapat murid yang benar, dan menerima saran murid yang masuk akal. Hubungan guru dan murid mengutamakan nilai-nilai demokratis dalam proses pembelajaran.
Landasan Teologis Pola Interaksi Edukatif Guru PAK

Alkitab adalah sumber pengajaran mutlak bagi guru PAK. Karenanya Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru juga menyediakan contoh-contoh bagaimana cara dan pola interaksi dengan orang lain. Bahkan Allah sendiri melakukan interaksi dengan orang-orang pilihan-Nya. Seperti contoh, Allah juga pernah berbicara dengan Adam, Nuh, Musa, Abraham, Ishak, Yakub, Yusuf, dan banyak Nabi lainnya dalam Alkitab. Bahkan dengan Yesus sendiri Allah perna melakukan interaksi. Sebagai contoh bentuk-bentuk interaksi itu dapat dilihat pada ayat berikut:
Pada waktu pembaptisan Yesus, sang Bapa bersabda kepadaNya: "Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan" (Luk. 3:22; Mrk. 1:11). Ucapan-ucapan ketika Yesus dipermuliakan (Mrk. 9:7; Luk. 9:35) tampaknya bukan ditujukan kepada Kristus sendiri, melainkan kepada murid-murid. [Dalam kisah Matius tentang pembaptisan itu digunakan bentuk yang sama (Mat. 3:17).] Tetapi, apa pun bentuk komunikasi Yesus dengan sang Bapa, itu sama sekali berbeda dengan yang dimiliki manusia. Tidak seorang pun dapat mengatakan, seperti yang Dia katakan, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yoh. 10:30), atau yang lebih mengejutkan, "Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa" (Yoh. 14:9).[24]  
Selanjutnya, dalam hal pengajaran, Yesus juga menggunakan pola interaksi edukatif yang berbeda-beda dalam hal pengajaran-Nya. Dalam sebagian kasus, Yesus menggunakan perumpamaan untu k mengajar murid-murid-Nya. Sebaliknya dalam kasus lain, Yesus juga berbicara dengan tegas, serta menggunakan berbagai media untuk menarik perhatian pendengar dan sekaligus menyampaikan maksud-Nya.

Dari uraian ini, dapat ditarik garis besar dari interaksi Yesus dengan manusia atau pendengar-Nya. Pertama, Interaksi Yesus menjadi satu dengan ajaranNya. Yesus mengajarkan orang-orang mengunakan berbagai perumpamaan sederhana sesuai dengan kondisi masyarakat saat itu. Ia menggunakan perumpamaan seperti gembala, kebun anggur, nelayan, dan sebagainya. Perumpamaan-perumpamaan itu mungkin kelihatan sederhana, namun memiliki makna yang sangat dalam. Banyak ahli-ahli saat ini masih terus mengalami kesulitan untuk membuat interpretasi sebenarnya dari apa yang dimaksud oleh Yesus. Karena perumpamaan-perumpamaan itu memiliki makna yang jelas bagi orang sederhana tetapi juga memiliki makna yang makin dalam bila mulai diinterpretasi oleh-oleh para ahli. Makin didalami perumpamaan itu, makin kaya makna yang tersirat di dalamnya, sehingga memukau mereka yang mencoba mendalaminya. Kedua, Yesus menggunakan perumpamaan sebagai alat belajar. Perumpamaan tentang Anak Hilang mengajarkan kepada kita kasih Allah yang tanpa syarat. Allah mengasihi kita tanpa memandang perbuatan masa lalu kita. Ia mengasihi kita bila kita mau datang kepadanya. Perumpamaan tentang Harta Terpendam mengajarkan kepada kita tentang kegembiraan menemukan sesuatu yang terpenting.[25]

Source: 
Dari berbagai Sumber [ada pada Penulis]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar