Sabtu, 18 Mei 2013

Tugas Profesi Keguruan PAK (Pascasarjana)

Pertanyaan 1:
Bagaimana caranya Guru Pendidikan Agama Kristen (PAK) menempatkan diri di tengah-tengah Guru Agama lain dan Guru Pendidikan Umum yang bukan orang Kristen, ketika mereka berada di Sekolah?

Tanggapan:
Memahami pertanyaan di atas, Jika saya sebagai seorang Guru pendidikan Agama Kristen, maka hal yang saya lakukan sebagai cara untuk menempatkan diri,
1. Ketika berhadapan dengan Guru Agama lain, adalah:
Bersikap Ekstrovert. Ekstrovert yang saya maksud di sini adalah memiliki sikap (pribadi) terbuka terhadap hal-hal lain tanpa memandang perbedaan. Dalam hal ini seorang guru berusaha membuka diri terhadap orang lain meskipun orang lain atau guru tersebut tidak memiliki paham (iman) yang sama dengan diri saya. Namun hal ini perlu saya lakukan mengingat bahwa Sekolah adalah sebuah institusi/lembaga yang terdiri dari berbagai elemen di dalamnya, mulai dari tenaga pendidik, dan peserta didik. Sedangkan sebagai seorang pendidik, diperlukan adanya kerja sama. Hal ini dimaksudkan untuk membantu proses pendidikan yang sedang berlangsung di sekolah. Dalam hal ini jika berhadapan dengan Guru Agama lain, sikap terbuka ini membantu saya untuk lebih memahami perbedaan yang ada dan mampu bekerja sama sebagai Guru Agama, antara agama Kristen dengan agama di luar Kristen.
Sehingga sebagai seorang Guru saya memiliki kesempatan untuk duduk, dan bertukar pikiran bersama sehubungan dengan tugas dan profesi yang saya emban demi kebutuhan pendidikan yang bersentuhan langsung dengan siswa. Salah satu kelemahan Guru Agama Kristen (Pendidik Kristen) dewasa ini menurut saya adalah terlalu bersikap ‘introvert’ (lebih mementingkan urusan ke "dalam" atau menutup diri) sehingga hubungan dengan sesama guru agama telah terkotak-kotak, saling kurang terbuka karena perbedaan agama. Situasi tersebut mempermudah terjadinya ketegangan dan mengundang perasaan saling curiga termasuk primordialisme agama dengan cara mengajarkan kepada siswa (meski tidak secara formal) bahwa agama yang dianutnyalah yang paling benar. Akibat ekstrim ialah tumbuhnya fanatisme sempit yang dilatar belakangi oleh perbedaan agama antar sesama Guru Agama. Jikalau hal ini yang terjadi dalam diri kita sebagai tenaga pendidik, maka tidak mungkin kita akan mengkotak-kotakkan siswa dalam hal memberikan sikap. Seperti contoh, jika siswa yang lain (di luar agama Kristen) sedang mengalami masalah, kita enggan untuk membantunya, atau memberikan nasehat supaya siswa tersebut berubah baik dalam hal belajar maupun bertindak dalam hidup sehari-hari di lingkungan sekolah.

2. Ketika berhadapan dengan Guru Pendidikan Umum
Memiliki sikap Toleransi. Meski profesi yang sedang saya emban adalah Guru Agama Kristen, tetapi saya menyadari bahwa semua orang diciptakan sebagai gambar Allah (Kej. 1 dan 2), tak pandang beragama apa pun. Kesegambaran manusia dengan penciptanya itu berarti panggilan supaya manusia mencerminkan sifat-sifat Allah, yaitu kasih. Artinya, kita harus mengasihi Allah dan se¬mua orang.
Keterbukaan satu sama lain berarti toleransi. Istilah itu berasal dari kata "tolerare" (Latin), artinya bertahan atau memikul. Bersikap toleran ber¬arti bersedia saling memikul beban, memberi tempat kepada pihak lain, kesabaran/ketabahan. Semua pihak yang berbeda wawasan (berbeda ilmu pengetahuan yang diajarkan), tetapi berse¬dia memikul beban bersama. Kita harus toleran. Artinya, menyadari dan menerima kenyataan bahwa di samping kita ada umat beragama lain yang harus kita hormati, menerima sebagai saudara dalam hubungan yang dialogis antar sesama makhluk sosial yang saling bergantung satu dengan yang lainnya. Aspek penting dalam toleransi ialah tenggang rasa satu sama lain. Hal ini menjadi kewajiban semua warga negara.
Memandang bahwa perbedaan itu adalah hal yang positif. Sekolah terdiri dari tenaga pendidik yang memiliki bidang ilmu yang berbeda. Karena perbedaan itu maka keberadaan para Guru di Sekolah juga berfungsi untuk saling melengkapi. Contoh, jikalau guru Pendidikan Umum menanamkan hal-hal yang bertujuan untuk membangun ranah kognitif dan psikomotorik siswa, maka sebagai guru Agama saya berperan untuk membangun ranah afektif siswa. Sehingga dengan demikian, sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam tuntutan Kurikulum, setiap guru harus bertindak profesional, termasuk dalam hubungannya dengan guru-guru yang lain. Profesional disini yang saya maksudkan adalah bagaimana menjalankan tugas kita dengan baik dan menjalin kerja sama dan bersosialisasi dengan guru-guru lain untuk membantu kebutuhan pendidikan siswa. Meski berbeda kompetensi (bidang ilmu), namun tidak berarti bahwa kita harus merasa guru yang paling hebat dari yang lainnya, sehingga kita merasa bahwa tidak perlu berkomunikasi dengan yang lainnya. Sebaliknya, tidak berarti juga karena kita adalah Guru Agama Kristen, kita merasa minder dan memiliki prasangka negatif bahwa guru-guru lain lebih hebat dari saya, sehingga berusaha menjauhkan diri dari kebiasaan sosial yang terjadi di antara para guru-guru, serta berusaha untuk tidak melibatkan guru lain dalam acara yang berhubungan dengan bidang ilmu yang kita ajarkan. Persepsi yang demikian akan menimbulkan kesenjangan antara sesame pendidik. Dan perlu saya tambahkan bahwa prasangka buruk sering muncul dalam diri orang adalah karena hadirnya perasaan takut, seperti takut tersaingi, takut tidak dihormati, dan takut dianggap tidak berwibawa karena Pendidikan Agama Kristen bukan merupakan mata pelajaran pavorit di sekolah, atau karena jam pelajarannya lebih sedikit dibanding dengan pelajaran lainnya.
Sekali lagi, sebagai kesimpulan dari sikap saya terhadap guru Pendidikan Umum ketika saya sedang berada di Sekolah adalah memiliki sikap sosial yang sehat dalam relasi dengan orang lain, termasuk rekan sekerja yang berbeda kompetensi (bidang ilmu). Saya harus mampu menerima orang lain sebagaimana adanya, sadar bahwa yang lain pun memiliki kelebihan dan kekurangan (Roma 14:1; 15:1-3).


Pertanyaan 2:
Bagaimana cara Guru Pendidikan Agama Kristen (PAK) mengarahkan anak didik untuk menghadapi Globalisasi?
Tanggapan:
Sejalan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, khususnya dalam bidang informasi dan komunikasi, telah menjadikan dunia ini terasa semakin menjadi sempit dan transparan. Antara satu belahan dunia dengan belahan dunia lainnya dengan mudah dapat dijangkau dan dilihat dalam waktu yang relatif singkat.
Itulah globalisasi, yang di dalamnya membawa berbagai implikasi yang luas dan kompleks bagi kehidupan manusia. Implikasi nyata dari adanya globalisasi adalah terjadinya perpacuan manusia yang mengglobal. Seorang individu dalam berkarya tidak hanya dituntut untuk mampu berkiprah dan berkompetisi sebatas tingkat lokal dan nasional semata, namun lebih jauh harus dapat menjangkau sampai pada tingkat kompetisi global, yang memang di dalamnya berisi sejumlah tantangan dan peluang yang begitu ketat.
Dari sini timbul pertanyaan, bagaimanakah agar kita sebagai seorang guru, khususnya guru Pendidikan Agama Kristen benar-benar dapat survive dan eksis guna menghadapi kedua tantangan zaman tersebut khususnya bagi peserta didik. Tak lain jawabannya, kualitas sumber daya manusia yang harus dimiliki oleh guru . Faktor kualitas sumber daya manusia menjadi amat penting karena hanya dengan sentuhan manusia-manusia yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, keterampilan yang handal dan sikap moral yang tinggi, maka berbagai persoalan yang muncul sebagai konsekwensi logis dari adanya era globalisasi diyakini akan bisa terjawab. Oleh karena itu, bagi guru PAK, gerakan usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia hendaknya menjadi komitmen. Melalui usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan penanaman moral diharapkan dapat mengarahkan siswa untuk menghadapi tantangan teknologi dan pengaruh globalisasi ini. Sekaligus pula, dapat diandalkan untuk mampu berkiprah dalam percaturan global.
Dengan demikian, usaha-usaha yang berhubungan dengan peningkatan sumber daya manusia dan moral yang harus ditekankan guru PAK kepada siswa dalam menghadapi era globalisasi adalah sebagai berikut:
1. Memberi pemahaman kepada siswa agar berusaha meningkatkan Sumber Daya Manusia siswa, dengan cara meningkatkan kualitas belajar baik di rumah maupun di sekolah.
2. Menanamkan kepada siswa untuk bersikap kritis terhadap perkembangan IPTEK sesuai dengan Konsep Iman Kristen. Hal itu dapat dimaknai bahwa IPTEK juga memberi Kontribusi terhadap Kehidupan Manusia.
3. Menanamkan kualitas moral dengan cara megarahkan siswa agar semakin rutin mengikuti pertemuan-pertemuan yang berhubungan dengan iman Kristiani. Hal itu dimaksudkan agar siswa dapat membentengi diri dari pengaruh negatif perkembangan IPTEK
4. Memberikan seminar yang membahas perkembangan arus Globalisasi.
5. Meningkatkan kualitas pengajaran agar siswa semakin tertarik terhadap hal-hal yang berkaitan dengan Pendidikan Agama Kristen. Sehingga memiliki ruang untuk membicarakan tentang hal-hal yang berhubungan dengan Konsep iman Kristen. Dengan demikian siswa merasa terbantu untuk menanggapi pengaruh globalisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar