Rabu, 16 Oktober 2013

Bagaimanakah Yesus Mengajar?

Dari cerita-cerita kitab Injil kita mengetahui bahwa Yesus seringkali pergi ke Sinagoge pada hari Sabbat atau diberi kesempatan untuk memberikan pengajaran kepada jemaat (Luk. 4: 16 – 30; 13: 10). Sering juga pengajaran Yesus menjadi bahan percakapan bersama dalam pertemuan-pertemuan itu. Yesus tidak segan untuk mampir dan bercakap-cakap dengan orang-orang yang sedang menimba air di sumur umum atau di pasar-pasar. Di situ Yesus bisa mengikuti percakapan dengan orang-orang biasa mengenai berbagai hal yang menyangkut kehidupan sehari-hari. Dia ikut berbicara mengenai pertanian, perikanan, pajak, pendidikan anak-anak, pekerjaan rumah tangga, dan percakapan mengenai hal-hal yang lebih berat seperti politik Romawi, kesengsaraan rakyat dan lain-lain. Sekali dua kali Ia menyela ke dalam percakapan itu dengan beberapa sumbangan pendapat yang sangat berbobot dan mengandung arti yang dalam. Bahkan kadang-kadang Ia menyindir masyarakat dengan perumpamaan, seperti yang terdapat dalam Luk. 7: 31- 35:
Kata Yesus: "Dengan apakah akan Kuumpamakan orang-orang dari angkatan ini dan dengan apakah mereka itu sama? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan yang saling menyerukan: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis. Karena Yohanes Pembaptis datang, ia tidak makan roti dan tidak minum anggur, dan kamu berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan kamu berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya."


Maksudnya adalah bahwa banyak orag di dalam masyarakat yang tidak mau puas dengan apa saja yang ada dan terjadi, termasuk tidak mau menerima kehadiran Yohanes Pembaptis dan Yesus.
Yesus juga sering menggunakan cara mengajar yang menimbulkan kreatifitas orang lain. Ia sering membimbing orang bertanya kepadaNya untuk menemukan sendiri jawaban pertanyaan, dengan membalikkan pertanyaan tersebut kepada si penanya. Hal itu nyata umpamanya dalam Matius 21: 28 – 31, yaitu perumpamaan tentang dua orang anak. Yesus mulai dengan bertanya: "Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Jawaban itu ditemukan sendiri oleh orang-orang yang datang kepada Yesus. Hal yang sama juga kita lihat dalam Luk. 7: 36 – 50, yaitu tentang orang Farisi yang tidak suka kalau Yesus didatangi oleh seorang perempuan lacur yang bersujud di kakiNya. Dalam menjawab kegusaran orang Farisi itu Yesus menuturkan sebuah cerita tentang orang kaya yang meminjamkan uangnya kepada dua orang lain. Karena kedua orang itu tidak sanggup lagi membayar kembali hutangnya, maka orang kaya tersebut menghapuskan hutang-hutang mereka. Kemudian Yesus berkata: “Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia?" Jawab Simon orang Farisi itu: "Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya." Satu lagi contoh cara Yesus mengajar. Ketika ada seorang Ahli Taurat yang ingin membenarkan dirinya di hadapan sesamanya, sambil bertanya: “Siapakah sesamaku manusia?” Yesus menjawabnya dengan sebuah cerita tentang orang Samaria yang baik hati. Pada akhir cerita Yesus seolah-olah berkata kepada Ahli Taurat itu: “Sekarang jawablah sendiri pertanyaanmu itu” (Luk. 10: 25 – 37).


Sumber:
S. Wismoady Wahono, Disini Kutemukan – Petunjuk Mempelajari dan Mengajarkan Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), hlm. 387

Tidak ada komentar:

Posting Komentar